Reporter: Dina Mirayanti Hutauruk | Editor: Herlina Kartika Dewi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Tekanan pandemi Covid-19 yang menghambat ekspansi kredit dan ditambah dengan meningkatkan beban yang harus ditanggung bank telah menekan margin bunga bersih atau net interest income (NIM) tahun 2020.
Sejumlah bank memperkirakan tekanan NIM ini kemungkinan masih akan berlanjut tahun ini karena kondisi ekonomi diprediksi belum akan sepenuhnya pulih.
Berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan (OJK), NIM bank umum konvensional per Oktober 2020 ada di level 4,41%, turun dari 4,91% pada akhir 2019. Penurunan suku bunga acuan yang sudah mencapai 1,25% sepanjang 2020 membuat pendapatan bunga bank semakin menurun.
Tahun lalu, OJK meminta sudah meminta perbankan turunkan NIM agar bunga kredit bisa lebih rendah sehingga bisa mendorong pemulihan ekonomi. OJK menilai sangat wajar jika NIM turun di tengah situasi perlambatan ekonomi.
Berlanjutnya tekanan NIM tersebut salah satunya diprediksi PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BRI). "Kami perkirakan kinerja NIM tahun ini masih akan mengalami tekanan seiring kondisi ekonomi yang belum sepenuhnya pulih," kata Haru Koesmahargyo, Direktur Keuangan BRI kepada Kontan.co.id, Rabu (6/1).
Baca Juga: Tren Margin Bunga Bersih Masih Akan Turun, Bank Memacu Pendapatan Berbasis Komisi
Pandemi Covid-19 telah menekan kinerja BRI sepanjang tahun 2020. Bank pelat merah ini hanya mampu mencatat NIM 5,76%, turun dari 6,98% pada akahir 2019. Sampai ujung tahun 2020, Haru memperkirakan NIM perseroan ada dikisaran 5,7%.
Dengan masih tertekannya NIM tahun ini, BRI akan mendorong pendapatan berbasis biaya dan komisi atau fee based income untuk meningkatkan kinerja, memperbaiki kualitas kredit, dan melakukan efisiensi operasional. Sementara untuk ekspansi kredit akan difokuskan ke segmen Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM).
Dengan langkah-langkah itu, Haru memperkirakan kinerja BRI akan membaik tahun ini walaupun NIM belum akan kembali ke posisi pada masa sebelum Covid-19. Untuk penyaluran kredit, BRI menargetkan bisa tumbuh 6%-7% dan penghimpunan Dana Pihak Ketiga (DPK) diproyeksi tumbuh 8%-9%.
Sementara menurut Presiden Direktur PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) Jahja Setiaatmadja, sulit memprediksi tren NIM. Ia menjelaskan, margin bunga bersih terjadi karena kombinasi antara volume kredit dan suku bunga per jenis-jenis kredit.
"Bunga kredit tidak satu angka. Tren bunga kredit bisa saja ada yang tetap atau menurun. Bunga kredit yang selesai restrukturisasi bisa saja naik. Jadi susah memprediksi NIM ini," ujar.
Meski sulit diprediksi, BCA menargetkan NIM sama atau bisa lebih rendah dari tahun 2020. Per September 2020, NIM BCA berada di level 5,8% atau turun 0,4% dari periode yang sama tahun sebelumnya.
Tahun ini, BCA memasang target kredit cukup konservatif yakni sekitar 4%-6%. Jahja bilang, proyeksi pertumbuhan kredit itu dipasang dengan asumsi target pemerintah melakukan vaksinasi covid-19 terhadap 100 juta penduduk Indonesia bisa dicapai pada bulan Juni 2021.
Jika target itu tercapai, BCA memproyeksikan kondisi aktivitas perekonomian mulai Juli hingga Desember sudah bisa normal sekitar 90%. "Tetapi kalau program vakasinasi ini mundur dan ekonomi masih seperti sekarang, proyeksi penyaluran kredit mungkin bisa 4% ke bawah saja," katanya.
PT Bank Woori Saudara Tbk (BWS) juga memperkirakan NIM tahun ini kemungkinan masih akan tertekan tergantung kondisi likuiditas di pasar yang akan mempengaruhi DPK perbankan.
Sementara untuk menjaga laba tahun ini, Sadhana Priatmadja Direktur BWS mengatakan, perseroan akan fokus meningkatkan pendapatan non bunga dan mendorong peningkatakan dana murah.
Selanjutnya: Kredit lesu, bank perbesar fee based income lewat digital banking
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News