Reporter: Fitri Nur Arifenie, Tendi Mahadi | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
JAKARTA. Program wajib Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan bagi perusahaan akan berlaku 1 Januari 2015. Kendati tinggal menghitung hari, program iini masih menuai protes pengusaha dan perusahaan asuransi pun keberatan. Akar persoalannya ialah perusahaan asuransi dan BPJS belum mencapai kesepakatan mengenai skema koordinasi manfaat alias coordination of benefit (CoB).
Prinsip CoB BPJS Kesehatan adalah penyelarasan manfaat bila peserta BPJS Kesehatan membeli asuransi kesehatan dari asuransi lain. CoB ini penting karena saat ini banyak perusahaan yang lebih dulu menggunakan asuransi swasta bagi program jaminan kesehatan karyawannya. Nah, semula, banyak perusahaan asuransi berminat ikut CoB ini sehingga peserta asuransi otomatis bisa menjadi peserta BPJS Kesehatan.
Ada sekitar 30 perusahaan asuransi meneken koordinasi manfaat dengan BPJS. Masalahnya, BPJS menambahkan ketentuan baru yang menuai protes perusahaan asuransi.
Ahmad Fauzie Darwis, Ketua Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI), menyebutkan beberapa ketentuan kontroversial itu. Pertama, skema CoB hanya diperbolehkan untuk nasabah kumpulan (kolektif di perusahaan). Alhasil, asuransi swasta tak bisa memanfaatkan skema CoB ini untuk menjaring nasabah individu. Padahal, ada kelompok masyarakat yang menginginkan tambahan dari layanan dasar BPJS.
Kedua, alur pelayanan kesehatan. Nasabah asuransi kesehatan komersial harus mengikuti alur layanan kesehatan BPJS. Misalnya, harus meminta rujukan ke fasilitas kesehatan mitra BPJS, sebelum berobat ke rumah sakit mitra perusahaan asuransi. Ini tentu merepotkan.
Keempat, belum ada kejelasan porsi yang menjadi tanggungan BPJS dan asuransi swasta. "Kami diminta menurunkan premi, tapi kami juga minta porsi klaim yang proporsional," kata Ahmad kepada KONTAN, kemarin. Oleh karena itu, AAUI akan melayangkan surat kepada presiden yang berisi permintaan penundaan program wajib BPJS Kesehatan bagi badan usaha hingga tahun 2017. "Kami tidak anti-program BPJS," tandas Ahmad.
Shinta Widjaja Kamdani, Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) juga meminta penundaan hingga mekanisme koordinasi manfaat jelas. Tanpa CoB, manfaat yang diterima pekerja lebih rendah. Pengusaha pun merugi karena harus membayar dua premi jaminan kesehatan pekerjanya. Bila pemerintah tetap memaksakan, Apindo akan mengabaikan Perpres No 111/2013 tentang Jaminan Kesehatan.
"Kami memilih menghormati perjanjian kerja bersama dengan pekerja," ujar Shinta.
Purnawarman Basundoro, Direktur Hukum Komunikasi dan Hubungan Antar Lembaga BPJS Kesehatan mengatakan pihaknya tetap mengacu pada regulasi. Bisa saja ditunda jika perpres direvisi. "Kami sedang berkomunikasi dengan asuransi soal CoB," ujarnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News