Reporter: Laurensius Marshall Sautlan Sitanggang | Editor: Handoyo .
Beberapa bank kecil yang dihubungi Kontan.co.id menjelaskan, bahwa dalam kondisi pandemi ini perbankan memang cenderung mengurangi tekanan pada dana mahal alias deposito. Asal tahu saja, bank-bank kecil memang mayoritas mengandalkan deposito sebagai sumber pendanaan, berbeda dengan bank BUKU III dan IV yang punya opsi pendanaan lebih beragam.
Direktur Utama PT Bank Ina Perdana Tbk (Bank Ina) Daniel Budirahayu misalnya bilang bahwa pada periode Desember 2019 hingga Juni 2020 memang ada penurunan DPK perseroan sekitar 5% (year to date/ytd). Menurutnya, hal itu memang sengaja dilakukan perseroan guna mengurangi dana mahal.
Baca Juga: Ekonom: Perbankan Indonesia dinilai mampu hadapi hantaman pandemi
Lagipula, likuiditas perseroan diakuinnya masih cukup. Ditambah lagi, di situasi pandemi, permintaan kredit memang tidak terlalu banyak. "Ini memang untuk menjaga cost of fund kami," terangnya kepada Kontan.co.id, Selasa (25/8).
Dia pun mengatakan, sampai saat ini perseroan tidak merasakan adanya persaingan perebutan dana deposito. Sebab, mayoritas bank di Tanah Air memang sedang aktif mengurangi biaya dana dalam rangka tren penurunan pendapatan bunga karena adanya relaksasi kredit. Catatan saja, per Juni 2020 posisi CoF Bank Ina ada di level 5,9%.
Ada juga PT Bank Mayora yang mengatakan saat ini DPK memang masih tumbuh. Merujuk laporan keuangan perseroan, per Juni 2020 total DPK sudah menembus Rp 5,84 triliun. Masih naik dari periode setahun sebelumnya Rp 4,32 triliun atau tumbuh 35,18% yoy. "DPK di Bank Mayora masih tumbuh. Memang kalau saya lihat bank saat ini banyak mengurangi dana mahal dan fokus ke dana murah," ujar Presiden Direktur Bank Mayora Irfanto Oeij.
Kendati demikian, sampai akhir tahun pihaknya memang memperkirakan pertumbuhan DPK tidak akan semasif semester I 2020. Bank milik taipan ini hanya mematok target DPK di kisaran 2%-3% saja.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News