Reporter: Christine Novita Nababan | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
JAKARTA. Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Ketenagakerjaan mengamini himbauan Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi agar tenaga kerja yang terkena Human Immunodeficiency Virus dan Acquired Immune Deficiency Syndrome (HIV/AIDS) mendapatkan fasilitas layanan kesehatan.
Namun, BPJS Ketenagakerjaan mensyaratkan, hanya risiko HIV/AIDS akibat kerja yang memperoleh fasilitas layanan kesehatan hingga sebesar Rp 20 juta per tahun. Artinya, fasilitas ini hanya diberikan kepada pekerja yang terkena HIV/AIDS selama statusnya bekerja. Sehingga, tidak berlaku untuk non pekerja.
Selain itu, “Penularan HIV/AIDS akibat jarum suntik tidak berlaku karena berarti pengguna narkoba,” imbuh Endro Sucahyono, Kepala Divisi Teknik BPJS Ketenagakerjaan ditemui kONTAN, Selasa (18/2).
Sekadar informasi, penularan HIV/AIDS terjadi melalui kontak darah. Ini bisa melalui hubungan seks bebas atau jarum suntik.
Operator Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) bidang ketenagakerjaan ini juga masih mengkaji untuk menerapkan fasilitas serupa bagi pekerja seks komersial (PSK).
Kendati demikian, upaya pemerintah melindungi OHIDA alias orang hidup dengan HIV/AIDS itu patut diacungi jempol, mengingat belum ada produk asuransi kesehatan yang menjamin risiko tersebut.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News