Reporter: Maizal Walfajri | Editor: Herlina Kartika Dewi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Rencana Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memperbarui aturan untuk industri peer to peer lending semakin terang. Regulator telah merilis permintaan tanggapan atas rancangan Peraturan OJK (POJK) tentang layanan pendanaan bersama berbasis teknologi informasi.
Aturan baru ini nantinya akan menyempurnakan aturan yang sudah lebih dahulu dirilis OJK yakni POJK nomor 77/POJK.01/2016 tentang Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi.
“Dalam rangka penyusunan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) tentang Layanan Pendanaan Bersama Berbasis Teknologi Informasi, maka kami bermaksud untuk meminta tanggapan atas rancangan peraturan tersebut kepada asosiasi terkait dan masyarakat umum,” ujar OJK seperti dikutip dari situs resmi OJK, Senin (16/11).
Terdapat beberapa hal signifikan dalam aturan yang tengah digodok oleh OJK. Pada rancangan baru, regulator menaikkan modal inti yang harus disetor penyelenggara ketika mengajukan perizinan dari Rp 2,5 miliar menjadi Rp 15 miliar.
Baca Juga: OJK bakal masukkan P2P lending ke dalam aturan soal restrukturisasi, apa alasannya?
Selain itu, OJK ingin fintech P2P lending semakin serius menjalankan bisnis. Terlihat dalam rancangana turan baru, regulator menginginkan ada tiga orang direksi dan tiga orang komisaris. Padahal dalam aturan sebelumnya minimal cuma satu orang baik untuk mengisi posisi direksi maupun komisaris.
Bagi platform yang menjalankan bisnis dengan prinsip syariah, maka wajib memiliki paling sedikit satu orang dewan pengawas syariah. Dalam beleid sebelumnya, hal ini belum diatur.
Selain itu, regulator menginginkan agar P2P lending berupaya menyalurkan pinjaman ke sektor produktif minimal 40% secara bertahap selama tiga tahun pertama. Tahapannya 15% pada tahun pertama, 30% tahun kedua, dan minimal 40% di tahun ketiga.
Tak hanya itu, jumlah pendanaan di luar Jawa harus ditingkatkan, lantaran dalam rancangan aturan baru minimal 25% dalam tiga tahun secara bertahap. Rinciannya, 15% pada tahun pertama, 20% pada tahun kedua, dan minimal 25% pendanaan ke luar Jawa pada tahun ketiga.
Pada aturan sebelumnya, kewajiban penyaluran pinjaman ke sektor produktif dan pendanaan ke luar Jawa belum diatur.
OJK juga mempertegas agar industri meningkatkan perlindungan data pribadi pengguna.
OJK juga meningkatkan mitigasi risiko yang ada di fintech P2P lending mencakup risiko operasional, reputasi, hukum, fraud, dan risiko lainnya yang berdasarkan model bisnis penyelenggara. Regualtor juga mengatur terkait kerja sama pertukaran data.
Memang, OJK memperbolehkan terjadinya pertukaran data dengan penyelenggara pendukung teknologi lainnya guna meningkatkan kualitas industri. Namun hal itu harus mendapatkan restu terlebih dahulu dari OJK.
Sebelumnya, Direktur Pengaturan Perizinan dan Pengawasan Fintech OJK Tris Yulianta telah menyebut bakal ada pembaruan aturan fintech P2P lending. Hal ini seiring dengan maraknya isu perindungan data pribadi (PDP).
“Memang saat ini sedang disusun, kita juga sedang menunggu RUU PDP, secara prinsip aturan akan inline dengan PDP. POJK yang baru sebagai pengganti POJK 77 itu sudah menyesuaikan dengan PDP tersebut. Ini juga sudah masuk pada penyempurnaan, target akan kami keluarkan pada akhir tahun ini atau awal tahun depan,” ujar Tris beberapa waktu lalu.
Kepala Eksekutif Pengawas Industri Keuangan Non-Bank (IKNB) OJK Riswinandi juga menyebut bakal menerbitkan aturan baru agar penyaluran pinjaman fintech P2P lending lebih merata. Lantaran pealisasi pinjaman fintech masih didominasi pulau Jawa, khususnya di Jabodetabek.
Baca Juga: Soal restrukturisasi, OJK bakal tambahkan P2P lending sebagai objek POJK 14/2020
"Semacam aturan untuk berbagai pembiayaan di luar Jakarta atau Jabotabek. Wilayah di luar Jawa bisa menjadi peluang untuk dimanfaatkan," ungkapnya.
Riswinandi menyebut penerbitan aturan tersebut harus dilakukan secara pelan - pelan guna mengejar perkembangan teknologi yang cepat. Terlebih, fintech lending sudah punya ekosistem untuk berkembang seperti e-commerce dan merchant.
Deputi Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Imansyah menyatakan secara total penyaluran fintech tumbuh 113,05% yoy menjadi Rp 128,7 triliun hingga kuartal III 2020.
“Akumulasi rekening peminjam tumbuh 103,46% yoy menjadi 29,21 juta. Sedangkan, akumulasi rekening lender tumbuh 21,99% yoy menjadi 681.632 entitas,” kata Imansyah.
Adapun outstanding pinjaman tumbuh 24,88% yoy menjadi Rp 12,71 triliun hingga kuartal III 2020. Sedangkan penyaluran pinjaman baru secara nasional pada September 2020 tumbuh 25,06% yoy menjadi Rp 47,2 triliun.
Kinerja fintech P2P lending itu telah dijalani oleh 156 entitas yang terdiri dari 33 perusahaan berizin dari OJK dan sisanya masih berstatus terdaftar. Sedangkan secara prinsipnya, sebanyak 144 fintech menjalani bisnis konvensional dan 11 lainnya menjalankan bisnis dengan kaidah syariah.
Selanjutnya: Segmen milenial dominasi pinjaman fintech lending
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News