CLOSE [X]
kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 2.364.000   21.000   0,90%
  • USD/IDR 16.748   19,00   0,11%
  • IDX 8.474   67,82   0,81%
  • KOMPAS100 1.175   10,03   0,86%
  • LQ45 857   8,05   0,95%
  • ISSI 296   2,12   0,72%
  • IDX30 446   3,49   0,79%
  • IDXHIDIV20 518   3,97   0,77%
  • IDX80 132   1,17   0,90%
  • IDXV30 136   0,80   0,59%
  • IDXQ30 143   1,18   0,83%

KPPU Gunakan SK AFPI sebagai Bukti Kartel Bunga, Ini Kata Ahli


Sabtu, 16 Agustus 2025 / 13:39 WIB
KPPU Gunakan SK AFPI sebagai Bukti Kartel Bunga, Ini Kata Ahli
ILUSTRASI. Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) resmi menggelar sidang perdana kasus dugaan kartel bunga di industri pinjaman online (pinjol) atau fintech peer to peer (P2P) lending pada Kamis (14/8)


Reporter: Dina Mirayanti Hutauruk | Editor: Dina Hutauruk

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU)  menggunakan (SK) Code of Conduct Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) sebagai salah satu alat bukti dalam sidang perdana dugaan kesepakatan menentukan manfaat ekonomi pinjaman daring (pindar) pada sidang perdana dugaan karter bunga pindar pada  14 Agustus 2025.

Investigator KPPU Arnold Sihombing menyampaikan bahwa kesepakatan penetapan bunga pinjaman antaranggota AFPI menjadi bukti dugaan pelanggaran Pasal 5 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. 

Menurutnya, kesepakatan itu tertuang dalam SK AFPI Tahun 2020 dan 2021 yang menjadi Code of Conduct bagi seluruh anggota. “SK AFPI  tahun 2020 diatur bunga flat maksimum 0,8% per hari di SK AFPI Tahun 2021 terdapat aturan mengenai bunga dan biaya lain secara flat maksimum 0,4% per hari dan biaya keterlambatan maksimum 0,8% per hari,” jelasnya, Kamsi (14/8).

Baca Juga: Bantah Bersekongkol, AFPI Berharap Fintech Lending Berikan Bukti di Sidang KPPU

Menanggapi itu, Direktur Eksekutif Lembaga Kajian Persaingan dan Kebijakan Usaha Fakultas Hukum Universitas Indonesia (LKPU-FHUI) Ditha Wiradiputra menilai, langkah Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) yang menjadikan SK Code of Conduct AFPI  sebagai alat bukti kesepakatan antarplatform tidak tepat secara hukum.

“Dari perspektif hukum, Code of Conduct umumnya bersifat sebagai pedoman perilaku dan etika, bukan sebagai perjanjian bisnis yang memiliki konsekuensi hukum langsung terhadap pelaku usaha. Terlebih, pedoman tersebut tidak membatasi atau mengurangi terjadinya persaingan di antara perusahaan,” kata Dhita 

Ditha menegaskan, SK Code of Conduct tidak dapat dijadikan bukti adanya kesepakatan antarplatform untuk membatasi persaingan. Ia menjelaskan, penerapan Code of Conduct pada dasarnya dimaksudkan untuk mengatur standar operasional atau perilaku sesuai nilai dan prinsip tertentu. Oleh karena itu, penggunaan SK tersebut sebagai bukti persekongkolan dinilai keliru dan terkesan dipaksakan.

Baca Juga: KPPU Pecah Rekor, Gelar Sidang dengan 97 Pinjol jadi Terlapor Dugaan Kartel

Ia menegaskan bahwa duduk perkara harus dipahami secara tepat. Menurutnya, apabila surat keputusan tersebut dibuat untuk mengatur perilaku platform agar lebih baik dalam melayani konsumen, memperkuat tata kelola, dan memberi manfaat, maka seharusnya tidak perlu dipermasalahkan. Hal itu baru menjadi persoalan apabila pedoman tersebut justru mengurangi persaingan. 

Ia menambahkan, fakta bahwa jumlah pelaku usaha di pasar cukup banyak menunjukkan persaingan masih ketat. “Selain itu, bila dibaca secara seksama, pedoman tersebut juga tidak memuat kesepakatan penetapan harga.” pungkasnya. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Tag


TERBARU

[X]
×