Reporter: Bidara Pink | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Ekonom Bank Nasional Indonesia (BNI) memandang keputusan Bank Indonesia (BI) untuk melakukan relaksasi moneter sebagai langkah konsisten bank sentral menyikapi perlambatan pertumbuhan ekonomi karena pengaruh eksternal.
Sebelumnya, BI menurunkan suku bunga acuan sebesar 25 basis poin (bps) sehingga ada di level 5,25%. Ini juga diikuti dengan penurunan deposit facility sebesar 25 bps menjadi 4,5% dan juga suku bunga lending facility sebesar 25 bps menjadi 6%.
Perlambatan ekonomi ini terjadi karena perang dagang antara Amerika Serikat (AS) dan China, Brexit, risiko geopolitik, langkah proteksionisme, penurunan volume perdagangan dunia, dan juga harga komoditas global.
Baca Juga: Kebijakan sistem pembayaran dan operasi moneter BI untuk genjot pertumbuhan ekonomi
"Jadi langkah BI ini bisa dibilang sangat strategis dan monumental, karena bauran kebijakannya bersifat jamu manis. Ini sangat dibutuhkan oleh perbankan dan pelaku sektor riil," ujar SPV Kepala Ekonom BNI Ryan Kiryanto pada Kamis (19/9).
Hal ini juga dinilai Ryan sebagai pengaruh dari ekspektasi inflasi yang terkendali, yaitu berada di kisaran 3,3% full year, dan juga sikap dovish beberapa bank sentral di dunia. Bahkan ada negara yang memutuskan untuk memiliki negative interest rate seperti Eropa dan Jepang.
Ini juga ditengarai sebagai salah satu langkah yang diambil BI untuk mengimbangi langkah bank sentral Amerika (The Fed) dalam menurunkan fed fun rate (FFR) sebesar 25 basis poin (bps) sehingga ada di kisaran 1,75% - 2,00%.
Baca Juga: Begini BI menilai kondisi perekonomian global saat ini
Selain itu hal lain yang mempengaruhi keputusan BI adalah ruang fiskal oleh pemerintah kementerian dan lembaga (K/L) juga dinilai masih cukup besar, nilai tukar rupiah yang stabil, dan juga untuk menjaga momentum pertumbuhan agar tidak hilang.
Hanya saja, langkah ini belum cukup. Kebijakan BI ini dinilai harus juga diimbangi dengan kebijakan fiskal dan kebijakan ekonomi, serta investasi. Dengan adanya bauran kebijakan moneter, makroprudensial, dan juga kebijakan fiskal, diyakini akan bisa meningkatkan kinerja dan juga diapresiasi oleh pasar.
Baca Juga: BI mendesak perbankan segera turunkan suku bunga deposito dan kredit
Untuk ke depannya, Ryan berharap agar pertumbuhan dana pihak ketiga (DPK) bisa ada di kisaran 8% - 10%, juga dengan pertumbuhan kredit diharapkan ada di kisaran 11% - 13% pada tahun 2019.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News