Reporter: Ferry Saputra | Editor: Anna Suci Perwitasari
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Tren kenaikan suku bunga Bank Indonesia (BI) dan keluarnya aturan baru Otoritas Jasa Keuangan (OJK) terkait penurunan suku bunga tampaknya menjadi tantangan bagi Industri fintech peer to peer (P2P) lending ke depannya. Sejumlah fintech lending pun angkat bicara terkait hal tersebut.
PT Akselerasi Usaha Indonesia Tbk atau Akseleran (AKSL) misalnya, berkomitmen untuk untuk menjaga kualitas pinjaman di tengah perubahan bunga tersebut.
"Jadi, kami akan lihat perkembangan ekonomi makro, khususnya apakah hal tersebut ada dampak negatif terhadap borrower-borrower kami. Kalau dari sisi bunga yang ditawarkan ke borrower, kami belum menaikkan bunga," ucap Group CEO Akseleran Ivan Nikolas kepada Kontan.co.id, Jumat (24/11).
Selain itu, Ivan juga membeberkan bahwa aturan baru OJK terkait penurunan suku bunga pinjol yang dimulai pada tahun depan diyakini tak akan berpengaruh besar terhadap kinerja perusahaan, khususnya penurunan untuk produktif di angka 0,1% per hari mulai 1 Januari 2024.
Akan tetapi, dia merasa keberatan dengan penurunan menjadi 0,067% per hari pada 1 Januari 2026.
Baca Juga: Ada 29 Fintech Lending Belum Penuhi Modal Minimum, OJK: Bagian dari Seleksi Alam
"Namun, untuk 0,067% per hari yang mulai berlaku pada 1 Januari 2026, saya mengira bisa memberatkan industri. Perlu diingat bahwa pinjaman produktif fintech lending tidak menggunakan agunan berupa fixed asset, sehingga dari sisi risiko berbeda," ungkapnya.
Menurutnya, jika bunga berada di 0,067% per hari akan menutup kemungkinan untuk menyalurkan pinjaman produktif ke borrower-borrower UMKM yang size-nya kecil-kecil, seperti online merchant dan penjual ritel.
Dia membeberkan saat ini rata-rata total cost untuk borrower Akseleran berada di bawah 2% per bulan, tetapi produk-produk tertentu untuk borrower-borrower yang size-nya relatif kecil, seperti online merchant bisa saja di atas itu.
Terkait bunga konsumtif, Akseleran mengaku tidak memikirkannya. Sebab, perusahaan tersebut tidak bermain di cashloan. Namun, kata Ivan, untuk pemain cashloan, hal itu akan menjadi tantangan yang berat, khususnya dengan rate 0,1% per hari mulai 1 Januari 2026.
Adapun penyaluran Akseleran sampai akhir Oktober tahun ini mencapai Rp 2,4 triliun. Hingga akhir tahun targetnya sekitar Rp 3 triliun dan dinilai relatif stabil dari tahun lalu.
Sementara itu, fintech peer to peer (P2P) lending PT Pasar Dana Pinjaman (Danamas) menyatakan akan terus mengadaptasi model bisnis untuk memenuhi regulasi dan kebutuhan pasar.
Mengenai tantangan aturan baru OJK dan tren kenaikan suku bunga BI, Head of Marketing Danamas Gian Carlo Binti Danamas menyampaikan pihaknya akan fokus pada peningkatan teknologi dan pengembangan produk ke depannya.
"Selain itu, kami juga akan meningkatkan sistem penilaian kredit untuk lebih akurat. Ditambah akan memperkuat pendekatan kami dalam literasi keuangan bagi pelanggan agar mereka lebih paham tentang manajemen keuangan pribadi," ungkapnya.
Gian tak memungkiri kenaikan suku bunga BI tentu membawa tantangan tersendiri, terutama terkait dengan biaya modal. Namun, Danamas menyatakan telah menyiapkan strategi untuk menjaga keseimbangan antara kebutuhan pendanaan dan pengelolaan risiko.
Baca Juga: OJK: Keberlanjutan Menjadi Hal Penting yang Harus Dilakukan Industri Fintech
"Dengan prediksi penurunan suku bunga pada akhir semester II-2024, kami berencana untuk lebih menyesuaikan strategi pricing kami, memastikan bahwa kami tetap kompetitif," katanya.
Di sisi lain, Direktur ekonomi digital Center of Economic and Law Studies (Celios) Nailul Huda menilai penurunan bunga pinjol dan kenaikan suku bunga BI akan berdampak terhadap industri fintech lending.
Dari sisi investasi, Nailul menyampaikan hal itu menjadi pekerjaan rumah bagi pemain fintech P2P lending. Adapun pekerjaan rumah tersebut, yakni menarik minat investor ritel mengingat manfaat yang menurun di P2P lending dan lebih tinggi bunga investasi di tempat lain.
Dia menilai industri bisa terganggu karena minat lender individu berkurang dan lender institusi tampaknya akan menjadi andalan platform fintech P2P lending untuk mengumpulkan dana guna penyaluran.
Di sisi lain, kata Nailul, biaya pembiayaan untuk debitur atau borrower akan makin murah dan lebih murah dibandingkan perbankan. Dengan demikian, permintaan akan meningkat.
Oleh karena itu, untuk menarik lender individu, Nailul menyebut platform fintech P2P lending dapat melakukan beberapa hal.
"Pertama, memperbaiki kinerja dari pembayaran borrower sehingga kualitas peminjaman meningkat. Ini juga terkait dengan potensi kenaikan permintaan. Kedua, bisa melakukan promosi untuk lender loyal sehingga tidak pindah ke instrumen investasi lain," katanya.
OJK sebelumnya sudah mengeluarkan berbagai macam aturan baru perihal fintech peer to peer (P2P) lending dalam SEOJK No.19/SEOJK.06/2023 tentang Penyelenggaraan Layanan Pendanaan Bersama Berbasis Teknologi Informasi (LPBBTI).
Dalam SEOJK tersebut, dibahas juga pengaturan bunga pinjaman online (pinjol) hingga mekanisme pinjaman.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News