Reporter: Christine Novita Nababan | Editor: Hendra Gunawan
JAKARTA. Industri dana pensiun tergiur untuk memperbesar portofolio investasi di keranjang Kontrak Investasi Kolektif Efek Beragun Aset (KIK EBA). Soalnya, instrumen investasi yang mensekuritisasi aset perumahan tersebut dinilai mampu memberikan imbal hasil optimal dengan risiko pasar yang terkendali.
Tidak hanya itu, Gatut Subadio, Ketua Umum Asosiasi Dana Pensiun Indonesia (ADPI) mengatakan, KIK EBA juga cocok untuk penempatan dana-dana jangka panjang, seperti manfaat pensiun. “Banyak investor KIK EBA yang melakukan aksi buy dan hold. Sebagai alternatif, instrumen ini bisa memenuhi ekspektasi investor,” ujarnya kepada KONTAN, Senin (20/1).
Dengan keunggulan itu, sambung Gatut, tinggal bagaimana investor memitigasi risiko dan membaca peluang. Misalnya, dengan memilih underlying asset perumahan dengan rekam jejak pembayaran baik. Selain itu bisa juga dengan sosialisasi pemahaman produk. Selama ini, kata Gatut, banyak dana pensiun cenderung memilih instrumen yang sederhana dan jangka pendek, seperti deposito.
Tengok saja, penempatan dana kelolaan dana pensiun di deposito tercatat mendominasi sebanyak 26%. Sisanya, tersebar di surat utang negara (20,34%), obligasi korporasi (24,25%), saham (16,43%), reksa dana (6,57%), dan tanah dan bangunan (3,08%).
Gatut menerangkan, penempatan di KIK EBA baru sekitar Rp 50 miliar atau kurang dari satu persen dari total dana kelolaan industri dana pensiun. “Namun, dengan keunggulan portofolio KIK EBA, harapan kami untuk memperbesar porsinya meningkat, meski bergantung kebutuhan portofolio investasi masing-masing pemberi kerja,” terang dia.
Selama ini, deposito masih dianggap aman untuk penempatan jangka pendek. Walaupun karakter dana pensiun sejatinya untuk dana-dana jangka panjang. Pun untuk penempatan dana 3 – 5 tahun, dana pensiun memilih instrumen surat utang negara dan obligasi. Padahal, instrumen ini memiliki risiko, seperti risiko pasar dan kredit.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News