Reporter: Laurensius Marshall Sautlan Sitanggang | Editor: Herlina Kartika Dewi
Sementara untuk skema burden sharing, BI menyatakan bahwa hal tersebut hanya khusus dilakukan di tahun 2020 saja.
Kendati sudah mengeluarkan sederet kebijakan stimulus, penyaluran kredit perbankan sejatinya tak berkutik. Pertumbuhan kredit perbankan per bulan Agustus 2020 tercatat hanya naik 1,04% secara year on year (yoy) atau -1,69% secara year to date (ytd).
Dari sisi perbankan sendiri dengan peningkatan pertumbuhan DPK hingga sebesar 11,64% yoy atau 8,16% ytd mengindikasikan bahwa likuiditas di perbankan sangat tinggi di tengah kondisi pandemi ini.
Menurut Josua, adanya perlambatan kredit tidak lepas dari aktivitas perekonomian yang cenderung masih terbatas di masa pandemi ini meskipun beberapa indikator sudah mencatatkan pemulihan, seperti penjualan ritel dan juga penjualan mobil, yang secara perlahan mengalami peningkatan sejak bulan Juni.
Hal ini kemudian diperparah oleh masih tingginya kasus Covid-19 di kota-kota besar sehingga aktivitas ekonomi belum dapat kembali seperti semula. Dengan aktivitas perekonomian yang masih terbatas, penurunan suku bunga tentunya tidak memberikan dampak yang signifikan, karena para pelaku bisnis tentunya tidak akan mengajukan kredit apabila pendapatanynya juga masih terbatas.
"Sektor perbankan sendiri akan mencari cara agar dana dari DPK dapat tersalurkan untuk mencegah penurunan NIM perbankan dikarenakan beban bunga dari simpanan nasabah. Di tengah lemahnya permintaan kredit dimana pertumbuhan kredit yang justru turun Rp 95,2 triliun (ytd)," paparnya.
Baca Juga: Ini beberapa jurus BI untuk mendongkrak pertumbuhan ekonomi
Perbankan saat ini menurut Josua, sedang aktif mengoptimalkan penempatan dananya di Surat Berharga Negara (SBN). Kepemilikan perbankan terhadap SBN per Agustus tercatat Rp 1.197 triliun atau meningkat sekitar Rp 616 triliun (ytd).
Diharapkan dengan adanya penyaluran dana dari perbankan ke instrument SBN, tidak terjadi hambatan dari masalah pendanaan dalam memberikan stimulasi untuk menjaga daya beli masyarakat dan mendukung keberlangsungan usaha baik UMKM dan korporasi, yang kemudian akan mampu mendorong kembalinya aktivitas ekonomi.
Hal ini dapat terjadi dengan asumsi bahwa realisasi dapat cepat terserap ke masyarakat. Dengan terbatasnya aktivitas ekonomi, transmisi kebijakan moneter suku bunga cenderung terbatas karena kebijakan ini ditansmisikan melalui pemberian kredit.
Apabila permintaan kredit di dunia usaha masih sangat terbatas, maka penurunan suku bungapun cenderung memberikan dampak yang tidak signifikan pada penambahan permintaan kredit.
Oleh karena itu, dibutuhkan dorongan yang lebih maksimal lagi dari sisi fiskal juga untuk menstimulasi dunia usaha agar mampu menggerakan kembali perekonomian.
Selanjutnya: Transaksi Pasar Uang Antar Bank Sepi Kala Pandemi Covid-19
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News