Reporter: Laurensius Marshall Sautlan Sitanggang | Editor: Sanny Cicilia
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kinerja perbankan kini semakin efisien. Gambaran tersebut tercermin pada tren penurunan rasio biaya operasional terhadap pendapatan operasional (BOPO) dalam hampir setahun terakhir.
Pasalnya, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) melalui Statistik Perbankan Indonesia (SPI) mencatat bank konvensional kini memiliki rasio BOPO sebesar 78,37% per November 2017, jumlah ini tercatat terendah selama 11 bulan terakhir.
Sementara secara tahunan, BOPO juga turun sebanyak 227 basis poin (bps) dari posisi 80,64% di November 2016 silam. OJK menyebut, berdasarkan jenisnya, bank persero atau bank BUMN mencatat BOPO terendah di bulan November 2017 sebesar 72,84% turun cukup dalam dari posisi tahun lalu 76,14%.
Menanggapi hal tersebut, Direktur Risk, Strategic and Compliance PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk atau BTN menilai untuk di BTN sendiri rasio BOPO juga mengalami penurunan. Tercatat per akhir tahun 2017 BOPO perseroan berada di bawah 82% setelah sebelumnya di tahun 2016 sebesar 82,48%.
Hal ini menurutnya, dikarenakan terjadinya pembentukan pendapatan lain dari bisnis BTN. Terlihat dari peningkatan pendapatan berbasis komisi atau fee based income (FBI) yang naik sebesar 25%.
Selain itu, perbaikan rasio kredit bermasalah atau non performing loan (NPL) di sejumlah bank termasuk BTN juga disebut menjadi alasan BOPO menurun.
"Perbaikan rasio NPL di tahun 2017 menjadi di bawah 2,7% dari 2,84% tahun 2016 juga berdampak pada perbaikan pendapatan bunga dan perbaikan CKPN (cadangan kerugian penurunan nilai)," katanya kepada Kontan.co.id, Selasa (23/1).
Mahelan menambahkan, faktor pendorong penurunan BOPO juga dikarenakan faktor efisiensi dari sisi biaya operasional perbankan. Bank bersandi saham BBTN ini menyebut, secara umum pendapatan dan beban bunga juga terpantau membaik meski terjadi penurunan NIM menjadi di atas 4,7% setelah sebelumnya 4,98% di tahun 2016.
Belum lagi, sejumlah inisiatif pemerintah dalam hal ini Bank Indonesia (BI) lewat pelonggaran Giro Wajib Minimum (GWM) turut memberikan dampak. "Pelonggaran GWM pasti berdampak karena memberikan ruang lebih besar untuk investasi (placement) di instrumen yang lebih baik," ujarnya.
Meski begitu, bank yang fokus dalam pembiayaan perumahan ini menilai secara agregat pelonggaran GWM belum berdampak besar bagi perseroan, terlihat dari NIM yang turun.
Berbeda sedikit, Direktur Utama PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk (BRI) Suprajarto menilai tingkat BOPO BRI tahun 2017 lalu diperkirakan masih belum banyak berubah dengan kondisi di tahun 2016.
Asal tahu saja, tahun 2016 BOPO BRI tercatat sebesar 68,93%. Suprajarto menyebut, meski belum banyak berubah, pihaknya menilai rasio tersebut sudah berada jauh di bawah rata-rata industri perbankan.
"Tingkat efisiensi BRI masih terjaga di tahun 2017 karena penurunan bunga simpanan dan efisiensi operasional seiring penerapan teknologi di lini bisnis ataupun support," jelasnya.
Lebih lanjut, di tahun 2018 ini bank nomor wahid di Indonesia ini yakin efisiensi bakal semakin membaik. Hal ini didorong dengan adanya implementasi digitalisasi proses kredit lewat layanan digital BRI Spot dan MY BRI.
Sejumlah layanan digital juga bakal dikerahkan oleh BRI antara lain chatbot sebagai customer service, optimalisasi agen laku pandai BRI (BRILink), serta efisiensi dari sisi lainnya.
"BOPO BRI akan terus ditekan sehingga efisiensi BRI dapat terus ditingkatkan," ungkapnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News