Reporter: Adhitya Himawan | Editor: Djumyati P.
JAKARTA. Langkah pemerintah dan Bank Indonesia (BI) menyelamatkan Bank Century pada tahun 2008 lalu sudah tepat. Sebab jika Bank Century ditutup, biaya yang harus dikeluarkan akan jauh lebih besar.
Menurut Eko B Supriyanto, Komisaris Bank Mutiara (yang dulu bernama Bank Century), dengan Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) memilih menyelamatkan Bank Century, biaya yang dikeluarkan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) hanya mencapai Rp 3,7 triliun. "Ini dari suntikan modal Rp 6,7 triliun dikurangi potensi balik modal sebesar Rp 3 triliun," kata Eko di Jakarta, Selasa, (25/3).
Sementara jika Bank Century ditutup, maka LPS harus mengeluarkan biaya mengganti dana nasabah yang besarnya di bawah Rp 2 miliar. Biayanya mencapai Rp 6,4 triliun. Dikurangi penjualan aset Bank Century sebesar Rp 0,6 triliun. "Jadinya biaya yang dikeluarkan LPS menjadi Rp 5,8 triliun," pungkas Eko.
Dengan keputusan Bank Century diselamatkan, krisis perbankan bisa dicegah. Pemulihan kepercayaan pasar juga terjadi, yang ditandai nilai rupiah mulai stabil serta indeks harga saham gabungan (IHSG) naik. Stabilitas sistem keuangan Indonesia tetap terjaga.
Namun jika Bank Century ditutup, akan terjadi krisis karena terjadi penarikan dana nasabah secara besar-besaran yang berakibat likuiditas industri perbankan terguncang. Padahal pembayaran DPK untuk dana simpanan di bawah Rp 2 miliar yang harus ditanggung LPS sangat besar, lebih dari Rp 1.000 triliun.
Eko mencontohkan biaya yang harus dikeluarkan negara dalam krisis 1998. Saat itu biaya rekapitalisasi bank mencapai Rp 600 triliun. Pertumbuhan ekonomi minus 16%. Pengangguran mencapai 20% angkatan kerja. Sampai jumlah penduduk miskin meningkat 50% dari total penduduk. "Ditambah krisis politik yang hebat," pungkas Eko.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News