Reporter: Febrina Ratna Iskana, Tendi Mahadi | Editor: Sanny Cicilia
JAKARTA. Pialang asuransi kembali memprotes kebijakan Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Setelah memprotes tarif premi asuransi kendaraan bermotor dan properti, mereka kini mempersoalkan fee OJK yang berlaku mulai 1 Maret lalu. Pialang merasa, pungutan antara 1,2% dari pendapatan usaha per tahun memberatkan mereka.
Salah satu pialang, Freddy bilang, para pialang memiliki kewajiban lain yang harus dipenuhi. Salah satunya cadangan modal 5% bagi sumber daya manusia (SDM) dan kecukupan modal. "Berat sekali setelah kami juga harus membayar pajak. Dahulu ditanggung Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang didapat dari pembayaran pajak," ujarnya kepada KONTAN, Senin (3/3).
Sebelumnya, pialang asuransi berada di bawah pengawasan Kementerian Keuangan dan Bank Indonesia (BI). Nah saat tugas-tugas BI beralih ke OJK ternyata ada tambahan biaya. Menurut Freddy, seharusnya anggaran yang dulu dipakai oleh Kemkeu dan BI juga dialihkan ke OJK.
Freddy menambahkan, dahulu industri keuangan diawasi oleh Kementerian Keuangan sehingga pengawasan dianggarkan dalam APBN yang didapat dari pungutan pajak oleh negara. "Jadi, sebenarnya tinggal relokasi anggaran. Jangan mentang-mentang OJK punya kekuasaan, maka memeras kami " kata Freddy.
Untuk itu, dia dan beberapa pialang lain yang tergabung dalam Asosiasi Perusahaan Pialang Asuransi dan Reasuransi Indonesia (Apparindo) mengusulkan asosiasi agar mengeluarkan surat keberatan. "Kami mendorong asosiasi mengkaji hal tersebut untuk dibicarakan ke OJK," kata Freddy.
Bertemu OJK
Ketua Apparindo Nanan Ginanjar, membenarkan ada anggota asosiasi yang keberatan terhadap iuran OJK. Dari sisi keuangan menambah biaya. Biarpun begitu, asosiasi belum akan mengajukan keberatan, sebelum ada kajian lebih lanjut mengenai iuran OJK tersebut. "Dalam pertemuan dengan OJK harus ada kajian yang ilmiah. Harus ada hitung-hitungannya. Sampai saat ini belum," ujarnya.
Sehingga saat ini, asosiasi berharap besarannya iuran bagi pialang asuransi dipertimbangkan kembali oleh OJK. "Lebih arifnya hitung-hitungan perkaliannya terhadap ekuitas, bukan pendapatan usaha," kata Nanan.
Di sisi lain, Sutisna, Bendahara Apparindo menyebutkan pihaknya akan mengadakan pertemuan dengan OJK pekan depan. Asosiasi akan mengusulkan, iuran yang ditetapkan sesuai ekuitas setiap pialang. Jika ekuitasnya semakin besar, maka iurannya semakin besar juga.
Catatan saja penetapan iuran yang diprotes oleh pialang asuransi adalah Peraturan Pemerintah No. 11 tahun 2014 yang berisi mekanisme pungutan OJK untuk industri keuangan. Hingga saat ini, asosiasi mengaku, belum menerima Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) tersebut.
Sebenarnya tak hanya pialang asuransi yang merasa keberatan dengan pungutan yang diberlakukan OJK. Beberapa asosiasi lain juga telah mengungkapkan keberatan mereka.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News