Reporter: Selvi Mayasari | Editor: Herlina Kartika Dewi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) merilis pembatalan tanda bukti terdaftar delapan fintech lending karena penyelenggara tersebut mengembalikan tanda terdaftar.
Kedelapan fintech tersebut adalah PT Arga Berkah Sejahtera (Argapro), PT Berkah Kelola Dana (KASPIA), PT Danon Digital Nusantara Danon), PT Mitra Pendanaan Mandiri (Mitra P2P Lending), PT Amanah Karyananta Nusantara (Mopinjam), PT Digilend Mobile Nusantara (Digilend), PT Digital Yinshan Technology (LadangModal), dan PT Finlink Technology Indonesia (Rupiah One).
Kepala Departemen Pengawasan Industri Keuangan Non-Bank (IKNB) 2B OJK Bambang W. Budiawan menyatakan, sesuai ketentuan yang berlaku, mereka mempertimbangkan opsi mengembalikan status terdaftar untuk selanjutnya ditindaklanjuti OJK dengan menerbitkan surat pembatalan status terdaftarnya.
Langkah ini dipilih ketimbang opsi lain yakni OJK yang membatalkan status terdaftarnya secara otomatis, sesuai ketentuan. Sebab, dua opsi tersebut mengandung konsekuensi yang berbeda.
Baca Juga: Fintech Terus Menjadi Lokomotif Saluran Kredit Bank
"Beberapa alasan yang mengemuka kenapa mereka mengembalikan antara lain, selama berstatus terdaftar, dari aspek bisnis mengalami permasalahan untuk meningkatkan volume bisnis, realisasi tidak sesuai dengan rencana bisnis/model bisnis dan tingginya pembiayaan bermasalah namun diselesaikan yg bertentangan dengan ketentuan," ungkap Bambang kepada kontan.co.id, Kamis (20/5).
Sementara itu, dari aspek keuangan, menurut Bambang mereka mengalami kerugian dan bahkan ekuitas sudah negatif, leverage yang tinggi, dan penyelesaian permasalahan laporan keuangan, terutama permodalan, yang berlarut-larut.
Dari aspek infrastruktur, keandalan sistem dan informasi yang terlambat diatasi meskipun dari sisi jangka waktu sudah cukup panjang.
Terakhir, kelengkapan dokumen, secara umum cukup banyak yang tidak terpenuhi meskipun waktu untuk menyiapkannya cukup panjang.
"Ini bukan masalah melanggar atau tidak melanggar tetapi memenuhi atau tidak memenuhi persyaratan sebagaimana diatur dalam ketentuan. Patut diingat bahwa aplikan (terdaftar atau berijin) P2PL diasumsikan kan sudah paham sebelumnya mengenai syarat dan ketentuan dalam POJK 77," ujar Bambang.
Bambang menjelaskan, dalam hal ini, berdasarkan observasi dan monitoring, cukup banyak dari mereka yang tidak fokus ke dokumen administratif namun mengalokasikan waktunya ke pengembangan bisnis.
"Padahal, di industri jasa keuangan, proses perizinan kelembagaan, harus dilakukan secara paralel. Harapannya kepada P2PL yang mengembalikan status terdaftar tersebut, di waktu yang akan datang, menjadi lessons learnt mengenai kekurangan-kekurangannya dan memperbaikinya segera ketika berminat kembali utk bergabung di industri P2PL ini," katanya.
Menurutnya, opsi pertama yang secara sukarela mengembalikan status terdaftar masih terbuka peluang untuk mengajukan status izin (tanpa ada tahapan terdaftar) setelah kebijakan moratorium dicabut sedangkan opsi yang kedua maka di waktu yang akan datang permohonannya tidak dapat diproses lebih lanjut. ( incentives & disincentives policy).
OJK meyebut, sampai dengan 4 Mei 2021, total jumlah penyelenggara fintech peer-to-peer (P2P) lending terdaftar dan berizin tersisa 138 perusahaan. Jumlah ini berkurang dari bulan sebelumnya yang mencapai 146 penyelenggara, karena terdapat 8 pembatalan tanda bukti terdaftar fintech lending karena penyelenggara tersebut mengembalikan tanda terdaftar.
Di samping itu, terdapat penambahan 1 penyelenggara fintech lending berizin yaitu PT Lumbung Dana Indonesia atau Lumbundana dari laman lumbungdana.co.id. Dengan demikian, jumlah penyelenggara fintech lending berizin dan terdaftar menjadi 138 penyelenggara, dengan rincian 57 penyelenggara berizin, dan 81 penyelenggara terdaftar.
"Langkah ke depan untuk berupaya di industri jasa keuangan sesederhana apapun model bisnisnya, mereka harus siap semua aspek, seperti bisnis, hukum dan administratif serta keuangan dan IT. Dalam konteks: licensed financial institutions. Salah satu nya karena aspek customer (lender, investor) protection sangat penting," kata Bambang.
Sementara itu, Ketua Asosiasi Fintech Pendanaan Indonesia (AFPI) Adrian Gunadi menyatakan, pihaknya telah mendapatkan informasi tersebut dan keputusan OJK telah berdiskusi bersama AFPI.
Baca Juga: OJK masih godok aturan mengenai merger fintech lending
Memang sesuai dengan regulasi yang ada dalam POJK 77 Tahun 2016 bahwa penyelenggara Fintech Pendanaan yang telah mendapatkan tanda terdaftar wajib mengajukan status berizin paling lambat satu tahun sejak bukti terdaftar didapatkan.
"Selanjutnya jika dalam jangka waktu tersebut belum mengajukan perizinan, maka terdapat kemungkinan pembatalan tanda terdaftar oleh OJK. AFPI sendiri terus mendorong anggota penyelenggara untuk meningkatkan kapabilitas bisnisnya dan mendapat tanda izin usaha sehingga diharapkan mampu memperkuat industri Fintech Pendanaan semakin kredibel, kokoh, transparan dan menutup celah fintech ilegal," jelas Adrian.
Adrian menyebut, sesuai dengan informasi OJK bahwa saat ini AFPI telah memiliki 57 penyelenggara yang berizin dari seluruh ketegori pendanaan baik produktif, multiguna, dan syariah.
"Kami senantiasa terus mendukung seluruh anggota kami untuk terus meningkatkan kapasitas diri dan naik kelas dari terdaftar menjadi berizin. Kami terbuka untuk berdiskusi di asosiasi dan working group di mana semua anggota AFPI diwajibkan untuk ikut serta mengingat insight yang tepat muncul dari hasil kerja working group ini," ujar Adrian.
Selanjutnya: Makin semarak, perbankan kian rajin berkolaborasi dengan pemain fintech lending
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News