Reporter: Nina Dwiantika | Editor: Yuwono Triatmodjo
JAKARTA. Ini sebuah kabar gembira bagi para bankir. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) tengah menggodok aturan yang memungkinkan dana hasil penerbitan obligasi dan pinjaman bilateral diperhitungkan sebagai rasio pinjaman terhadap pendanaan atau loan to funding ratio (LFR).
Nurmala Damanik, Head Financial, Planning, Performance Management and Reporting Bank Internasional Indonesia (BII) mengatakan, tujuan memasukkan obligasi dan pinjaman bilateral sebagai simpanan dana selain deposito adalah agar likuiditas bank kian terjaga. Maklum, di tengah mengetatnya likuiditas, perbankan memerlukan dana jangka panjang untuk menyalurkan kredit.
Ia mengungkapkan, pada working group yang dilakukan perbankan dan OJK, regulator mempertimbangkan untuk menyetujui usulan tersebut. Namun, usulan itu harus diimbangi dengan memasukkan komponen surat utang yang dibeli perbankan ke dalam LFR. "Jika itu dipenuhi, tentunya akan sama saja seperti fungsi LDR, tapi memang itu lebih sehat karena menjadi seimbang," kata Nurmala, akhir pekan lalu.
Di sisi lain, perbankan memiliki sumber dana selain dari giro, tabungan dan deposito yang diperhitungkan dalam rasio pinjaman terhadap simpanan (LDR). Nah, dana obligasi dan pinjaman bilateral itu tidak diperhitungkan sebagai komponen perhitungan LDR.
Budi Satria, Sekretaris Perusahaan Bank Rakyat Indonesia (BRI) mengatakan, usulan tersebut berangkat dari adanya ketentuan batas atas LDR sebesar 92%. Bank yang memiliki LDR lebih dari angka tersebut akan kena penalti.
Bagi bank, pengenaan LFR tentu lebih memberikan kelonggaran dibandingkan LDR supaya bank tidak kena penalti. Selain itu, penggunaan LFR akan memberikan ruang yang cukup bagi bank untuk melakukan ekspansi kredit yang sehat karena masih terlindungi oleh total likuiditas yang dimiliki. "Apalagi likuiditas sedang ketat," katanya.
Para bankir mengharapkan, OJK dapat memenuhi usulan tersebut agar perbankan memiliki dana jangka panjang untuk membiayai kredit. Maklum, sebesar 70% simpanan dana pihak ketiga (DPK) adalah deposito, yang jangka waktu penyimpanannya pendek, sekitar 1-3 bulan.
Padahal, biaya yang dikeluarkan bank untuk simpanan deposito lebih mahal dibandingkan perolehan dana dari obligasi atau pinjaman. Misalnya, bank memberikan bunga deposito sebesar 10%-11%, sedangkan bunga obligasi sebesar 9%-10%. "Semoga dalam waktu dekat bisa dilaksanakan," kata Nurmala.
Eko Budiwiyono, Direktur Utama Bank DKI Jakarta juga menilai, LFR lebih realistis karena memasukkan dana non-DPK yang selama ini tidak dimasukkan dalam perhitungan LDR. Apalagi, sumber pendanaan untuk penyaluran kredit tidak hanya dari DPK, tetapi juga dari obligasi, modal sendiri, pasar uang, dan pinjaman dalam bentuk yang lain. "LDR rasanya juga tidak relevan lagi dikaitkan dengan denda GWM," tukasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News