Reporter: Ferrika Sari | Editor: Wahyu T.Rahmawati
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Menghadirkan aplikasi yang andal, pamor bank digital terus melejit. Hal ini terlihat dari pertumbuhan dana pihak ketiga (DPK) dan penyaluran kredit bank digital.
PT Bank Jago Tbk (ARTO) misalnya, mampu mencatatkan pertumbuhan kredit 491% yoy menjadi Rp 5,37 triliun pada 2021. DPK juga meningkat 357% yoy mencapai Rp 3,68 triliun, dan bank juga berhasil mengakhiri rugi berkepanjangan dengan mencetak laba Rp 86,02 miliar.
Direktur Utama Bank Jago, Kharim Siregar menyebut, perusahaan bahkan sempat merugi dalam lima tahun terakhir. Tercatat rugi Bank Jago mencapai Rp 189,56 miliar pada 2020.
Baca Juga: Optimistis, Bank Jago Proyeksi Kredit Naik 40% di Tahun Ini
"Bank Jago masih mengalami kerugian karena kami investasi di tahun 2020. Sementara pendapatan sangat-sangat minim karena neraca, lending dan funding juga masih sangat kecil," kata Kharim, Jumat (11/3).
Namun keadaan berbalik pada 2021. Bank yang sebelumnya bernama Bank Artos Indonesia ini berhasil mengantongi laba bersih Rp 86,02 miliar. Nilai itu lebih tinggi dari laba sebelum pajak sebesar Rp 9,13 miliar.
"Kenapa laba sebelum pajak bisa lebih kecil, dalam neraca rugi secara perpajakan itu kami bisa caring power, artinya kami nggak perlu bayar pajak meskipun kita untung, sampai kerugian itu bisa tertutupi," imbuh Kharim.
Dengan pencapaian itu, Bank Jago menargetkan penyaluran kredit tumbuh di kisaran 30%-40% pada 2022. Perusahaan akan menambah partner strategis seperti fintech lending, multifinance dan institusi keuangan lain untuk mencapai target tersebut.
Baca Juga: Upaya Perbankan Terus Memperkuat Layanan Bisnis Digital
Tak mau kalah, PT Allo Bank Indonesia Tbk (BBHI) juga berhasil kantongi laba Rp 196,86 miliar per Desember 2021. Laba meningkat signifikan dari realisasi tahun sebelumnya yakni sebesar Rp 37,01 miliar.
Diikuti peningkatan jumlah kredit, DPK dan aset pada 2021. Untuk tahun ini, perusahaan akan memanfaatkan ekosistem CT Group dan investor strategis Allo Bank lain sebagai kekuatan dalam menjalankan bisnisnya sebagai bank digital.
Chairul Tanjung sebagai ultimate shareholder BBHI melalui Mega Corpora menyebut, bahwa dengan ekosistem yang luas itu, Allo Bank menargetkan bisa memiliki 10 juta pelanggan pada tahun pertama sejak aplikasi tersebut diluncurkan.
"Target market kami bukan hanya milenial tetapi tetapi semua segmen. Target kami, satu minggu pertama setelah peluncuran bisa mencapai 1 juta pengguna dan satu tahun pertama 10 juta customer. Membidik customer tidak dilakukan secara paksaan tetapi dengan insentif seperti berbelanja di Transmart dapat diskon," jelas Chairul Tanjung.
Baca Juga: Bank Digital Masih Berlomba Mencari Nasabah
Sementara itu, PT Bank Neo Commerce Tbk (BBYB) masih menanggung kerugian Rp 642,80 miliar pada Desember 2021. Kerugian menurun menjadi Rp 159,98 miliar pada Januari 2022.
Meski demikian kinerja kredit meningkat dari Rp 3,66 triliun pada 2020 menjadi Rp 4,08 triliun di 2021. Selain itu DPK dan aset perusahaan juga ikut naik, masing-masing menjadi Rp 7,42 triliun dan Rp 8,48 triliun.
Pada tahun 2022, Bank Neo akan memperkenalkan lebih banyak produk wealth management untuk memenuhi kebutuhan investasi para nasabahnya, di antaranya reksadana, saham, asuransi, emas dan produk lainnya.
"Kami akan menyediakan platform komunikasi yang interaktif di aplikasi neobank dengan memberikan konten-konten investasi dan pengelolaan keuangan untuk nasabah wealth management," terang Direktur Utama Bank Neo Commerce, Tjandra Gunawan.
Baca Juga: Pemain Fintech Terus Perluas Penyaluran Pinjaman ke Luar Jawa
Sementara itu, pemain lain seperti Bank Raya, Aladin Syariah dan BCA Digital masih telan kerugian pada tahun lalu. Walaupun begitu, BCA Digital sukses menorehkan pertumbuhan kredit, DPK dan aset. Khusus Bank Raya, kinerjanya cenderung merosot sepanjang 2021.
Tahun ini bank digital masih terus berbenah untuk tingkatkan kinerja bisnis. Di sisi lain, kondisi fundamental saham mereka tetap menarik dibahas.
Analis Pilarmas Investindo Sekuritas Okie Ardiasta menyarankan bahwa dalam menilai saham bank digital tidak fokus pada valuasi saat ini. Dari sisi valuasi, harga bank digital memang sangat premium.
"Jika bicara bank digital, investor akan melihat prospek dalam masa depan. Kami melihat tren perbankan ke depan akan erat kaitannya dengan teknologi, sehingga pertumbuhan perbankan ke depan dapat cukup kuat," kata Okie.
Baca Juga: Layanan Perbankan di Metaverse Masih Terbentur Keterbatasan Regulasi
Dalam memilih saham bank digital, Okie menyarankan investor untuk dapat mencermati strategi dari manajemen dalam hal ekspansi dan juga cara mereka mendapatkan Dana Pihak Ketiga (DPK).
Menurutnya, hal tersebut tentu dapat dijadikan acuan guna melihat prospek mereka di masa depan. Saat ini, Okie lebih merekomendasikan beli untuk saham Bank Jago (ARTO) dengan target harga Rp 17.350 per saham.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News