kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.505.000   -15.000   -0,99%
  • USD/IDR 16.284   -189,00   -1,17%
  • IDX 6.993   -114,84   -1,62%
  • KOMPAS100 1.043   -20,80   -1,95%
  • LQ45 819   -14,92   -1,79%
  • ISSI 213   -3,44   -1,59%
  • IDX30 418   -8,19   -1,92%
  • IDXHIDIV20 504   -9,27   -1,80%
  • IDX80 119   -2,43   -2,01%
  • IDXV30 125   -2,38   -1,87%
  • IDXQ30 139   -2,45   -1,72%

Ini Kata Pengamat Soal Batas Permodalan Minimum Fintech Rp 2,5 Miliar


Minggu, 18 Juni 2023 / 21:14 WIB
Ini Kata Pengamat Soal Batas Permodalan Minimum Fintech Rp 2,5 Miliar
ILUSTRASI. OJK menerapkan aturan fintech peer-to-peer (P2P) lending harus memenuhi batas permodalan minimum mulai 4 Juli 2023


Reporter: Ferry Saputra | Editor: Handoyo .

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menerapkan aturan fintech peer-to-peer (P2P) lending harus memenuhi batas permodalan minimum mulai 4 Juli 2023. Adapun minimal ekuitas atau modalnya senilai Rp 2,5 miliar, kemudian meningkat pada tahun selanjutnya.

Terkait hal itu, Ekonom dan Direktur Center of Law and Economic Studies (Celios) Bhima Yudhistira berpendapat modal minimum begitu penting dalam industri fintech P2P lending.

"Hal itu untuk menjamin agar fintech yang terdaftar dan diawasi OJK adalah fintech yang memang punya kapasitas permodalan yang cukup baik. Ditambah fintech juga perlu untuk berinvestasi terkait dengan manajemen risiko, credit scoring, sampai memperkuat keamanan siber dan itu juga membutuhkan dana yang tak kecil," ucap Bhima kepada KONTAN.CO.ID, Minggu (18/6).

Baca Juga: Begini Respons Perusahaan Fintech Soal Modal Minimum Rp 2,5 Miliar Mulai 4 Juli 2023

Bhima menambahkan kalau ada modal minimum, fintech akan disaring dan nantinya mereka akan punya komitmen dan kualitas penyaluran produktif sehingga bisa bertahan dalam industri. 

Menurut dia, aturan tersebut memang sudah dikaji sejak lama karena jumlah fintech begitu banyak dan harus dikurangi. Dia beranggapan apabila terlalu banyak, tentu harus didorong dengan modal minimum.

"Harapannya akan ada merger atau akuisisi dan itu bisa lebih mudah pengawasannya," ujarnya.

Sementara itu, Bhima juga berpendapat fintech yang memenuhi modal minimum itu relatif yang dipercaya oleh masyarakat. Jadi, kata dia, ada korelasinya. Kalau fintech terlalu gampang dan pendaftarnya terlalu banyak, akhirnya kualitas kredit jadi kurang baik dan masyarakat juga susah membedakan antara legal dan ilegal.

Menurut Bhima, hal itu merupakan bentuk konsolidasi yang harus didorong dan harapannya memang fintech bisa meningkatkan kualitas, juga lebih fokus kepada pendanaan di sektor produktif. Selain itu, dia berharap fintech bisa memperbaiki credit scoring dan meningkatkan edukasi kepada borrower. 

Baca Juga: Soal Tren Penyaluran Pendanaan Bagi Industri Fintech ke Depan, Begini Kata AFPI

Sebagai informasi, batas permodalan atau ekuitas fintech telah diatur dalam ketentuan Peraturan OJK (POJK) Nomor 10/POJK.05/2022. Tertuang, penyelenggara fintech harus memenuhi modal atau ekuitas secara bertahap. Adapun tahap pertama dimulai pada 4 Juli 2023 dengan minimal permodalan senilai Rp 2,5 miliar.  

Setelah itu, pada 4 Juli 2024 fintech harus memiliki modal minimum Rp 7,5 miliar dan berlanjut hingga Rp 12,5 miliar pada 4 Juli 2025 mendatang. 

OJK juga sempat menyebut sebelumnya dari 26 fintech yang belum memenuhi syarat permodalan, sebanyak 12 perusahaan masih memiliki ekuitas negatif.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective Bedah Tuntas SP2DK dan Pemeriksaan Pajak (Bedah Kasus, Solusi dan Diskusi)

[X]
×