Reporter: Ferrika Sari | Editor: Wahyu T.Rahmawati
Selain PNM, Pegadaian juga menilai integrasi ini akan mendorong efisiensi biaya pemasaran karena tidak perlu banyak membangun outlet atau kantor cabang di daerah-daerah. Sebab, gadai pelat merah ini bisa memanfaatkan kantor cabang milik Bank BRI.
"Contohnya, bagaimana Pegadaian yang mau mengembangkan 2.000 outlet berapa biayanya? Kalau dengan BRI kami bisa hemat per outlet Rp 200 juta, kalau 2.000 outlet berarti (hemat) Rp 400 miliar per tahun. Belum nanti kami punya penaksir-penaksir yang ditempatkan di kantor BRI, maka pelayanan kami terhadap masyarakat di remote area khususnya akan tambah banyak,” ujar Kuswiyoto.
Menurut Kuswiyoto, saat ini mayoritas kantor atau unit kerja Pegadaian hanya terdapat di kota-kota besar dan kecamatan yang sudah lama berkembang. Kondisi ini membuat Pegadaian kesulitan menjangkau nasabah di daerah pelosok.
Melalui integrasi tersebut, jangkauan kerja Pegadaian dipastikan meluas. Hal ini akan membantu upaya pemerintah memberantas keberadaan rentenir di daerah. Penetrasi ini bisa dilakukan secara hemat, karena Pegadaian hanya perlu menempatkan satu orang pekerjanya di kantor-kantor BRI di pelosok.
Baca Juga: DPR meminta pembentukan holding ultra mikro segera dipercepat
“Dengan begitu jangkauan kami kepada masyarakat di bawah akan jauh lebih bagus, yang sebelumnya mereka pinjam ke rentenir kami upayakan mereka bisa beralih ke Pegadaian," ungkapnya.
Jadi sudah ada 75 outlet BRI menjadi piloting dengan menempatkan karyawan Pegadaian. Meski holding terbentuk, tapi bisnis dan kultur tetap dijalankan masing-masing perusahaan.
Baca Juga: BRI Akan Menjadi Induk Ultra Mikro Keuangan
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News