Reporter: Ferrika Sari | Editor: Herlina Kartika Dewi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Industri asuransi menghadapi tantangan besar tahun ini. Di saat masih berjuang meningkatkan pertumbuhan premi, perusahaan asuransi juga menghadapi tantangan penurunan kepercayaan masyarakat terhadap industri asuransi.
Salah satu penyebabnya adalah kasus PT Asuransi Jiwasraya (Persero) yang tahun lalu terkuak, menyebabkan pemegang polis menjadi korban perusahaan asuransi yang dilikuidasi. Salah satu upaya agar masyarakat kembali percaya melalui penerbitan Undang-undang Penjamin Polis.
Regulasi ini nantinya akan menjadi dasar bagi pembentukan Lembaga Penjamin Polis atau LPP. Dengan adanya aturan dan lembaga ini maka dapat melindungi dan menjamin dana pemegang polis yang dikelola oleh perusahaan asuransi.
Direktur Hukum dan Risiko PT AIA Financial Rista Qatrini Manurung mengungkapkan, kehadiran aturan itu menjadi sesuatu yang mendesak, demi menghilangkan keraguan pemegang polis terhadap salah urus pengelolaan uang investasi yang berujung pada masalah likuiditas dan tidak terpenuhinya hak pemegang polis.
“Konsep aturan ini bagus, untuk memberikan proteksi kepada pemegang polis, yang mencakup pencegahan dan pengawasan jika terjadi insiden yang mempengaruhi keberlanjutan bisnis perusahaan asuransi,” kata Risa kepada Kontan.co.id, beberapa waktu lalu.
Ia mencontohkan fungsi LPP, seperti Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) pada industri perbankan, berupa pemberikan jaminan simpanan nasabah penyimpan dan serta menjaga stabilitas sistem perbankan sesuai dengan kewenangan yang berlaku.
Hal tersebut juga diamini oleh Direktur Eksekutif Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI) Dody Achmad Sudiyar Dalimuthe. Melalui aturan ini, persepsi masyarakat akan industri asuransi yang bermasalah, perlahan akan berubah.
“Karena masalah perusahaan-perusahaan asuransi sebelumnya, membuat mereka berhati-hati kepada industri asuransi. Aturan ini membuat masyarakat lebih percaya, dan ini berdampak kepada bisnis asuransi yang bisa berkontribusi lebih bagus lagi,” ungkapnya.
Jika terbentuknya LPP, asosiasi berharap penetapan dan pemungutan premi penjaminan tidak memberatkan perusahaan asuransi melalui perumusan iuran yang bijak sehingga tidak berdampak signifikan terhadap industri asuransi. Harapan tersebut telah disampaikan kepada Otoritas Jasa Keuangan (OJK), sebagai masukan saran dari industri.
Yang menjadi pertanyaan apakah Lembaga Penjamin Polis ini akan di bawah naungan OJK atau bergabung dengan LPS. Menurutnya, jika berada dinaungan OJK, maka pembayaran iuran akan dibebankan kepada otoritas. Sementara jika di LPS, maka perusahaan asuransi harus menanggung pembayaran iuran itu sendiri.
Sayangnya, hingga saat ini RUU LPP ini belum masuk dalam program legislasi nasional (Prolegnas) prioritas 2019, tetapi sudah masuk dalam Prolegnas 2015-2019. Selain itu, draft RUU juga masih dikaji Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan.
Anggota Komisi XI DPR Mukhamad Misbakhun membeberkan, alasan RUU LPP tidak masuk Prolegnas prioritas karena ada kesepakatan politik antara pemerintah dan DPR di badan legislasi.
“Sebagai inisiatif pemerintah, terkait draft dan isinya itu kewenangan penuh pemerintah untuk melakukan penyusunan,seperti naskah akademik RUU. Itu sepenuhnya pemerintah yang tahu,” jelasnya.
OJK juga belum mau membahas secara detil terkait perkembangan draft aturan tersebut karena kewenangannya tetap berada di pemerintah dan DPR sebagai tim penyusun aturan.
Juru Bicara OJK Sekar Putih Djarot mengungkapkan, dalam hal ini, otoritas hanya terlibat aktif aktif dalam diskusi dan pemberian masukan.
“Sampai saat ini, kerangka dan poin pengaturan sedang didiskusikan antara pemerintah, OJK dan asosiasi asuransi,” ujarnya.
Ketua Dewan Komisioner LPS Halim Alamsyah juga mengaku, tidak dilibatkan dalam perumusan aturan penjamin polis maupun pembentukan LPP. Ia menegaskan, bahwa hingga saat ini, undang-undang LPS hanya berfungsi untuk menjadi simpanan nasabah perbankan saja.
“Kita belum tau persis LPP tersebut akan seperti apa, karena insiatif RUU ada di Kementerian Keuangan dan sudah ada peranan OJK yang mengawasi industri asuransi,” pungkasnya.
RUU Penjamin Polis merupakan amanat undang-undang Nomor 40/2014 tentang Perasuransi. Dalam pasal 53 ayat 1 disebutkan, bahwa perusahaan asuransi wajib dan perusahaan asuransi Syariah wajib menjadi peserta program penjaminan polis. Seharusnya, pengimplementasian aturan ini paling lambat tiga tahun setelah undang-undang perasuransian terbit, yaitu Oktober 2017.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News