kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45898,78   -24,72   -2.68%
  • EMAS1.326.000 0,00%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Financial Planner Proyeksikan Industri Fintech P2P Lending Bangkit Tahun Ini


Rabu, 10 Januari 2024 / 08:25 WIB
Financial Planner Proyeksikan Industri Fintech P2P Lending Bangkit Tahun Ini
ILUSTRASI. Investor perlu memastikan untuk berinvestasi pada perusahaan P2P lending yang memiliki izin dan diawasi oleh OJK.


Reporter: Ferry Saputra | Editor: Wahyu T.Rahmawati

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Industri fintech peer to peer (P2P) lending dihadapkan sejumlah permasalahan pada 2023. Tetapi perencana keuangan memproyeksikan industri fintech lending akan bangkit pada tahun ini.

Financial Planner Certified Financial Planner (CFP) Fennicia Auliantika menyebut hal itu dipicu pandemi Covid-19 yang telah usai berganti status dan era suku bunga tinggi diprediksi akan menurun seusai The Fed mengeluarkan nada dovish

"Untuk sisi konsumen, perlindungan akan lebih kuat seiring dengan telah diluncurkannya road map fintech P2P lending 2023 oleh OJK," ucapnya kepada Kontan.co.id, Selasa (2/1).

Mengenai prospek menanamkan investasi lewat fintech P2P lending pada 2024, Fennicia mengatakan imbal hasil (return) diperkirakan akan masih tinggi pada kuartal awal 2024. Namun, kata dia, masih akan lebih menarik daripada investasi di instrumen lain dengan tenor yang sama. 

Baca Juga: OJK: 20 Perusahaan Pinjol Belum Penuhi Modal Minimum Rp 2,5 Miliar

Meskipun demikian, dia bilang akan ada risiko kredit akibat keterlambatan atau tidak dibayarnya pokok dan bunga dari peminjam karena beberapa faktor, seperti Covid-19 yang masih meningkat di akhir tahun lalu.

Fennicia memprediksi imbal hasil akan menurun mulai Februari 2024 sehingga akan memperlambat bisnis. Selain itu, risiko lainnya, yaitu adanya eskalasi geopolitik di Timur Tengah, keberlangsungan bisnis yang didanai, hingga regulasi batasan suku bunga pinjol pada 2024 sehingga menurunkan potensi imbal hasil yang tinggi untuk investor.

Oleh karena itu, Fennicia mengimbau para investor untuk memastikan berinvestasi pada perusahaan P2P lending yang memiliki izin dan diawasi oleh OJK. Jika memilih berinvestasi pada P2P lending yang ilegal, keamanan data tidak akan terjamin. 

"Lain halnya untuk P2P Lending yang telah berizin dan diawasi OJK ke depannya akan memperbaiki layanan serta keamanan untuk meningkatkan kepercayaan konsumen yang selaras dengan Roadmap Pengembangan Dan Penguatan Layanan Pendanaan Bersama Berbasis Teknologi Informasi (LPBBTI) 2023–2028 oleh OJK," ujarnya.

Mengenai sektor yang menarik untuk berinvestasi di fintech P2P lending, Fennicia mengatakan menarik atau tidaknya sebenarnya tergantung pada kondisi perekonomian tahun ini, preferensi risiko, tujuan investasi, dan pemahaman akan sektor-sektor yang dituju. Dia menyebut ada beberapa sektor yang dapat dipertimbangkan untuk berinvestasi pada tahun depan.

Baca Juga: OJK Temukan 13 Perusahaan Pinjol Belum Turunkan Batas Maksimum Bunga Pinjaman

Salah satunya kesehatan, mengingat tingkat Covid-19 masih naik turun serta terdapat varian baru yang masuk Indonesia sehingga produsen alat medis masih dapat meningkatkan penjualan. Selain itu, perdagangan ritel atau UMKM, yang mana daya beli masyarakat meningkat pada tahun politik.

Sementara itu, Fennicia menerangkan potensi imbal hasil akan sangat bervariasi tergantung pada risiko bisnis, jangka waktu, tingkat suku bunga pasar, dan lainnya. 

"Mempertimbangkan tahun depan memasuki tahun politik, maka tingkat imbal hasil diproyeksikan akan masih berada dalam rentang 10%-18%," katanya.

Fennicia menyampaikan ada sejumlah faktor positif yang akan mendorong bisnis usaha-usaha yang dibiayai di P2P lending di 2024. Salah satu faktornya, yakni tahun pemilu, yang mana banyak dana kampanye dan belanja pemilu membuat beberapa bisnis mendapatkan penghasilan lebih daripada tahun sebelumnya. Ditambah regulasi pembatasan atau penurunan suku bunga pinjol membuat bisnis yang dibiayai P2P lending memiliki kemampuan untuk mengambil pinjaman guna ekspansi.

"Selain itu, inflasi yang terjaga dengan sasaran 2,5% plus minus 1% pada 2024 akan membuat sektor produksi dan konsumsi yang stabil," terangnya.

Baca Juga: Pertumbuhan DPK Konsisten Melambat, OJK Beri Penjelasan

Adapun faktor negatif yang harus dicermati, yakni tekanan geopolitik akibat konflik Ukraina-Rusia dan Palestina-Israel akan menjadi dampak bagi perekonomian dunia, terutama dari sisi ekspor dan impor, serta meningkatnya harga energi dan komoditas. Dari sisi teknologi dan keamanan, akan menjadi hal penting karena menyangkut kerentanan peretasan data dari serangan siber. Ditambah perubahan kebijakan pemerintah, termasuk berkaitan dengan pasangan calon capres dan cawapres yang memiliki visi misi berbeda sehingga akan memengaruhi bisnis.

Oleh karena itu, Fennicia mengatakan penting untuk memahami risiko-risiko dan melakukan riset mendalam bagi para investor sebelum berinvestasi. Dia bilang perlu juga mengetahui cara platform mengelola risiko, kebijakan dalam menangani peminjam yang gagal membayar, dan memiliki rencana cadangan untuk menghadapi kemungkinan terburuk.

Dia juga mengimbau agar investor bisa mempertimbangkan tingkat imbal hasilnya dan jangan tergiur tingginya imbal hasil tanpa mengetahui risiko.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
EVolution Seminar Supply Chain Management on Sales and Operations Planning (S&OP)

[X]
×