Reporter: Adrianus Octaviano | Editor: Tendi Mahadi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. PT Bank Central Asia Tbk (BCA) telah mencatatkan kinerja positif pada tiga bulan pertama 2024 dengan laba naik 11,7% secara tahunan (year on year/YoY) menjadi Rp 12,9 triliun. Namun, tampaknya kinerja moncer tersebut tak sejalan dengan kinerja saham berkode BBCA tersebut.
Jika menilik data RTI, harga BBCA ditutup melemah 1,32% dari hari perdagangan bursa sebelumnya. Pada penutupan perdagangan awal pekan ini (22/4), BBCA turun ke level Rp 9.350 per saham.
Tren penurunan tersebut pun tampaknya terjadi dalam sebulan belakangan dan bahkan dalam sepanjang tahun berjalan 2024 ini. Ini tercermin dalam sebulan terakhir, BBCA terkoreksi hingga 9,44% dan jika dilihat secara year to date, turun sekitar 0,53%.
Melihat kondisi tersebut, Associate Director Pilarmas Investindo Sekuritas Maximilianus Nicodemus mengungkapkan bahwa penurunan ini lebih dikarenakan adanya kondisi geopolitik dan penantian terhadap data-data baru ekonomi AS. Di mana, data-data tersebut bisa mempengaruhi keputusan The Fed dalam menurunkan suku bunga.
Baca Juga: Terus Tumbuh, Pengguna BCA Paylater Naik 70% dari Posisi Akhir Tahun 2023
“Sekarang kan sedang menunggu data deflactor PCE Amerika Serikat. Kalau datanya bagus menambah kemungkinan The Fed mundur dalam rencana penurunan suku bunga,” ujar Nico.
Meski dalam tren turun, Nico justru melihat ada peluang bagi investor untuk mengoleksi BBCA untuk saat ini. Di mana, ia masih menargetkan BBCA di harga Rp 10.850, yang berarti valuasi BCA saat ini semakin lebih murah.
Adapun, optimisme tersebut muncul karena laporan kinerja BCA di kuartal I-2024 ini cukup mengesankan. Ia menyoroti kinerja BCA Mobile banking BCA yang secara konsisten terus tumbuh.
Sebagai informasi, per 31 Maret 2024, volume transaksi mobile banking dan internet banking BCA mencapai 7,2 miliar atau naik 23,5% YoY. Dari sisi nilai transaksi, mobile banking dan internet banking telah mencapai Rp 6.586 triliun atau naik 12% YoY.
Baca Juga: Moncer, Laba Bersih BCA Melonjak 11,7% Menjadi Rp 12,9 Triliun di Kuartal I-2024
“Artinya tanpa perlu menjadi bank digital, BCA sudah mengimplementasikan digital dengan baik,” ujarnya.
Ia pun juga menyoroti kinerja kredit BCA serta kualitas kredit yang masih tergolong baik. Di mana, Nico sempat mengkhawatirkan adanya penurunan kualitas kredit menjelang pencabutan relaksasi Covid-19 terkait restrukturisasi.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News