Reporter: Maizal Walfajri | Editor: Tendi Mahadi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pandemi Covid-19 telah memberikan dampak ke sektor perbankan tercermin penyaluran kredit masih terkontraksi 2,28% year on year (yoy) menjadi Rp 5.482,2 triliun per April 2021. Bankir menilai kondisi pandemi membuat perbankan dalam skema bertahan alias survival mode.
Direktur Utama Bank Mandiri Darmawan Junaidi bilang berdasarkan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor 48 tahun 2020, kondisi perbankan sudah tidak nyata. Lantaran restrukturisasi membuat status kredit yang terdampak pandemi Covid-19 tidak dihitung sebagai loan at risk (LAR) maupun non performing loan (NPL).
Ia menyebut berdasarkan POJK prudential banking, bank dengan NPL di atas 5% berarti tidak sehat. Namun, Bank Mandiri memiliki kebijakan untuk menjaga NPL maksimal 4% sebelum pandemi.
Baca Juga: Antisipasi penurunan kualitas kredit, BRI bentuk CKPN Rp 73,11 triliun per April
“Bisa dibayangkan, bila kami tidak pupuk profit, misal kikis net interest margin (NIM). Maka permodalan bank tidak tumbuh, kemampuan cover penurunan kualitas kredit ikut turun. Artinya, bertahan saja susah,” ujar Darmawan dalam Rapat Dengar Pendapat Komisi XI DPR RI pada Selasa (15/6).
Di sisi lain, bank harus membayar bunga simpanan nasabah saat permintaan kredit masih lesu. Oleh sebab itu, penting bagi perbankan untuk menjaga kinerja.
“Potensi NPL 5% itu di depan mata, mungkin tidak tahun ini, mungkin 2022. Kalau dengan base line yang sama, betul-betul kami dalam survival mode. Tapi kalau melihat dari upaya yang telah diantisipasi, mudah-mudahan bisa kita lewati,” tambahnya.
Seiya sekata, Direktur Utama BRI Sunarso bilang perbankan harus hati-hati dalam mengambil sikap dan kebijakan saat ini. Ia menyebut Himpunan bank milik negara (Himbara) tetap menyalurkan kredit saat industri masih lesu.
Baca Juga: Hingga April 2021, Bank Mandiri fasilitasi transaksi ekspor Rp 429,2 triliun
Namun dana pihak ketiga (DPK) juga tumbuh jauh lebih tinggi dari penyaluran kredit. Namun. NPL di perbankan juga naik. Sunarso melihat kredit yang belum jadi NPL pun itu tidak nyata, sebab ini efek dari kelonggaran OJK terhadap kredit yang terdampak pandemi.
“Maka, bila Covid-19 belum berakhir kami akan minta kelonggaran karena tidak kuat menanggung beban pencadangan. Saya tekankan, saat ini adalah survival mode dan crisis mode sehingga kita harus hati-hati dan cermat dalam menetapkan sikap dalam membaca situasi,” papar Sunarso di kesempatan yang sama.