Reporter: Laurensius Marshall Sautlan Sitanggang | Editor: Rizki Caturini
JAKARTA. Ketua Umum Asosiasi Bank Daerah (Asbanda) Kresno Sediarsi menilai hingga saat ini likuiditas Bank Pembangunan Daerah (BPD) masih sangat bergantung pada dana Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD). Saat ini ketergantungan BPD terhadap penempatan dana Pemerintah Daerah (Pemda) masih terbilang tinggi yakni mencapai 70% secara rata-rata.
Kondisi ini menyebabkan perbankan daerah rentan mengalami pengetatan likuiditas ketika Pemda sedang musim menarik dana. "Misalnya, pembayaran gaji PNS (Pegawai Negeri Sipil) setiap tanggal 1 harus cair sementara dana dari Pemda belum masuk ke BPD. Alhasil likuditas BPD menjadi ketat," ujarnya, Rabu (3/5).
Selain itu, Kresno yang juga menjadi Direktur Utama PT Bank DKI Jakarta ini mengatakan jadwal penyaluran dana daerah dalam bentuk Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana Bagi Hasil (DBH) cenderung tidak teratur sehingga mempengaruhi cash flow BPD.
"Konversi dana daerah menjadi SPN (Surat Perbendaharaan Negara) non-tradeable juga membuat BPD kehilangan sumber dana utama," katanya.
Kresno mencontohkan, akibat cenderung tidak terjaganya perputaran dana APBD, pihaknya dan beberapa BPD khususnya yang telah masuk ke kategori bank umum kelompok usaha (BUKU) III telah memasang cash management system (CMS) ke dalam sistem perbankan.
Harapannya lewat CMS, nasabah korporasi dapat dengan mudah untuk melakukan monitoring dan transaksi keuangan secara realtime dan online. "Ini akan menudahkan perusahaan untuk mendapatkan informasi posisi dana dan memberi kemudahan bertransaksi," tambahnya.
Berdasarkan data yang dihimpun oleh Bank DKI, sampai dengan akhir tahun 2016 tercatat total nasabah korporasi Bank DKI yang telah terintegrasi dengan CMS Bank DKI berjumlah 931. Angka ini naik pesat jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya yang hanya berjumlah 99 nasabah korporasi.
Dari jumlah tersebut, sebanyak 778 nasabah berasal dari Pemerintah Provinsi, 115 perusahaan swasta, 22 Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan 16 Badan Usaha Milik Daerah (BUMD).
Meski begitu, hal tersebut dikeluhkan oleh Direktur Utama Bank BPD DIY, Bambang Setiawan. Ia menilai saat tidak seluruh BPD dapat menikmati hal tersebut khususnya BPD BUKU II dan I. "Kami sebenarnya melakukan tapi hanya sebagai internal, karena dalam POJK (Peraturan Otoritas Jasa Keuangan) dan PBI (Peraturan Bank Indonesia), hanya diperbolehkan bank BUKU III dan IV," tutur Bambang.
Atas hal itu, Bambang meminta agar khusus BPD diperbolehkan oleh OJK untuk mengaplikasikan CMS guna memantau perputaran dana serta menjaga kondisi likuditas perbankan. Adapun, sampai saat ini BPD DIY menilai pihaknya sudah tidak bergantung dengan dana APBD yakni hanya 19% dari total dana Bank BPD DIY. Sementara dari sisi likuditas atau Loan to Deposit Ratio (LDR) masih terjaga di level 81% hingga kuartal I-2017.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News