kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.520.000   -13.000   -0,85%
  • USD/IDR 16.200   0,00   0,00%
  • IDX 7.066   -30,70   -0,43%
  • KOMPAS100 1.055   -6,75   -0,64%
  • LQ45 830   -5,26   -0,63%
  • ISSI 215   0,27   0,12%
  • IDX30 424   -2,36   -0,55%
  • IDXHIDIV20 513   -0,30   -0,06%
  • IDX80 120   -0,79   -0,65%
  • IDXV30 124   -1,30   -1,04%
  • IDXQ30 142   -0,32   -0,23%

DPLK tetap optimis meski ada jaminan pensiun BPJS


Rabu, 29 Januari 2014 / 19:24 WIB
DPLK tetap optimis meski ada jaminan pensiun BPJS
Umbu TW Pariangu, Dosen FISIP Universitas Nusa Cendana, Kupang


Reporter: Christine Novita Nababan | Editor: Hendra Gunawan

JAKARTA. Kekhawatiran pelaku industri Dana Pensiun Lembaga Keuangan (DPLK) akan kehadiran program jaminan pensiun oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) terjawab sudah. Aktivitas usaha pengelolaan dana pensiun oleh lembaga keuangan ini dinilai masih akan mekar, meski program pemerintah resmi berjalan tahun depan.

Optimisme ini bukan isapan jempol, mengingat jaminan pensiun oleh BPJS merupakan produk dasar. Sementara, produk jaminan pensiun lembaga keuangan diyakini lebih bervariasi. “Selain itu, pemberi kerja punya kewajiban sesuai UU Ketenagakerjaan yang mengatur pesangon. Ini jelas harus dibayar,” ujar Ricky Samsico, Ketua Bidang Humas Asosiasi DPLK kepada KONTAN, Rabu (29/1).

Nah, untuk memenuhi kewajiban pesangon tersebut, lanjut dia, pemberi kerja memiliki opsi untuk ikut program pemerintah, lembaga keuangan atau pun mengelola dana itu sendiri. Bahkan, bisa saja kalau ingin mengikuti keduanya demi memenuhi tuntutan pesangon.

Namun, dilemanya, jika pemberi kerja mengelola dana itu sendiri, maka akan dihitung sebagai aset perusahaan. Sehingga, akan dikenakan pajak kekayaan. Berbeda halnya jika dikelola oleh lembaga keuangan. “Kalau kami yang kelola kan bebas biaya,” terang Ricky.

Karena, keunggulannya ini, industri DPLK mengaku, tidak takut bersaing dengan program pemerintah. Hingga akhir tahun lalu, dana kelolaan industri DPLK membukukan pertumbuhan 13% atau menjadi Rp 29 triliun (un-audited). Pertumbuhan ini memang melambat jika dibandingkan dengan tahun 2012 yang tembus 19%, yakni menjadi Rp 25,5 triliun dari Rp 21,3 triliun di 2011.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU

[X]
×