kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45923,49   -7,86   -0.84%
  • EMAS1.319.000 -0,08%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Ekonom: Wacana pengalihan fungsi OJK terlalu emosional


Kamis, 17 September 2020 / 06:51 WIB
Ekonom: Wacana pengalihan fungsi OJK terlalu emosional


Reporter: Laurensius Marshall Sautlan Sitanggang | Editor: Wahyu T.Rahmawati

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Belakangan ini, rencana pengambilalihan fungsi pengawasan perbankan dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) ke Bank Indonesia (BI) kembali bergaung. Pasalnya, hal tersebut memang tengah menjadi topik pembahasan revisi undang-undang (RUU) Nomor 22 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia yang diusulkan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan Pemerintah. 

Berdasarkan draf RUU itu, ada beberapa pasal yang menyebut peran BI dan OJK. Misalnya, pasal 34 ayat 1, yang menjelaskan bahwa tugas pengawasan yang selama ini dilakukan oleh OJK dialihkan kepada BI.

Masih dalam revisi UU BI tersebut, dijelaskan pula bahwa pengalihan tugas pengawasan bank dilaksanakan selambat-lambatnya pada 31 Desember 2023. Proses pengalihan dilakukan secara bertahap setelah syarat-syarat terpenuhi. Antara lain meliputi infrastruktur, anggaran, personalia, struktur organisasi, sistem informasi, sistem dokumentasi, dan berbagai peraturan pelaksanaan berupa perangkat hukum serta dilaporkan kepada DPR.

Baca Juga: Terkait reformasi Perppu sistem keuangan, begini kata DPR

Menanggapi hal itu, beberapa ekonom pun menyayangkan hal tersebut. Menurut Direktur Riset CORE Indonesia, Piter Abdullah wacana pengalihan tersebut hanya merupakan bentuk emosional saja. Antara lain dipicu oleh penilaian pemerintah terhadap kinerja OJK yang dianggap tidak sesuai harapan dan berkontribusi kecil selama masa pandemi. "Adanya (wacana) dewan moneter dan pengambilalihan pengawasan itu bentuk emosional, karena tidak sesuai harapan pemerintah dalam menghadapi masa di tengah krisis," ujar Piter dalam webinar yang digelar Infobank, Selasa (15/9) lalu. 

Dia menambahkan, upaya tersebut merupakan tindakan yang terlalu terburu-buru dan tidak ideal dilakukan dalam kondisi perlambatan ekonomi akibat Covid-19 yang terjadi secara global. 

Baca Juga: Sri Mulyani angkat bicara soal omnibus law sektor keuangan

Di samping itu, wacana tersebut tentunya berbenturan dengan pernyataan Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) yang menyebut saat ini kondisi keuangan masih terpantau baik dan stabil. "Setiap triwulan menyatakan (lembaga keuangan) stabil, pada ujungnya menyatakan OJK dan BI gagal. Jadi tidak konsisten. BI sudah melaksanakan tugasnya, begitupun OJK," sambungnya. 

Padahal sejatinya, pembentukan OJK sebagai lembaga pengawas sektor jasa keuangan satu pintu merupakan hasil pembelajaran dari krisis sebelumnya yakni krisis moneter 1998 lalu. Kala itu, pemerintah menyadari bahwa diperlukan pengawasan yang terintegrasi untuk mencegah terjadinya krisis akibat perlambatan di sektor jasa keuangan. Walhasil, pemerintah melakukan reformasi sistem keuangan dengan memperkuat fungsi bank sentral dan membentuk OJK serta Lembaga Penjamin Simpanan (LPS). 

Pun, sejauh ini keputusan tersebut berdampak positif, tercermin dari kondisi industri keuangan Tanah Air yang relatif stabil walau diterpa krisis kesehatan alias pandemi. 

Selanjutnya: Independensi BI Dikekang, Pelaku Pasar Pilih Hengkang

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
EVolution Seminar Supply Chain Management on Sales and Operations Planning (S&OP)

[X]
×