Reporter: Dina Mirayanti Hutauruk | Editor: Dina Hutauruk
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) menggunakan (SK) Code of Conduct Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) sebagai salah satu alat bukti dalam sidang perdana dugaan kesepakatan menentukan manfaat ekonomi pinjaman daring (pindar) pada sidang perdana dugaan karter bunga pindar pada 14 Agustus 2025.
Investigator KPPU Arnold Sihombing menyampaikan bahwa kesepakatan penetapan bunga pinjaman antaranggota AFPI menjadi bukti dugaan pelanggaran Pasal 5 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.
Menurutnya, kesepakatan itu tertuang dalam SK AFPI Tahun 2020 dan 2021 yang menjadi Code of Conduct bagi seluruh anggota. “SK AFPI tahun 2020 diatur bunga flat maksimum 0,8% per hari di SK AFPI Tahun 2021 terdapat aturan mengenai bunga dan biaya lain secara flat maksimum 0,4% per hari dan biaya keterlambatan maksimum 0,8% per hari,” jelasnya, Kamsi (14/8).
Baca Juga: Bantah Bersekongkol, AFPI Berharap Fintech Lending Berikan Bukti di Sidang KPPU
Menanggapi itu, Direktur Eksekutif Lembaga Kajian Persaingan dan Kebijakan Usaha Fakultas Hukum Universitas Indonesia (LKPU-FHUI) Ditha Wiradiputra menilai, langkah Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) yang menjadikan SK Code of Conduct AFPI sebagai alat bukti kesepakatan antarplatform tidak tepat secara hukum.
“Dari perspektif hukum, Code of Conduct umumnya bersifat sebagai pedoman perilaku dan etika, bukan sebagai perjanjian bisnis yang memiliki konsekuensi hukum langsung terhadap pelaku usaha. Terlebih, pedoman tersebut tidak membatasi atau mengurangi terjadinya persaingan di antara perusahaan,” kata Dhita
Ditha menegaskan, SK Code of Conduct tidak dapat dijadikan bukti adanya kesepakatan antarplatform untuk membatasi persaingan. Ia menjelaskan, penerapan Code of Conduct pada dasarnya dimaksudkan untuk mengatur standar operasional atau perilaku sesuai nilai dan prinsip tertentu. Oleh karena itu, penggunaan SK tersebut sebagai bukti persekongkolan dinilai keliru dan terkesan dipaksakan.
Baca Juga: KPPU Pecah Rekor, Gelar Sidang dengan 97 Pinjol jadi Terlapor Dugaan Kartel
Ia menegaskan bahwa duduk perkara harus dipahami secara tepat. Menurutnya, apabila surat keputusan tersebut dibuat untuk mengatur perilaku platform agar lebih baik dalam melayani konsumen, memperkuat tata kelola, dan memberi manfaat, maka seharusnya tidak perlu dipermasalahkan. Hal itu baru menjadi persoalan apabila pedoman tersebut justru mengurangi persaingan.
Ia menambahkan, fakta bahwa jumlah pelaku usaha di pasar cukup banyak menunjukkan persaingan masih ketat. “Selain itu, bila dibaca secara seksama, pedoman tersebut juga tidak memuat kesepakatan penetapan harga.” pungkasnya.
Selanjutnya: Promo HUT ke-80 RI Agustus 2025 di Gacoan, Gokana, Wingstop dan Bakmi GM
Menarik Dibaca: Cara Logout Akun Google Tanpa Menghapus Data di Ponsel Maupun Laptop,Cek di Sini
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News