Reporter: Adrianus Octaviano | Editor: Khomarul Hidayat
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Penurunan harga saham perbankan, terutama saham bank-bank berkapitalisasi besar, dimanfaatkan investor individu untuk mengakumulasi saham emiten sektor ini.
Seperti diketahui, sepanjang tahun 2025 berjalan, investor asing yang merupakan institusi besar banyak melego kepemilikan sahamnya di bank-bank besar. Saham-saham tersebut pun pada akhirnya ditampung investor individu yang tercatat terus bertambah.
Berdasarkan data KSEI, saham PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) menjadi saham bank big caps yang banyak dipegang investor individu. Per 31 Juli 2025, jumlah saham BBRI yang dipegang investor individu mencapai 10,55 miliar saham dari periode 30 Desember 2024 yang sekitar 9,67 miliar saham.
Harga saham BBRI sendiri tertekan di tahun ini. Sejak akhir tahun 2024 hingga Jumat (8/8/2025), harga saham BBRI sudah turun sekitar 9,31% menjadi Rp 3.700 per saham.
Baca Juga: Saham Bank Mandiri (BMRI) Melemah 0,21% pada Penutupan Perdagangan Jumat (8/8)
Contoh lainnya, ada PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) yang kepemilikan investor individunya semakin besar mencapai 6,88 miliar saham per 31 Juli 2025. Sebagai perbandingan, pada akhir Desember 2024, kepemilikan saham investor individu saham BBCA baru sekitar 5,32 miliar saham.
Adapun harga saham BBCA yang merupakan bank swasta terbesar di Indonesia ini telah turun sekitar 14,21% secara year to date menjadi Rp 8.300 per saham.
Kondisi berbeda justru terjadi di saham bank big caps lainnya, PT Bank Syariah Indonesia Tbk (BRIS). Kepemilikan saham BRIS oleh investor individu turun sekitar 10,38% dari periode Desember 2024 hingga Juli 2025 menjadi sekitar 811,1 juta saham.
Meski kepemilikan saham individu turun, harga BRIS tidak turun banyak jika dibandingkan mayoritas saham bank big caps lainnya. Secara year to date, harga saham BRIS hanya turun 1,1% menjadi Rp 2.700 per saham.
Analis Infovesta Kapital Advisori Ekky Topan bilang selama ini yang menggerakkan saham perbankan adalah investor asing dan institusi besar lokal. Artinya, bertambahnya investor individu tak akan banyak berdampak pada harga saham.
Dari sudut pandang investor ritel domestik, Ekky mengakui koreksi saat ini memang dinilai menjadi peluang untuk mulai mengakumulasi saham-saham perbankan, terutama bagi mereka yang memiliki horizon investasi jangka menengah hingga panjang.
Saat ini, valuasi saham sektor perbankan relatif murah dibandingkan historisnya. Meskipun ada perlambatan kinerja dalam jangka pendek, prospek jangka panjang sektor ini masih sangat menjanjikan, seiring dengan pertumbuhan ekonomi domestik dan digitalisasi layanan keuangan yang terus berkembang.
Lebih lanjut, Ekky bilang, investor individu memang tidak harus selalu mengikuti pergerakan asing, namun justru bisa menjadikan tren dana asing sebagai indikator tambahan.
Ketika outflow asing mulai melambat dan harga saham sudah memasuki fase konsolidasi, Ekky menilai ini bisa menjadi sinyal awal untuk akumulasi bertahap, terutama pada saham-saham bank yang memiliki fundamental kuat.
“BMRI dan BBRI menurut saya masih menarik karena valuasi murah serta dividennya, itu case kalau asing kembali,” ujar Ekky.
Baca Juga: Simak Rekomendasi Saham Bank Digital di Tengah Kinerja Kuartal II-2025 yang Mentereng
Investor Asing Jadi Acuan
Sementara itu, Direktur Asosiasi Riset dan Investasi Pilarmas Investindo Sekuritas, Maximilianus Nicodemus bilang suka atau tidak suka, masuknya investor asing akan selalu dicari dan dinanti. Ketika investor asing masuk, biasanya memang harga suatu saham tertentu akan mengalami kenaikan dan sebaliknya.
“Tidak mungkin asing keluar apabila perusahaan tersebut bagus adanya,” ujarnya.
Nico mengungkapkan investor asing melihat saat ini perekonomian di Indonesia tengah melambat yang memang pada akhirnya juga mempengaruhi kinerja dari perbankan itu sendiri. Karena kinerja perbankan juga kurang baik, maka rotasi sektor dilakukan oleh investor asing.
Menurutnya, investor asing saat ini lebih menunggu momentum selanjutnya dari agenda pemerintah, memilih perusahaan yang memang memiliki fundamental dan punya potensi di masa yang akan datang.
“Kalau asing memutuskan untuk masuk, mereka pasti akan masuk. Kalau antrian jual lebih sedikit, dan mereka beli dalam jumlah banyak, maka mereka akan makan harga di atasnya,” jelas Nico.
Baca Juga: JP Morgan Terpantau Masih Rajin Jual Saham BRI, BCA, Hingga Bank Mandiri
VP Marketing, Strategy and Planning Kiwoom Sekuritas Indonesia, Oktavianus Audi pun mengungkapkan investor asing baru akan kembali masuk ke saham-saham perbankan di semester dua ini. Dengan alasan, ada peluang pelonggaran kebijakan moneter dari bank sentral AS, The Fed.
Dalam hal ini, ia bilang, ada peluang suku bunga The Fed akan dipangkas sebesar 50 basis poin hingga akhir 2025. Jika itu terjadi, maka akan membuka peluang dana asing masuk kembali.
“Tetapi jika pemangkasan suku bunga yang tidak seauai ekspektasi pasar maka berpotensi masih terus dalam tekanan asing,” ujarnya.
Untuk saat ini, ia pun merekomendasikan beli untuk saham BBCA, BMRI dan BBRI. Masing-masing dengan target harga sebesar Rp 9.250, Rp 4.350, dan Rp 6.300 per saham.
Selanjutnya: 11 Tanda Pasangan Anda Siap Menjadi Ayah
Menarik Dibaca: 9 Rekomendasi Jus yang Bagus Diminum saat Diet untuk Menurunkan Berat Badan
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News