kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45985,97   -4,40   -0.44%
  • EMAS1.249.000 2,21%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Disebut ada lobi AS, BI tegaskan tidak akan revisi aturan pelonggaran GPN


Senin, 07 Oktober 2019 / 15:08 WIB
Disebut ada lobi AS, BI tegaskan tidak akan revisi aturan pelonggaran GPN
ILUSTRASI. Logo Bank Indonesia


Reporter: Ferrika Sari | Editor: Yudho Winarto

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Bank Indonesia (BI) menegaskan tidak akan melakukan pelonggaran aturan Gerbang Pembayaran Nasional (GPN) dan tetap mengharuskan pemain kartu pembayaran asing yang masuk ke Indonesia mempunyai partner lokal.

Hal ini juga menjadi klarifikasi BI terhadap pemberitaan Reuters, bahwa pejabat perdagangan Amerika Serikat (AS) atas permintaan Mastercard dan Visa melobi Indonesia agar memudahkan dua kartu kredit asing tersebut bisa leluasa beroperasi di tanah air.\

Baca Juga: Disebut ada lobi AS terkait GPN, BI mengaku masih fokus atur kartu debit dan QRIS

“Jadi pertanyaannya, kami tidak akan merevisi aturan yang sudah ada di GPN. Perusahaan switching yang memproses transaksi di Indonesia tetap 80% saham lokal dan 20% asing demi melindungi pemain domestik,” kata Direktur Departemen Kebijakan Sistem Pembayaran BI Erwin Haryono, di Jakarta, Senin (7/10).

Menurutnya, BI bukan anti-asing tetapi menginginkan semua transaksi harus diproses di domestik dan kebijakan ini bukan hanya terjadi di Indonesia tetapi juga di negara lain.

BI mempersilahkan Mastercard bekerja sama dengan mitra lokal dan itu sudah dilaksanakan.

Baca Juga: Pemerintah AS melobi Indonesia demi memuluskan bisnis Mastercard dan Visa

“Mastercard sudah berkolaborasi dengan salah satu penyelenggara di Indonesia, dan itu tinggal tunggu waktu saja. Kalau tidak salah mereka sudah mengumumkannya, berarti sudah [kerja sama],” tambah Erwin.

Meskipun BI telah menetapkan kepemilikan asing 20%, tapi kondisi di lapangan justru berbeda. BI masih menemukan perusahaan switching yang berasal 51% lokal dan 49% asing. Pihaknya tak menafikan bahwa biaya investasi teknologi mahal dan perusahaan domestik terbebani soal itu sehingga bisa mengganjal perkembangan bisnis.

“Kami belum sampai keputusan apakah akan merelaksasi aturan atau tidak. Sekarang dalam pikiran kami yang terpenting pemain domestik punya andil dalam pengendalian perusahaan tapi itu masih jauh,” ungkapnya.

Baca Juga: Pemerintah AS melobi Indonesia demi memuluskan bisnis Mastercard dan Visa

Dengan kondisi tersebut, bank sentral tetap menginginkan sebuah sistem pembayaran yang terkontrol. Masih banyak kebijakan besar yang mesti dilakukan, khususnya untuk mendukung lima visi Sistem Pembayaran Indonesia (SPI) 2025.

Salah satunya terkait pengembangan retail payment. Desain pengembangan sistem pembayaran retail ke depan secara keseluruhan mengarah pada penyelenggaraan secara real time, seamless, tersedia 24/7 dengan tingkat keamanan dan efisiensi yang lebih tinggi melalui fast payment, optimalisasi Gerbang Pembayaran Nasional (GPN) dan pengembangan unified payment interface.

Baca Juga: Bisnis Pembayaran BBCA dan BMRI Digerus Tekfin

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×