Reporter: Ferry Saputra | Editor: Ignatia Maria Sri Sayekti
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Tingkat kredit macet di industri keuangan non bank berpotensi meningkat seusai Lebaran, termasuk di sektor perusahaan pembiayaan, fintech peer to peer (P2P) lending, dan Buy Now Pay Later (BNPL) perusahaan pembiayaan. Faktor utamanya karena masih tingginya permintaan pembiayaan.
Sejatinya, potensi peningkatan kredit macet di sejumlah sektor usaha seusai Lebaran sudah diwanti-wanti Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Terkait hal itu, Kepala Eksekutif Pengawas Lembaga Pembiayaan, Perusahaan Modal Ventura, Lembaga Keuangan Mikro dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya OJK Agusman menyampaikan hal tersebut berkaca pada fakta tahun lalu dengan membandingkan posisi April 2024 dan Maret 2024.
"Dengan melihat tren tersebut, diperkirakan juga terjadi peningkatan permintaan pembiayaan BNPL oleh perusahaan pembiayaan dan fintech lending menjelang Lebaran tahun ini. Namun, diharapkan akan lebih terkendali agar tidak menimbulkan peningkatan Non Performing Financing (NPF) ke depan," ungkapnya dalam konferensi pers RDK OJK, Selasa (4/3).
Baca Juga: Permintaan Pay Later Meningkat Jelang Lebaran 2025, Risiko Kredit Macet Juga Naik
Jika menilik tren yang terjadi pada momen Lebaran 2024, pembiayaan industri fintech P2P lending mengalami kenaikan 24,16% Year on Year (YoY) per April 2024. Pertumbuhan tersebut lebih tinggi dibanding kenaikan per Maret 2024 yang sebesar 21,85% YoY.
Menanjaknya permintaan pembiayaan itu juga mengerek angka kredit bermasalah atau TWP90 industri P2P lending. Dari periode April 2024 ke Mei 2024, anga TWP90 fintech lending meningkat dari 2,79% menjadi 2,91%. Pada bulan berikutnya, TWP90 menunjukkan tren penurunan.
Berdasarkan data terbaru, TWP90 fintech lending per Januari 2025 sebesar 2,52% atau membaik jika dibandingkan dengan posisi Desember 2024 yang sebesar 2,60%.
Untuk BNPL atau paylater pada momen Lebaran tahun lalu, outstanding pembiayaan per April 2024 meningkat sebesar 31,45% YoY. Pertumbuhannya lebih tinggi dibanding periode Maret 2024 yang tumbuh 23,90% YoY.
Dari sisi kualitas pembiayaan, NPF gross BNPL perusahaan pembiayaan per Mei 2024 berada di level 3,22%, kemudian menurun menjadi 3,07% per Juni 2024, lalu kembali turun menjadi 2,82% per Juli 2024.
Potensi meningkatnya angka NPF gross BNPL perusahaan pembiayaan seusai Lebaran sebenarnya sudah bisa dilihat dari bulan-bulan sebelumnya, yang mana terus-menerus mengalami tren kenaikan.
Baca Juga: Pegadaian Sebut Kredit Macet akan Naik Jelang Lebaran, Ini Penyebabnya
Berdasarkan data OJK, NPF gross BNPL perusahaan pembiayaan per Agustus 2024 sebesar 2,52%, kemudian menjadi 2,6% per September 2024, lalu menjadi 2,76% per Oktober 2024, naik menjadi 2,92% per November 2024, lalu menyentuh 2,99% per Desember 2024.
Data terbaru per Januari 2025 mencatat, NPF gross BNPL perusahaan pembiayaan mencapai 3,37%. Artinya, ada peningkatan 0,38% dibandingkan bulan sebelumnya.
Potensi adanya peningkatan NPF usai Lebaran juga bisa terjadi di sektor perusahaan pembiayaan. Menilik data pada tahun lalu, OJK mencatat NPF gross perusahaan pembiayaan per Maret 2024 sebesar 2,45%, kemudian menanjak per April sebesar 2,82%, lalu menurun per Mei 2024 sebesar 2,77%.
Meningkatnya angka NPF tersebut bisa dilihat tak terlepas dari angka piutang pembiayaan multifinance yang masih terbilang tinggi berada di kisaran dobel digit. OJK mencatat nilai piutang pembiayaan pada Maret 2024 tumbuh 12,17% YoY, kemudian tumbuh 10,82% YoY pada April 2024.
Berdasarkan data terbaru, NPF gross perusahaan pembiayaan atau multifinance per Januari 2025 sebesar 2,96%. Angka itu memburuk, jika dibandingkan bulan sebelumnya yang mencapai 2,70%. Adapun piutang pembiayaan perusahaan multifinance sebesar Rp 504,33 triliun per Januari 2025 atau tumbuh 6,04% secara YoY.
Menanggapi tingginya fenomena meningkatnya NPF BNPL perusahaan pembiayaan, pengamat sekaligus Direktur Ekonomi Digital Center of Economic and Law Studies (Celios) Nailul Huda mengatakan makin tinggi pertumbuhan penyaluran BNPL dan fintech lending, maka makin tinggi juga peluang kenaikan NPF. Oleh karena itu, dia bilang ada potensi peningkatan kredit macet BNPL dan fintech lending sesuai Lebaran.
"Terlebih, BNPL perusahaan pembiayaan dan fintech lending juga mempunyai pasar yang underbanked, potensi kenaikan NPF tentu ada," ungkapnya kepada Kontan, Jumat (4/4).
Nailul memperkirakan potensi gagal bayar atau kenaikan NPF kemungkingan masih akan meningkat ke depannya, seiring dengan masih tingginya permintaan terhadap layanan BNPL dan fintech lending. Terlebih, adanya periode Ramadan dan Lebaran.
Nailul menerangkan tren peningkatan biasanya akan terjadi pasca Lebaran, 2 sampai 3 bulan kemudian. Setelah itu, akan kembali turun pada pertengahan tahun.
Sementara itu, Ketua Umum Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) Entjik Djafar sempat menyampaikan adanya potensi kenaikan cukup tajam terkait permintaan pinjaman saat Ramadan dan Lebaran. Hal itu juga berpotensi mengerek kredit macet seusai Lebaran.
"Peningkatan terjadi untuk dua-duanya baik produktif dan konsumtif," katanya kepada Kontan.
Untuk menekan tingkat kredit macet, Entjik menyampaikan penyelenggara tentu perlu melakukan strategi jitu. Dia bilang strateginya, yakni perlunya memperketat algoritma pada learning machine, khususnya risk mitigation.
"Artinya, penilaian kelayakan kredit lebih diperketat lagi," ujarnya.
Dari sisi penyelenggara BNPL, PT Indodana Multi Finance (Indodana Finance) menerapkan sejumlah strategi menekan angka kredit macet untuk layanan BNPL atau paylater. Direktur Indodana Finance Iwan Dewanto mengatakan salah satu strateginya, yakni mengedepankan pendekatan proaktif dalam menjaga kualitas kredit, serta menerapkan sistem credit scoring yang prudent dan selektif.
"Kami juga menerapkan analisis kredit berbasis data yang lebih ketat, meningkatkan sistem pengendalian manajemen risiko yang komprehensif, serta melakukan edukasi kepada pengguna agar lebih bijak dalam memanfaatkan layanan BNPL disesuaikan dengan tingkat kemampuan finansial," ucapnya kepada Kontan, Sabtu (29/3).
Baca Juga: Jurus Maucash Antisipasi Peningkatan Kredit Macet Selama Ramadan
Selain itu, Iwan mengatakan Indodana juga memperluas kerja sama dengan merchant terpercaya dan menerapkan notifikasi atau pengingat pembayaran untuk membantu pengguna mengelola cicilan dengan lebih baik.
Dengan langkah-langkah itu, pihaknya optimistis dapat menjaga rasio Non Performing Financing (NPF) tetap terkendali dan memastikan pertumbuhan bisnis dapat berjalan secara sehat dan berkelanjutan. Lebih lanjut, Iwan mengeklaim bahwa tingkat rasio NPF Indodana Paylater saat ini masih jauh di bawah batas ambang yang ditetapkan OJK di level 5%.
Selain itu, perusahaan pembiayaan PT CIMB Niaga Auto Finance (CNAF) juga memiliki strategi jitu untuk menekan angka kredit macet agar tak membengkak, terutama usai Lebaran. Presiden Direktur CNAF Ristiawan Suherman tak memungkiri adanya potensi kredit bermasalah atau NPF akan meningkat karena adanya momentum Lebaran.
Secara historis, dia bilang rasio NPF multifinance akan meningkat karena adanya momentum tersebut. Peningkatan itu terjadi akibat masyarakat mengalami kesulitan untuk melakukan kewajiban dalam membayar angsuran. Oleh karena itu, Ristiawan mengatakan pihaknya berupaya untuk menekan kredit macet, salah satunya dengan mengimbau nasabah untuk melakukan pembayaran angsuran melalui fasilitas WhatsApp atau telepon.
"Strategi kami dalam menjaga angka NPF agar tetap baik adalah dengan menerapkan metode risk based pricing di mana penentuan suku bunga kepada nasabah ditentukan berdasarkan tingkat risiko," kata Ristiawan kepada Kontan, Kamis (27/3).
Pada Februari 2025, Ristiawan menyampaikan angka NPF CIMB Niaga Auto Finance sebesar 1,3%. Angka tersebut lebih baik dari tren industri pada Januari 2025 yang sebesar 2,96%.
Baca Juga: Waspada, Risiko Kredit Macet Perbankan Bisa Naik Pasca Lebaran 2025
Selanjutnya: Awas! Indonesia Bisa Kembali Terjerumus ke Krisis Ekonomi Tahun 1998
Menarik Dibaca: Anda Enggak Mau Boros Terus? Coba 7 Cara Melacak Pengeluaran Bulanan Ini
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News