Reporter: Maizal Walfajri | Editor: Handoyo .
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Bisnis perusahaan fintech peer to peer (P2P) lending semakin menanjak. Merujuk data Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang dipublikasi pada Jumat (26/7), akumulasi realisasi pinjaman yang telah disalurkan oleh fintech lending sebesar Rp 44,8 triliun per Juni 2019.
Nilai ini tumbuh 97,68% year to date (ytd) dari posisi akhir Desember 2018 sebesar Rp 22,66 triliun. Pinjaman tersebut disalurkan oleh 113 entitas fintech P2P lending yang terdaftar dan diawasi oleh OJK. Namun baru terdapat tujuh entitas yang mendapatkan izin dari regulator.
Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) melihat pesatnya pertumbuhan pembiayaan lantaran semakin bertambahnya pemain fintech P2P lending beserta semakin bertambahnya literasi masyarakat.
“Dari awal industri ini berdiri, kami memiliki inovasi dan strategi yang berbeda dari institusi keuangan konvensional. Kami menyasar ke market unbanked dan underserved yang tingkat inklusi keuangannya masih cukup rendah. Kini masyarakat mulai mendapat kemudahan akses permodalan yang selama ini sulit karena persyaratan jaminan atau kolateral,” ujar Kepala Bidang Kelembagaan dan Humas AFPI Tumbur Pardede kepada Kontan.co.id, Minggu (28/7).
Padahal Tumbur menyebut, sejak diperkenalkan secara legal pada 2016, fintech P2P lending mendapat sambutan positif di kota-kota pulau jawa. Kini di luar pulau jawa pun mulai menunjukkan permintaan pinjaman. Ia menyebut ke depannya, para penyelenggara akan terus ekspansi ke daerah-daerah di luar pulau Jawa.
“Ke depannya, para penyelenggara akan berinovasi untuk ekspansi ke daerah-daerah di luar pulau Jawa seiring dengan pemerataan infrastruktur telekomunikasi di daerah terpencil. Market di luar pulau Jawa akan didominasi oleh sektor produktif UMKM,” jelas Tumbur.
Memang pada paruh pertama 2019, pinjaman yang disalurkan kepada peminjam yang berasal dari pulau jawa tumbuh 66,2% ytd menjadi Rp 38,48 triliun. Sedangkan pinjaman yang diterima oleh peminjam dari luar pulau jawa tumbuh lebih pesat 107,19% ytd menjadi Rp 6,31 triliun.
Tumbur menyebut asalan pinjaman produktif UMKM akan mendominasi lantaran mitigasi risiko yang lebih terukur untuk memasuki suatu daerah. Selain itu, market yang sangat besar potensinya di daerah luar pulau Jawa adalah sektor produktif UMKM.
“Dengan kolaborasi dengan pihak ketiga di daerah tersebut, kami optimis dengan menggunakan teknologi terkini mampu berekspansi di luar pulau Jawa dengan cepat. Secara keseluruhan, target kami di akhir tahun ini secara optimis akan terlewati dari angka target sekitar Rp 50 triliun dan per Juni 2019, telah melewati angka Rp 40 triliun lebih,” tutur Tumbur.
Sementara, PT Mitrausaha Indonesia Grup atau Modalku telah menyalurkan pinjaman sebesar Rp 6,4 triliun di paruh pertama 2019. Pinjaman ini disalurkan kepada para pelaku UMKM di Indonesia, Malaysia, dan Singapura. Padahal pada Desember 2018 pinjaman yang disalurkan baru sebesar Rp 4 triliun.
Co-founder and Chief Executive Officer Modalku Reynold Wijaya menyatakan jumlah pinjaman yang disalurkan Modalku di Indonesia mencapai Rp 4 triliun per Juni 2019. Nilai ini tumbuh 81,82% ytd dari pencapaian Desember 2018 yang sebesar Rp 2,2 triliun.
Hingga penghujung tahun, Reynold memproyeksi dapat menyalurkan pinjaman Rp 10 triliun di tiga negara. Guna mencapai target tersebut Modalku akan meningkatkan inovasi terutama terkait teknologi. Juga akan fokus pada pembiayaan bagi pemilik warung.
Ia mengaku segmen ini masih membutuhkan pinjaman yang besar. Sebab tidak memiliki sumber pendanaan, lantaran memang memiliki risiko.
Begitupun dengan PT Investree Radhika Jaya atau Investree yang sudah fasilitas pinjaman Rp 2,78 triliun per pertengahan Juli lalu. Nilai ini tumbuh pesat dibandingkan akhir 2018 sebesar Rp 1,1 triliun.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News