CLOSE [X]
kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.470.000   4.000   0,27%
  • USD/IDR 15.946   -52,00   -0,33%
  • IDX 7.161   -53,30   -0,74%
  • KOMPAS100 1.094   -8,21   -0,74%
  • LQ45 872   -4,01   -0,46%
  • ISSI 216   -1,82   -0,84%
  • IDX30 446   -1,75   -0,39%
  • IDXHIDIV20 540   0,36   0,07%
  • IDX80 126   -0,84   -0,67%
  • IDXV30 136   0,20   0,15%
  • IDXQ30 149   -0,29   -0,20%

Industri perbankan dihantui potensi lonjakan NPL


Rabu, 28 April 2021 / 17:07 WIB
Industri perbankan dihantui potensi lonjakan NPL
ILUSTRASI. Nasabah mengantre dengan saling menjaga jarak di kantor cabang Bank Mandiri, Bintaro, Tangerang Selatan, Senin (26/4/2021). (KONTAN/Carolus Agus Waluyo)


Reporter: Dina Mirayanti Hutauruk | Editor: Tendi Mahadi

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kredit bermasalah masih menghantui perbankan di Tanah Air. Relaksasi restrukturisasi kredit yang diberikan regulator bagi debitur terdampak Covid-19 memang sangat membantu bank menekan NPL selama setahun terakhir dan memberi ruang untuk bisa fokus membantu nasabahnya bisa bangkit dari dampak pandemi ini. 

Tren restrukturisasi baru memang terus menurun. Jumlah debitur yang sudah kembali pulih kian bertambah, sementara yang belum benar-benar bangkit diberi perpanjangan restrukturisasi agar bisa bangkit sepenuhnya.

Namun, tak sedikit pula dari debitur yang direstrukturisasi itu tetap tidak menunjukkan perbaikan meski sudah dikasi keringanan. Kredit dari debitur-debitur ini tidak masuk syarat untuk mendapat perpanjangan restrukturisasi dan akan diklasifikasi ke dalam kelompok beresiko tinggi yang memiliki potensi besar turun menjadi kredit bermasalah atau Non Performing Loan (NPL). 

Baca Juga: OVO gandeng Prudential hadirkan produk asuransi jiwa syariah berbasis digital

PT Bank Mandiri misalnya mencatatkan oustanding restrukturisasi Covid-19 sebesar Rp 94,5 triliun per Maret 2021. Ini sudah jauh berkurang dari total kredit yang sudah direstrukturisasi bank ini sejak program relaksasi yang dikeluarkan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) itu berlaku yakni Rp 124,2 triliun. 

Ahmad Siddik Badruddin Direktur Manajemen Risiko Bank Mandiri mengatakan, penurunan itu terjadi karena beberapa debitur sudah bisa membayarkan kewajibannya lagi secara normal. Perseroan telah membagi outstanding restrukturisasi ini dalam tiga klasifikasi yakni kredit resiko rendah, resiko menengah dan resiko tinggi. 

Kelompok resiko rendah diperkirakan akan segera normal setelah program selesai dijalankan dan kelompok dengan resiko menengah akan bangkit setelah diberikan perpanjangan restrukturisasi.  Adapun yang beresiko tinggi yang bisa downgrade jadi NPL mencapai 11%  atau sekitar Rp 10,3 triliun 

"Kredit restrukturisasi yang sudah jadi NPL hingga Maret 2021 baru mencapai 0,94%. Untuk mengantisipasi penurunan kualitas setelah masa relaksasi selesai, Bank Mandiri telah mencadangkan cadangan kerugian penurunan nilai (CKPN)." kata Siddik di Jakarta, Selasa (27/4).

Bank Mandiri mengalokasikan CKPN 10% dari baki debit restrukturisasi Covid-19  dimana 49,4% diperuntukkan bagi kredit yang beresiko tinggi. Per Maret 2021, NPL Bank Mandiri secara konsolidasi ada di level 3,1%, meningkat dari 3,09% dari  akhir tahun lalu.  Pencadangan dialokasi sebesar 220% per Maret untuk mengantisipasi resiko kredit. Tahun ini, perseroan akan menjaga NPL di kisaran 3%-3,5%.

Baca Juga: Tingkatkan layanan, HSBC Indonesia terus lakukan transformasi digital

PT Bank Negara Indonesia Tbk mencatat baki debet restrukturisasi kredit per Maret sebesar Rp 84,3 triliun atau 15,1% dari total kredit perseroan. Itu sudah berkurang dari Desember 2020 yang tercatat sebesar Rp 102,3 triliun. 

Sektor perdagangan, restoran dan hotel menyumbang 29,7% terhadap total kredit restrukturisasi itu, manufaktur 12,5%, konstruksi 7,3%, bisnis jasa 13,6% dan lain-lain. 

Sebanyak 91,5% dari restrukturisasi itu masih masuk dalam kategori lancar, lalu 6,4% masuk dalam perhatian khusus dan 2,1% sudah turun jadi NPL. "Jumlah yang sudah turun jadi NPL masih sesuai dengan prediksi awal kami dimana 10% dari restrukturisasi berpotensi jadi NPL," kata David Pirzada Direktur Manajemen Risiko BNI pada Kontan.co.id, Rabu (28/4).

Meskipun restrukturisasi Covid-19 sudah ada yang turun ke NPL, namun rasio kredit bermasalah BNI secara bank only per Maret 2021 mengalami perbaikan  ke 4,1% dari 4,3% pada Desember 2020. David menjelaskan, penurunan NPL ini karena adanya hapus buku kredit sebesar Rp 2,5 triliun pada kuartal I. Sedangkan NPL baru hanya mencapai Rp 1,9 triliun.

Untuk mengantisipasi risiko kredit, BNI akan melakukan  penambahan Cadangan Kerugian Penurunan Nilai (CKPN) untuk antisipasi. Per Maret, perseroan telah menyiapkan pencadangan 200% atau naik dari 182,4% pada akhir tahun lalu. Selain itu, hapus buku akan terus dilakukan. "Secara nilai, total NPL sampai akhir tahun diperkirakan akan turun Rp 1 triliun," kata David.

Sementara outstanding restrukturisasi Covid-19 di BTN  per Maret mencapai Rp 58,9 triliun, naik dari Rp 54,7 triliun pada Desember 2020. Itu terdiri dari 34% KPR non subsidi, 32% KPR subsidi, 17% segmen konstruksi dan komersial, dan 6% korporasi. Sekitar 5%-6% diproyeksi berpotensi turun ke NPL terutama yang berasal dari debitur yang saat ini masih tidak bekerja atau sudah dilakukan PHK.

Baca Juga: OJK minta perusahaan asuransi hati-hati memberikan jaminan investasi

Direktur Wholesale Risk and Asset Management BTN Elisabeth Novie Riswanti mengatakan, pihaknya sangat fokus untuk memperbaiki kualitas kredit guna menekan NPL ke level 3,64%. “Kami terus berupaya memperbaiki kualitas kredit dengan mengoptimalkan penagihan, mempercepat penjualan aset, termasuk bekerja sama dengan perusahaan manajemen aset,” katanya.

Rasio NPL gross BTN mengalami penurunan seiring dengan pertumbuhan kreditnya. Per Maret 2021, NPL-nya mencapai Rp 11,1 triliun atau 4,25%. Sementara pada akhir tahun lalu mencapai Rp 11,3 triliun atau dengan rasio 4,37%.  Bank BTN juga tetap memupuk CKPN menjadi sebesar 115,93% per Maret 2021 atau naik 115,02% dari akhir tahun lalu. 

Adapun BCA mencatatkan restrukturisasi kredit secara bank only sebesar Rp 99,1triliun per Maret atau meningkat dari 97,5 triliun pada akhir tahun lalu. Berdasarkan materi presentasi paparan kinerja BCA, sebanyak Rp 86,7 triliun diantaranya masuk dalam kategori lancar, lalu Rp 7,5 triliun dalam perhatian khusus, dan sebesar Rp 4,8 sudah jadi NPL.

NPL bank mengalami kenaikan meski sangat tipis. Per Maret, BCA membukukan kredit bermasalah Rp 10,5 triliun atau 1,83% terhadap total kreditnya, naik dari Desember 2020 sebesar Rp 10,31 triliun atau 1,79%.  BCA telah meningkatkan pencadangan dengan coverage ratio sebesar 280,8%  dari 260,9% pada Desember 2020.

Selanjutnya: Kembangkan aplikasi, OJK pantau pergerakan investasi di asuransi

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Advokasi Kebijakan Publik di Era Digital (Teori dan Praktek) Mengenal Pentingnya Sustainability Reporting

[X]
×