Reporter: Dina Mirayanti Hutauruk | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kemajuan teknologi digital yang pesat belakangan telah mengubah perilaku manusia di dalam berbagai aspek kehidupan.
Di sektor jasa keuangan, beragam model bisnis dan mekanisme kerja baru bermunculan, mulai dari financial technology (fintech), bigtech, bank digital, hingga aset digital seperti kripto.
Kehadiran model bisnis baru ini mendorong persaingan makin ketat. Bank konvensional yang harusnya hanya berhadapan dengan bank digital, kini bank juga harus bersaing dengan fintech ataupun bigtech.
Tentu hal ini akan membentuk ekosistem baru di sektor jasa keuangan, serta akan mengubah peta persaingan dan landskap industri jasa keuangan di masa depan.
Teknologi digital mampu membuat entitas bisnis makin efektif dan efisien dalam bisnis dan operasionalnya, serta memberikan manfaat kenyamanan, kecepatan, dan kemudahan transaksi dan pelayanan bagi konsumen.
Namun, kemajuan yang pesat juga diiringi oleh maraknya kejahatan siber (cyber crime) yang makin canggih.
Digitalisasi layanan perbankan memang berkembang dengan pesat, dipercepat oleh pandemi Covid-19. Bank-bank terus bersaing dalam meningkatkan layanan demi memenuhi kebutuhan nasabah yang terus berubah.
Namun, Direktur Digital dan Teknologi Informasi Bank BRI Arga M Nugraha mengatakan, perkembangan digitalisasi ini perlu disikapi dengan hati-hati karena tingkat maturitas yang berbeda dari setiap lapisan masyarakat.
Ada yang sudah terliterasi dengan baik sehingga lebih mudah didorong untuk beralih ke digital, namun juga ada yang belum terliterasi.
Baca Juga: Penyidik OJK Serahkan 20 Pekara Kasus Sektor Jasa Keuangan
“Sebagai bank akan berupaya untuk membangun layanan digital yang lebih baik dan sesuai dengan variasi dari para nasabah. Dengan besarnya serta tersebarnya secara geografis nasabah kami, sehingga kami tetap mengedepankan pendekatan yang kami sebut hybrid bank,” ujarnya dalam Webinar, Rabu (25/1).
Dengan pendekatan ini, perubahan-perubahan ke arah digital telah terjadi pada nasabah bank BRI. Arga bilang, itu tercermin dari data saat ini dimana 98,41% transaksi nasabah BRI sudah dilakukan di channel digital dan hanya 1,59% masih dilakukan melalui kantor cabang.
Arga mengatakan, ada tiga fokus yang dilakukan BRI dalam menerapkan digitalisasi, yakni sustainability, governance, dan interest of our customers.
Sementara itu, Komisaris Independen Bank Raya sekaligus Co-Founder Sayurbox Rama Notowidigdo membeberkan tantangan bagi digital banking adalah membangun ekosistem dalam pengembangan bisnis.
Menurutnya, diperlukan koneksi dari berbagai merchant dalam melakukan pembayaran oleh digital banking dalam membangun ekosistem
Namun, Bank Indonesia (BI) telah memberi dukungan dengan menghadirkan sistem pembayaran yang mempermudah kolaborasi.
“Saat ini juga sudah ada QRIS, yang akan mempermudah digital bank masuk dan berpartner dengan ekosistem dibandingkan membangun ekosistem sendiri,” kata Rama.
Meskipun sudah ada pembayaran QRIS dalam mempermudah transaksi, butuh waktu lama bagi bank membangun ekosistem. Alhasil bank digital lebih memilih menempel dengan ekosistem yang sudah ada dan tidak ingin membangun ekosistem sendiri agar lebih cepat.
Baca Juga: Bisnis Fintech Syariah Tumbuh Tinggi Sepanjang Tahun 2022
“Walaupun sudah ada tools menggunakan QRIS yang jauh lebih simpel, tapi harus tetap membangun transaksi, membangun merger dan akuisisi, nah ini akhirnya banyak digital bank yang maunya nempel dengan ekosistem contoh Aladin nempel dengan Alfamart dan sebagainya,” lanjutnya.
Perkembangan digitalisasi yang semakin marak dan persaingan yang begitu ketat juga memacu Bank Mandiri untuk mengembangkan dan meningkatkan layanan digital baik di segmen retail maupun wholesale.
Untuk mendukung transformasi digital di segmen ritel, Bank Mandiri telah meluncurkan Livin Financial Superapp.
“Kami mengintegrasikan seluruh financial services, juga dengan urban lifestyle ecosystem dalam satu aplikasi, jadi dalam hal desainnya Livin didesain sebagai sebuah journey,” ungkap Direktur Information Technology Bank Mandiri, Timothy Utama.
Menurutnya, fokus utama dari peluncuran Livin Financial Superapp tersebut adalah untuk membangun kapabilitas para nasabah dari kebiasaan yang konvensional menuju ke digital. Ia bilang, hingga alhir 2022, Livin sudah diunduh lebih dari 20 juta.
Timothy meyakini bahwa nasabah terus memerlukan pengalaman atau fitur dari kehandalan produk Bank Mandiri, sehingga perlu adanya penguatan dalam kapabilitas, realibilitas, ketersediaan, dan keamanan.
“Untuk itu saya menjalankan terus IT kami dalam hal modernisasi teknologi di jaringan keamanan dan juga back end kami secara end to end kami akan terus bertumbuh dan berinovasi dan dapat bertumbuh secara sustainable,” ungkapnya.
Kepala Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Institute Agus Sugiarto menilai, perkembangan digital yang begitu pesat, telah memunculkan pemain-pemain baru di industri seperti fintech dan juga aset-aset digital dalam bentuk aset kripto.
Baca Juga: BI: Proof of Concept Rupiah Digital akan Meluncur di Pertengahan 2023
Hal tersebut, tentu harus menjadi concern setiap pihak dan pemangku kebijakan yang ada. Literasi dan perlindungan konsumen menjadi hal penting untuk terus didorong dan ditingkatkan di masa mendatang.
Teknologi digital yang terus tumbuh, mendorong adanya transisi dari physical contactful menjadi physical contactless. "Perubahan tersebut telah mengubah persaingan di industri jasa keuangan," kata Agus.
Untuk mengetahui perkembangan digital di industri keuangan dalam negeri, Agus Sugiarto pun meluncurkan buku berjudul “Digitalisation: Changing the World of Financial Industry”. Buku ini merupakan seri kedua setelah penerbitan buku pertama yang berjudul “Mengenal Ekonomi Digital” sebagai dasar untuk lebih mengenal tentang ekonomi digital.
Dalam buku Digitalisation: Changing the World of Financial Industry, akan mengulas lebih dalam mengenai ekonomi digital khususnya di sektor keuangan. Latar belakang dari penerbitan buku ini adalah karena adanya transformasi digital di sektor keuangan yang merubah seluruh sistem industri keuangan.
“Saya telah menulis buku yang kedua mengenai dampak terhadap digitalisasi terhadap industri keuangan. Di dalam buku ini saya menulis berbagai macam artikel-artikel baru yang terkait dengan transformasi digital, munculnya pemain-pemain baru di industri fintech dan juga munculnya aset-aset digital dalam bentuk aset kripto,” ujar Agus.
Selain itu, beragam analisis mengenai transformasi digital dan bagaimana memenangkan persaingan di era digital akan diulas lebih tajam di dalam buku ini.
"Di dalam buku ini saya menyajikan perubahan tersebut telah mengubah persaingan di industri jasa keuangan, sehingga patut dibaca oleh Bapak/Ibu semua dan saya yakin buku ini sangat menarik dan bida memberikan tambahan informasi maupun sajian sajian dan tren kedepan yang akan terjadi di industri keuangan,” pungkas Agus.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News