kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.927.000   10.000   0,52%
  • USD/IDR 16.295   -56,00   -0,34%
  • IDX 7.312   24,89   0,34%
  • KOMPAS100 1.036   -2,36   -0,23%
  • LQ45 785   -2,50   -0,32%
  • ISSI 243   1,24   0,51%
  • IDX30 407   -0,78   -0,19%
  • IDXHIDIV20 465   -1,41   -0,30%
  • IDX80 117   -0,14   -0,12%
  • IDXV30 118   -0,08   -0,07%
  • IDXQ30 129   -0,58   -0,45%

Faktor Risiko Naik, Perbankan Meningkatkan Standar Penyaluran Kredit


Minggu, 20 Juli 2025 / 10:18 WIB
Faktor Risiko Naik, Perbankan Meningkatkan Standar Penyaluran Kredit
ILUSTRASI. BI menilai, salah satu penyebab melambatnya pertumbuhan kredi perbankan adalah lantaran bank tengah meningkatkan standar penyaluran kredit. (KONTAN/Baihaki)


Reporter: Vatrischa Putri Nur | Editor: Herlina Kartika Dewi

KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Penyaluran kredit perbankan tumbuh sebesar 7,77% secara tahunan alias year-on-year (yoy) pada Juni 2025. Pertumbuhan penyaluran kredit ini melambat dari pertumbuhan Mei 2025 yang sebesar 8,43% (yoy). 

Bank Indonesia (BI) menilai, salah satu penyebab melambatnya pertumbuhan kredi perbankan adalah lantaran bank tengah meningkatkan standar penyaluran kredit (lending standard).

PT Bank Central Asia Tbk. atau BCA turut mengomentari hal ini. BCA melihat bahwa kinerja industri perbankan akan sejalan dengan kondisi perekonomian.

Dengan kondisi perekonomian saat ini, EVP Corporate Communication & Social Responsibility BCA Hera F. Haryn membeberkan bahwa BCA mempertimbangkan berbagai hal ketika akan menyalurkan kredit ke sektor-sektor potensial, misalnya kondisi perekonomian domestik, global, serta potensi bisnis calon debitur.

Baca Juga: Pemangkasan BI Rate Belum Cukup Cukup Menekan Bunga Kredit

Meskipun begitu, penyaluran kredit BCA tercatat tumbuh positif. Per Mei 2025, kredit BCA secara bank only tumbuh secara sehat, sebesar 11,8% YoY mencapai Rp 924 triliun.

"Pertumbuhan kredit BCA yang solid diiringi dengan biaya dana yang stabil. Franchise transaksi BCA yang andal, yang didukung kepercayaan nasabah terhadap BCA sebagai bank pilihan utama, dapat menghasilkan dana CASA berbiaya rendah," paparnya kepada Kontan, Sabtu (19/7).

Hera menambahkan, brand equity BCA juga turut memperkokoh ketahanan posisi likuiditas BCA yang solid. Pihaknya juga memiliki solusi proaktif dalam menghindari peningkatan kredit bermasalah atau Non-Performing Loan (NPL).

Di sisi lain, PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten, Tbk atau Bank BJB menyampaikan bahwa pihaknya melihat risiko penyaluran kredit perbankan masih cukup menantang.

Direktur Keuangan Bank BJB Hana Dartiwan menyebut tantangan ini terletak pada kondisi suku bunga acuan yang masih tinggi, ketatnya likuiditas perbankan, serta daya beli masyarakat yang belum sepenuhnya pulih.

"Penurunan BI rate 25 bps pada RDG terakhir menjadi angin segar, walapun sepertinya sektor usaha masih wait and see dalam merespons dinamika makroekonomi terkini, baik di tingkat nasional maupun global," papar Hani.

Dalam Rapat Dewan Gubernur (RDG) BI terakhir juga mencatat bahwa selain peningkatan lending standard, salah satu penyebab penyaluran kredit melesu di Juni 2025 ini ialah bank cenderung menempatkan pada surat-surat berharga.

Hana menyampaikan bahwa penempatan dana pada instrumen surat berharga sendiri menjadi strategi perbankan untuk tetap menjaga stabilitas pendapatan bunga sehingga mendapatkan margin yang lebih sehat.

Meski demikian, Bank BJB sendiri tetap berkomitmen untuk mendorong pertumbuhan kredit secara terukur, dengan selektif terhadap sektor ekonomi prioritas yang masih resilient untuk memenuhi prinsip kehati-hatian.

Baca Juga: Kredit Melaju Pelan, BI Sentil Bank yang Lebih Suka Taruh Dana di Surat Berharga

Sependapat, Direktur Kepatuhan PT Bank Oke Indonesia Tbk (DNAR) atau Ok Bank Efdinal Alamsyah menyampaikan bahwa pengetatan lending standard oleh perbankan, antara lain disebabkan oleh kondisi makroekonomi, ketidakpastian geopolitik, pelemahan permintaan kredit, dan potensi kenaikan NPL.

Selain itu juga ada perubahan perubahan strategi portfolio asset, dimana bank lebih memilih surat berharga (misalnya SBN) karena lebih aman dibandingkan menyalurkan kredit.

"Dan juga bank memilih lebih konservatif dalam mengelola risiko kredit dengan menyalurkan kredit ke sektor yang lebih rendah risikonya," katanya.

Ia mengatakan bahwa kondisi saat ini bakal mendorong bank untuk menerapkan manajemen risiko yang lebih ketat dengan menaikkan standar credit underwriting, misal terkait penilaian sektor usaha yang lebih selektif, penyesuaian Risk Acceptance Criteria (RAC), pengetatan syarat agunan, penilaian Debt Service Ratio (DSR) dan proyeksi cashflow yang lebih konservatif.

Presiden Direktur PT Bank CIMB Niaga Tbk (BNGA) Lani Darmawan mengatakan bahwa pengetatan lending standard di bank bakal selaras dengan peningkatan faktor risikonya, ini sejalan dengan konsep kehati-hatian atau prudential yang diampu bank.

"Saya rasa ini bukan soal pengetatan yang luar biasa, tetapi bank biasanya akan melihat apakah faktor risiko meningkat sehingga proses kredit di perketat. Sesuai dengan konsep prudential," terang Lani.

Berkebalikan dengan realisasinya, sebelumnya, berdasarkan survei Bank Indonesia pada April 2025, perbankan memperkirakan standar penyaluran kredit (lending standard) justru akan semakin longgar di kuartal II-2025. Namun, realisasinya kini justru mengalami pengetatan.

Kepala Ekonom Bank Permata Josua Pardede memperkirakan hal ini terjadi sebab bank yang tampaknya mengantisipasi potensi peningkatan risiko kredit akibat perlambatan pertumbuhan ekonomi, turunnya aktivitas konsumsi domestik, serta dampak dari ketidakpastian global terutama dari kebijakan tarif Amerika Serikat.

"Perbankan juga lebih memilih mengalokasikan likuiditas yang ada ke instrumen surat berharga seperti SBN, karena memberikan imbal hasil yang menarik dan lebih aman di tengah kondisi ekonomi yang belum pasti," jelasnya.

Selain itu, walaupun Bank Indonesia telah memangkas suku bunga acuan (BI Rate) menjadi 5,25%, transmisi ke suku bunga kredit masih belum optimal karena kekhawatiran perbankan terhadap risiko kredit yang cenderung meningkat dalam kondisi perekonomian saat ini.

Beberapa faktor yang menjadi alasan bank memperketat standar penyaluran kredit antara lain adalah, pertumbuhan ekonomi global yang lemah, terutama akibat kebijakan tarif perdagangan AS yang baru, akan meningkatkan risiko kredit di sektor-sektor tertentu, khususnya sektor yang bergantung pada ekspor.

Kemudian indikator-indikator sektor riil seperti Real Sales Index yang melemah, serta konsumsi domestik yang belum pulih sepenuhnya, menyebabkan bank memprediksi kemampuan debitur dalam memenuhi kewajiban kredit akan menurun.

Secara khusus, menurut catatan Josua, industri bank memperkuat standar kredit di beberapa segmen, yakni pertama Kredit Kendaraan Bermotor (KKB). Pengetatan ini didorong oleh penurunan tajam permintaan kredit di segmen ini, yang tercermin dari nilai Saldo Bersih Tertimbang (SBT) negatif sebesar -13,72% pada triwulan I-2025, dan prospek pemulihan yang masih lemah pada triwulan berikutnya.

Kedua ialah Kredit Konsumsi Non-KPR. Dia mencatat bahwa segmen kartu kredit, multiguna, dan kredit tanpa agunan (KTA) juga mengalami penurunan permintaan, yang mencerminkan kekhawatiran bank terhadap kemampuan membayar dari konsumen, seiring dengan melemahnya konsumsi rumah tangga secara keseluruhan.

Ketiga kredit ke sektor berorientasi ekspor akibat kehati-hatian bank akan dampak kebijakan tarif Trump. Terakhir, keempat yakni kredit modal kerja dan investasi pada sektor-sektor berisiko tinggi terutama seperti real estate, jasa persewaan, dan sektor-sektor yang mengalami tekanan permintaan domestik secara signifikan.

Pengamat perbankan Moch Amin Nurdin mengatakan, kehati-hatian bank dalam melakukan penyaluran kredit juga disebabkan oleh kondiri NPL dan Loan at Risk (LAR) industri yang belum sepenuhnya turun.

"Bank harus memperketat supaya kredit tumbuh lebih sehat, aset produktifnya lebih berkualitas dan bank mampu menjaga NIM (Net Interest Margin), laba dan modal," katanya.

Menurutnya saat ini bank tengah berhati-hati dalam menyalurkan kredit ialah kepada sektor UMKM dan juga Komersial.

Selanjutnya: Head Over Heels hingga Law and The City, Cek Drakor Rating Tertinggi Saat Ini

Menarik Dibaca: Promo Pepper Lunch Special Deals dengan OVO Juli 2025, Cashback sampai Rp 30.000

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×