kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45935,34   -28,38   -2.95%
  • EMAS1.321.000 0,46%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Fintech lending boleh lakukan restrukturisasi pinjaman, AFPI: Bisa tekan risiko


Kamis, 14 Januari 2021 / 18:59 WIB
Fintech lending boleh lakukan restrukturisasi pinjaman, AFPI: Bisa tekan risiko
ILUSTRASI. AFPI menilai, kebijakan OJK yang membolehkan fintech melakukan restrukturisasi pinjaman, bisa menekan risiko.


Reporter: Maizal Walfajri | Editor: Khomarul Hidayat

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memberikan izin restrukturisasi pinjaman kepada pelaku financial technology (fintech) peer to peer lending (P2P) yang terdampak Covid-19. Sebelumnya, OJK sudah lebih dahulu mempersilakan perbankan dan multifinance melakukan restrukturisasi utang kepada nasabah.

Ketentuan itu tertuang dalam POJK Nomor 58/POJK.05/2020 Tentang Perubahan Atas Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 14/POJK.05/2020 Tentang Kebijakan Countercyclical Dampak Penyebaran Coronavirus Disease 2019 bagi Lembaga Jasa Keuangan Non-Bank.

Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) mengakui, pandemi Covid-19 telah memberikan dampak bagi industri fintech P2P lending. Terutama menimbulkan kekhawatiran dengan adanya peningkatan risiko dalam penyaluran kredit.

Aturan baru yang dikeluarkan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengenai restrukturisasi pinjaman, diharapkan dapat menjadi solusi untuk menekan risiko tersebut.

Baca Juga: Lindungi konsumen, Industri P2P lending minta payung hukum lebih kuat ke DPR

"Pada dasarnya kami senantiasa mendukung kebijakan baru yang dikeluarkan oleh OJK dengan tujuan untuk menjaga pertumbuhan industri fintech pendanaan dan inklusi keuangan serta meningkatkan kualitas industri fintech pendanaan,” ujar Kepala Humas AFPI Andi Taufan Garuda Putra kepada Kontan.co.id pada Kamis (14/1).

Kendati demikian, keputusan menerima atau menolak pengajuan keringanan kredit ini, berada di tangan pemberi pinjaman (lender). Perusahaan fintech sebagai penyelenggara hanya menyampaikan kepada para pemilik lender.

“Itu semua tergantung kepada persetujuan lender dan bukan kewenangan fintech pendanaan oleh karena transaksi pinjaman telah disepakati oleh akad perjanjian pinjam meminjam antara peminjam dengan pemberi pinjaman sebelumnya,” jelas Andi.

Kekhawatiran peningkatan risiko pinjaman bermasalah sebenarnya bukanlah hal baru. Lantaran peyelenggara fintech P2P lending telah mengadopsi sistem credit scoring yang disesuaikan dengan performa UMKM saat ini. Credit scoring fintech pendanaan bergerak dinamis menyesuaikan profil peminjam dan pendana terkini.

“Sehingga tingkat wanprestasi pengembalian pinjaman (TWP) 90 hari di industri fintech P2P lending semakin membaik. AFPI juga memfasilitasi penyelenggara fintech pendanaan dengan layanan Fintech Data Center (FDC) yang dapat menjadi acuan bersama untuk meniminalisir pengajuan pinjaman kualitas rendah,” tambahnya.

Andi melanjutnya, anggota AFPI berupaya untuk terus melayani dan menyalurkan pendanaan khususnya kepada sektor UMKM di tengah pandemi. Lantaran permodalan sangat dibutuhkan untuk melanjukan kembali roda perekonomian UMKM.

Selain itu, AFPI menilai secara makro aktivitas UMKM mulai pulih kembali. Di 2021, AFPI sangat optimis seiring dengan pemulihan ekonomi, kualitas penyaluran fintech pendanaan juga akan semakin membaik.

Berdasarkan data yang AFPI himpun hingga tanggal 6 Oktober 2020, terdapat 87 platform yang menerima pengajuan restrukturisasi dari borrower. Dari jumlah platform tersebut sebanyak 173.351 akun telah difasilitasi dan disetujui pihak lender dengan total nominal Rp537,9 miliar.

Sebelumnya pada 9-14 Mei 2020 sebanyak 674.068 akun nasabah di industri perusahaan fintech sudah mendapatkan program keringanan kredit dari masing-masing perusahaan.

Mengenai kategori peminjam yang mendapatkan restrukturisasi, fintech P2P lending hanya memfasilitasi permohonan restrukturisasi dari peminjam dengan melakukan penilaian dan analisa kelayakan atas permintaan restrukturisasi pinjaman borrower atau peminjam lalu mengusulkan ke lender.

Pada umumnya pinjaman yang sebelum pandemi berstatus lancar namun performance pembayaran turun setelah pandemi, yang akan kami fasilitasi permohonan restrukturisasinya.

“Jadi penyelenggara fintech pendanaan akan memisahkan mana mitra yang benar-benar kena imbas pandemi dan mana yang memang sudah peminjam dengan kualitas tidak baik. Dalam keputusan menerima atau menolak pengajuan keringanan kredit ini, keputusan terakhir berada ditangan lender,” imbuh Andi.

Selanjutnya: Ini batas maksimal restrukturisasi pinjaman P2P lending yang terdampak Covid-19

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×