Reporter: Noverius Laoli | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah mengeluarkan peraturan baru POJK Nomor 27 tahun 2022 tentang kewajiban penyesuaian modal minimum (KPMM) bank umum. Beleid tersebut berlaku sejak 28 Desember 2022.
Salah satu poin aturan tersebut adalah teknis perhitungan Aset Tertimbang Menurut Risiko (ATMR). ATMR adalah jumlah aset sebuah bank berdasarkan profil risikonya.
Praktisi Perbankan Abiwodo mengatakan, dengan terbitnya aturan ini, negara dapat memantau sebesar besar eksposur risiko suatu bank atas penyaluran kredit atau pembelian aset keuangan lainnya.
Baca Juga: Teka-teki Merger, Ini Tiga Bank yang Belum Lapor Penuhi Modal Inti
"ATMR ini menjadi acuan kemampuan finansial atau permodalan suatu bank," ujarnya dalam keterangannya, Kamis (19/1).
Abiwodo menjelaskan, modal yang dimiliki bank menjadi penyangga atau buffer dari kemungkinan kerugian bank di masa depan. Sebab kalau modal bank tidak cukup, bank tersebut bisa bangkrut.
Bangkrutnya sebuah bank, lanjut Abiwodo, bisa berdampak besar bagi stabilitas industri keuangan, karena bank punya kewajiban kepada nasabah deposan, juga terkait dengan pelaku di sektor keuangan maupun sektor riil.
Sebab itulah, Abiwodo melanjutkan, OJK menetapkan Kewajiban Penyediaan Modal Minimum atau KPMM, atau dikenal dengan istilah Capital Adequacy Ratio (CAR). Nah, penetapan CAR inilah yang relatif terhadap ATMR.
Baca Juga: Industri Perbankan Harus Memperkuat Permodalan
"Jumlah modal minimum itu biasanya antara 8% – 14%, tergantung peringkat profil risiko si bank," terangnya. Angka tersebut diartikan sebagai persentase buffer dari aset berisikonya (ATMR).
Dalam peraturan barunya ini, OJK menetapkan soal kewajiban perhitungan ATMR yang merujuk pada standar internasional Basel III.
Standar ini mensyaratkan modal minimum bank atau CAR 8% dari ATMR. Terhitung mulai 1 Januari 2024 Perbankan wajib melakukan perhitungan ATMR risiko pasar sesuai standar tersebut.
Menurut Abiwodo, seharusnya industri perbankan menyambut baik aturan baru ini. Sebab, selain menjaga kestabilan sistem keuangan, instrumen hukum ini bisa mencegah kebangkrutan bank akibat risiko sistemik.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News