Reporter: Lailatul Anisah | Editor: Handoyo .
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Isu Kenaikan iuran BPJS Kesehatan bergulir karena lembaga yang bertanggung jawab atas Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) ini berpotensi mengalami defisit keuangan capai Rp 20 triliun di tahun 2024.
Ekonom Senior Bright Institute Awalil Rizky menilai wacana kenaikan ini perlu dikaji kembali. Dirinya mengingatkan bahwa saat ini masyarakat juga dihadapkan dengan pelemahan daya beli. Sehingga kenaikan ini akan semakin memikul beban masyarakat.
"Saya berpendapat untuk kondisi tahun 2024 dan 2025 kemungkinan BPJS masih bisa bertahan tanpa kenaikan iuran," kata Awalil pada Kontan.co.id, Kamis (14/11)
Baca Juga: BPJS Kesehatan Pastikan Masih Sanggup Bayar Klaim Hingga Tahun 2025
Awalil mengatakan hingga tahun 2025, BPJS Kesehatan bisa mengandalkan aset neto miliknya yang kini mencapai kurang lebih Rp 50 triliun untuk membayar besaran klaim rumah sakit.
Skema lain yang bisa digunakan menurutnya memperbesar ruang subsidi dari APBN untuk menjaga keuangan BPJS Kesehatan dan tidak menggerus aset neto yang dimilikinya.
"Atau diberikan dengan skema pinjaman dari pos pembiayaan APBN saat ini," jelas Awalil.
Lebih dari itu, menurutnya kenaikannya bisa dilakukan pada tahun 2026 dengan mempertimbangkan kondisi ekonomi dan daya beli masyarakat di tahun itu.
Walau demikian, dirinya meminta pemerintah untuk melakukan kajian mendalam atas berbagai aspek keuangan BPJS. Beberapa skema juga perlu dipertimbangkan termasuk wacana menghapus kelas BPJS Kesehatan dan menggantinya dengan menerapkan Kelas Rawat Inap Standar (KRIS).
Sebelumnya, Direktur Utama BPJS Kesehatan Ali Ghufron Mukti berharap ada evaluasi iuran BPJS Kesehatan bagi masyarakat. Dirinya juga menilai evaluasi ini sudah menjadi amanat dari Peraturan Presiden (Perpres) No 59 Tahun 2024 tentang Jaminan Kesehatan.
Saya tidak bilang harus naik, tapi di Perpres 59 di sebutkan itu (evaluasi), artinya keputusannya pun bisa naik dan bisa tetap," kata Ghufron dijumpai di Gedung DPR RI, Rabu (13/11).
Baca Juga: Terancam Defisit Rp 20 Triliun, BPJS Kesehatan Berharap Tarif Iuran Dievaluasi
Ghufron sendiri ingin ada penyesuaian iuran yang disesuaikan dengan inflasi demi menjaga keuangan BPJS Kesehatan. Dirinya mengingatkan bahwa inflasi kesehatan merupakan salah satu inflasi yang tertinggi setiap tahunya.
Walau begitu, dirinya menyebut keputusan penetapan iuran BPJS Kesehatan sepenuhnya kewenangan pemerintah. Pun, jika tak ada kenaikan, dirinya telah menyiapkan beberapa skenario untuk menjaga keuangan BPJS kembali sehat.
"Banyak skenario yang disiapkan, tapi soal iuran penyesuaian tarif sudah diatur di Perpres 59/2024," ujarnya.
Selanjutnya: Saham Teknologi Mulai Pangkas Kerugian, Intip Catatan Analis untuk GOTO dan BELI
Menarik Dibaca: 2 Promo Hiburan 11.11 Wondr BNI Beli 1 Gratis 1 Tiket-Popcorn di CGV dan Cinepolis
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News