kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.503.000   7.000   0,47%
  • USD/IDR 15.506   31,00   0,20%
  • IDX 7.736   0,77   0,01%
  • KOMPAS100 1.201   -0,83   -0,07%
  • LQ45 959   -0,02   0,00%
  • ISSI 232   -0,49   -0,21%
  • IDX30 493   0,72   0,15%
  • IDXHIDIV20 592   1,38   0,23%
  • IDX80 137   0,09   0,07%
  • IDXV30 143   0,13   0,09%
  • IDXQ30 164   0,10   0,06%

Gap Dana Pihak Ketiga dengan Penyaluran Kredit Melebar, Begini Penjelasan BI


Rabu, 21 Februari 2024 / 18:29 WIB
Gap Dana Pihak Ketiga dengan Penyaluran Kredit Melebar, Begini Penjelasan BI
ILUSTRASI. Nasabah melakukan transaksi pada galeri?ATM di Jakarta, Minggu (3/9/2023). Gap DPK Tinggi Terhadap Kredit, BI Sebut Perbankan Pindahkan Alat Likuid Surat Berharga Untuk Salurkan Kredit


Reporter: Nurtiandriyani Simamora | Editor: Noverius Laoli

KONTAN.CO.ID-JAKARTA. Bank Indonesia (BI) melaporkan pertumbuhan dana pihak ketiga (DPK) perbankan sebesar 5,80% secara tahunan atau year on year (YoY) pada Januari 2024. 

Meski ada selisih atau gap yang besar dengan pertumbuhan kredit yang mencapai 11,83% YoY, Gubernur BI Perry Warjiyo menyebut  ketersediaan likuiditas perbankan masih tetap kuat yang tercermin dari rasio alat likuid terhadap DPK (AL/DPK) yang tercatat sebesar 27,79% pada Januari 2024.

Sehingga Perry menyebut dengan rasio AL/DPK yang tinggi tersebut, perbankan mampu mendorong kredit terus tumbuh.

Baca Juga: OJK Optimistis Kinerja Sektor Keuangan Catatkan Tren Positif Tahun Ini

Adapun bank-bank dalam menjaga ketersediaan likuiditas yang kuat dengan menempuh dua strategi utama yaitu realokasi alat likuid dari surat-surat berharga dan penguatan pendanaan non-DPK. 

"DPK adalah tambahan dana, kami berdiskusi dengan perbankan, bank-bank kalau AL/DPK mereka besar ditaruh di surat berharga. Menyikapi dari kondisi itu, bank lakukan pemindahan alat likuid dari surat berharga untuk penyaluran kredit, di samping juga dana non DPK," kata Perry dalam Konfrensi Pers Rapat Dewan Gubernur BI, Rabu (21/2).

BI juga melakukan penguatan strategi operasi moneter yang pro-market, antara lain melalui perdagangan SRBI di pasar sekunder, memberikan fleksibilitas bank dalam mengelola likuiditas dan turut menjaga kapasitas pembiayaan perbankan (lending capacity).

Baca Juga: Raup Rp 73,80 Miiliar, Intip Penggunaan Dana IPO Satu Visi Putra (VISI)

Meski begitu, Perry menyebut upaya bank dalam menjaga likuiditasnya tetap kuat tergantung pada strategi masing-masing bank. Tentunya dengan rasio AL/DPK yang tinggi, Perry meyakini prospek kredit perbankan akan terus meningkat.

Sejalan dengan itu, Suku bunga dasar kredit perbankan masih menarik bagi para debitur. BI mencatat SBDK bergerak dalam rentang yang sempit yakni 8,78% - 8,81% sejak awal tahun 2023 lalu. 

Stabilitas SBDK tersebut terutama menggambarkan kondisi yang terjadi pada kelompok Bank Usaha Milik Negara (BUMN) dan Bank Usaha Syariah Negara (BUSN), dimana SBDK meningkat terbatas masing-masing 2 bps dan 7 bps.

Sementara, SBDK di kelompok Bank Pembangunan Daerah (BPD) dan Kantor Cabang Bank Asing (KCBA) meningkat lebih tinggi masing-masing sebesar 36 bps dan 27 bps. 

Baca Juga: Dorong Transformasi, Transaksi Digital CIMB Niaga Capai Rp 457,7 Triliun pada 2023

Dari komponen pembentuknya, stabilitas SBDK disebabkan oleh balancing antara kenaikan biaya dana dengan penurunan margin keuntungan bank dan overhead cost (OHC).

Kenaikan biaya dana yang terjadi di sepanjang tahun 2023 tercermin dari kenaikan Harga Pokok Dana untuk Kredit (HPDK) sebesar 52 bps.

Peningkatan tersebut mencerminkan antara lain dampak dari persaingan likuiditas di pasar dana pihak ketiga (DPK) serta efek tunda (lagged effect) dari kenaikan BI-Rate selama periode Agustus 2022 hingga Januari 2023 dan kenaikan terakhir di Oktober 2023.

Baca Juga: Bank Digital Milik Bank Kakap Semakin Cuan

Di sisi lain, perbankan juga telah didukung dengan kebijakan insentif likuiditas makroprudensial (KLM) BI, khususnya bagi bank-bank yang menyalurkan kredit pada sektor-sektor prioritas.

Bank memiliki preferensi untuk mendorong penyaluran kredit pada sektor potensial yang menjadi ekspertise bank dan sesuai risk appetite, antara lain ke Sektor Perdagangan Besar dan Eceran, Industri, Pertanian, Jasa Dunia Usaha, dan Konsumsi yang secara umum sektor-sektor tersebut menunjukkan kinerja usaha korporasi yang baik, mendorong terjaganya kemampuan membayar.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Penerapan Etika Dalam Penagihan Kredit Macet Eksekusi Jaminan Fidusia Pasca Putusan MK

[X]
×