Reporter: Ramadhani Prihatini | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
JAKARTA. Keputusan pemerintah untuk tak lagi memberikan suntikan dana untuk Penyertaan Modal Negara (PMN) kepada Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan, mendorong badan usaha ini harus memperbaiki kinerja keuangannya.
Saat ini, sebagai ganti PMN, pemerintah memilih untuk memberikan dana bantuan menambal defisit berdasarkan kinerja BPJS Kesehatan untuk menagih tunggakan iuran. Tak hanya itu, Kementerian Keuangan (Kemkeu) juga menantang BPJS Kesehatan untuk efisiensi.
Menyikapi hal itu, Staf Ahli Bidang Komunikasi Publik BPJS Kesehatan Irfan Humaidi menyatakan pihaknya sudah mempersiapkan sejumlah strategi untuk meningkatkan kolektibilitas iuran peserta dari berbagai segmen.
Yang pertama, melakukan penagihan ke Peserta Bukan Penerima Upah (PBPU) dengan memperluas jaringan saluran pembayaran. Saat ini, baru ada 440.000 titik, dan Irfan bilang BPJS Kesehatan akan memperbanyak titik tersebut.
Yang kedua, untuk korporasi yang kolektibilitas iurannya tak bagus, BPJS Kesehatan mengusulkan agar yang bersangkutan tak mendapatkan layanan publik seperti Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP).
"Kami akan mengusulkan pemberian sanksi publik dengan pihak yang mengeksekusi adalah pemerintah daerah," kata Irfan pada KONTAN, Minggu (30/7).
Untuk efisiensi biaya operasional internal, Irfan klaim, BPJS Kesehatan sudah berhasil menekannya pada tahun ini. Tahun 2017, biaya operasional BPJS Kesehatan hanya 5% dari iuran program Jaminan Kesehatan yang telah diterima setiap bulan.
"Dana operasional atau kebutuhan yang memiliki daya ungkit peserta, memang sudah turun dari tahun ke tahun," pungkasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News