Reporter: Annisa Aninditya Wibawa | Editor: Djumyati P.
JAKARTA. Melihat kondisi properti di Indonesia saat ini, PT Bank Negara Indonesia Tbk (BBNI) menargetkan Kredit Perumahan Rakyat (KPR) mampu bertumbuh sekitar 7%-8% net. "Tahun ini kita harus mampu meraih antara Rp 32-33 triliun," sebut Direktur Ritel BNI Darmadi Sutanto, Selasa, (7/5).
Ia mengatakan, saat ini banyak pembelian properti yang menggunakan cicilan tunai bertahap atau cash installment untuk tipe rumah menengah ke atas. Jadi, cicilan langsung diberikan oleh pengembang properti.
Meski begitu, ia mengaku tak mengkhawatirkan hal ini. Karena BNI juga menawarkan ke beberapa pengembang untuk mengambil alih cash installment tersebut. Namun diakuinya, ada juga pengembang yang tak mau bekerja sama. "Tapi pasar properti masih besar sekali. Kita telan secukupnya saja," sebut Darmadi.
Terlebih, dianggapnya bank hanya memberikan kredit kepada nasabah yang layak. Ia mengklaim bahwa KPR diberikan dengan cara yang sangat pruden. Sehingga, rasio kredit macet atau Non Performing Loan (NPL) tercatat masih dapat diatur di posisi 2,1%.
Saat ini, rata-rata akuisisi cicilanĀ KPR BNI yakni Rp 340 juta. Bila dihitung dengan Down Payment (DP) 30%, ia mengatakan bahwa ini berarti rata-rata pembelian rumahnya yakni Rp 600 juta.
Mengenai suku bunga KPR yang terhitung rendah, Darmadi menyebut bahwa itu tak lantas membuat masyarakat langsung membeli rumah. Ini hanya dijadikan referensi bila orang ingin membeli rumah, lalu melihat suku bunga bank mana yang paling rendah.
Ia pun menilai, bubble propertiĀ bukanlah suatu risiko yang perlu dikhawatirkan di Indonesia. Ini karena permintaan rumah yang lebih besar daripada penawaran.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News