kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 2.174.000   10.000   0,46%
  • USD/IDR 16.725   32,00   0,19%
  • IDX 8.127   1,36   0,02%
  • KOMPAS100 1.130   -0,26   -0,02%
  • LQ45 809   -1,81   -0,22%
  • ISSI 283   0,94   0,33%
  • IDX30 425   -0,23   -0,05%
  • IDXHIDIV20 486   -3,35   -0,69%
  • IDX80 124   -0,14   -0,12%
  • IDXV30 133   -0,20   -0,15%
  • IDXQ30 134   -0,98   -0,73%

Ini Respons AAUI Soal Adanya Usulan Proses Penyelamatan untuk Asuransi Bermasalah


Rabu, 24 September 2025 / 19:46 WIB
Ini Respons AAUI Soal Adanya Usulan Proses Penyelamatan untuk Asuransi Bermasalah
ILUSTRASI. Ketua Umum AAUI Budi Herawan.


Reporter: Ferry Saputra | Editor: Ignatia Maria Sri Sayekti

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI) mendukung usulan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengenai Program Penjaminan Polis (PPP) yang dinaungi Lembaga Penjamin Polis (LPS) dapat diterapkan untuk proses resolusi atau penyelamatan asuransi insolvent atau bermasalah di Indonesia. 

Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI) menilai apabila resolusi asuransi bermasalah itu jadi dijalankan, tentu perlu dituangkan juga ke dalam bagian dari PPP dan Undang-Undang.

"Mengenai resolusi, kami mendukung sepenuhnya. Kalau dibunyikan nanti di Undang-Undangnya atau di PPP-nya, itu bisa. Mungkin itu salah satu yang bisa membantu program penyehatan apabila ada perusahaan asuransi yang bermasalah," kata Ketua Umum AAUI Budi Herawan saat ditemui di kawasan DPR RI, Jakarta Selatan, Rabu (24/9/2025).

Meskipun demikian, Budi menyoroti bahwa sebaiknya mekanisme resolusi tak berfokus di asuransi umum. Sebab, asuransi umum sejauh ini jarang terjadi insolvent. Diharapkannya, resolusi yang ada dalam PPP nanti bisa lebih berfokus kepada perusahaan reasuransi. Berdasarkan ketentuan saat ini, reasuransi tak termasuk ke dalam Program Penjaminan Polis.

"Dalam rangka penyempurnaan dari Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK), apabila dimungkinkan perusahaan reasuransi juga masuk di dalam program LPP atau LPS karena sangat penting," tuturnya.

Baca Juga: AAUI Ungkap Penyebab Aset Industri Asuransi Umum Meningkat 8,8% per Juni 2025

Budi menyampaikan usulan reasuransi masuk ke dalam PPP, khususnya terkait mekanisme resolusi, begitu penting, karena masih terdapat reasuransi yang beberapa kali dalam status sakit. Selain itu, reasuransi juga dinilai menjadi penopang industri asuransi.

"Sistem reasuransi terhadap industri asuransi umum sangat besar. Jadi, hal itu menjadi concern kami. Kalau dilihat dari sejarahnya, perusahaan reasuransi khususnya Badan Usaha Milik Negara (BUMN) pernah beberapa kali mengalami sakit. Jangan sampai itu terulang lagi," ucapnya.

Budi menambahkan sebenarnya permasalahan yang menerpa reasuransi sudah disampaikan kepada regulator. Dia juga menyoroti perusahaan reasuransi di luar negeri yang bisa profitable, tetapi berbeda kondisinya di Indonesia. 

Oleh karena itu, Budi menyebut perlu adanya evaluasi dan solusi yang tepat dari berbagai pihak agar kondisi perusahaan reasuransi di dalam negeri bisa membaik.

"Berarti ada sesuatu yang salah. Apakah mitigasi risikonya? Apakah harganya? Atau mata rantainya? Saya sudah sampaikan juga ke regulator bahwa ekosistemnya ada yang kurang baik. Tinggal memang tindakannya," ungkapnya.

Baca Juga: Ekuitas Asuransi Umum dan Reasuransi Turun pada Semester I, AAUI Jelaskan Penyebabnya

Menurut Budi, perbaikan perusahaan reasuransi di Indonesia perlu dilakukan, karena industri asuransi umum dan jiwa tak berdiri sendiri, tetapi juga ditopang oleh reasuransi. Dia mengibaratkan bahwa perusahaan asuransi dan reasuransi itu satu lingkaran atau ekosistem yang saling berkaitan. 

Lebih lanjut, Budi menyampaikan pihaknya masih akan terus melakukan pembahasan dengan berbagai stakeholder mengenai PPP dan mekanisme yang akan diterapkan nantinya. 

Sebelumnya, Kepala Eksekutif Pengawasan Perasuransian, Penjaminan dan Dana Pensiun OJK Ogi Prastomiyono berharap usulan resolusi tersebut dapat direalisasi ke dalam Revisi UU P2SK. Berdasarkan UU P2SK yang saat ini berlaku, Ogi menerangkan pengaturan PPP hanya berlaku untuk proses likuidasi.

"Kami mengusulkan Program Penjaminan Polis itu bukan hanya likuidasi, melainkan juga ditambah resolusi. UU P2SK sekarang itu hanya likuidasi. Jadi, kami merekomendasikan PPP diperluas pasal-pasal mengenai upaya untuk resolusi terhadap perusahaan asuransi yang insolvent," ungkapnya saat ditemui di kawasan DPR RI, Jakarta Selatan, Selasa (23/9/2025). 

Menurut Ogi, kewenangan untuk melakukan resolusi asuransi insolvent di Indonesia sangat relevan untuk dilakukan, sejalan dengan kewenangan PPP. Dia bilang rekomendasi mekanisme proses resolusi asuransi insolvent oleh Lembaga Penjamin Polis (LPS) sejalan dengan resolusi bank. 

Lebih lanjut mengenai rincian usulan mekanisme resolusi, dia mengusulkan status pengawasan perusahaan asuransi atau perusahaan asuransi syariah oleh OJK menjadi tiga kategori, yaitu pengawasan normal, pengawasan dalam penyehatan, dan dalam resolusi.

Baca Juga: AAUI Berencana Minta Perpanjangan Waktu Pemenuhan Ekuitas Minimum Asuransi untuk 2026

Selanjutnya, penetapan bahwa perusahaan asuransi tersebut menghadapi suatu masalah, perlu koordinasi antara OJK dengan LPS tepatnya pada saat perusahaan asuransi itu sudah masuk dalam kategori pengawasan dalam penyehatan. 

"Setelah, perusahaan insolvent tersebut ditetapkan menjadi kategori pengawasan dalam resolusi, maka koordinasi antara OJK dengan LPS itu makin intens, kemudian perlu langkah-langkah lebih lanjut untuk menjaga agar proses resolusinya berjalan dengan baik," tuturnya.

Selanjutnya, Ogi menerangkan sejak pemberitahuan OJK, LPS dapat mengambil alih hak dan kewenangan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS), kepemilikan, kepengurusan, dan kepentingan lain, pada perusahaan asuransi maupun perusahaan asuransi syariah yang insolvent. 

Setelah itu, ada dua pilihan, yakni penyelamatan oleh LPS atau tidak dilakukan penyelamatan. Kalau tidak dilakukan penyelamatan, proses berikutnya adalah cabut izin usaha oleh OJK, kemudian melakukan pembayaran kepada para pemegang polis.

Baca Juga: Ada Rencana Konsolidasi Asuransi dan Reasuransi BUMN, Ini Respons AAUI

"Jadi, proses likuidasi akan berjalan sesuai dengan aset yang ada," katanya.

Kalau perusahaan asuransi tersebut dilakukan penyehatan oleh LPS, tentu LPS akan melakukan tindakan dalam rangka penyelamatan. Ogi bilang tindakan itu ada bermacam-macam, seperti menguasai, dan mengelola kepemilikan aset, melakukan penyertaan modal sementara, menjual atau mengalihkan aset, mengalihkan manajemen, melakukan penggabungan atau peleburan, melakukan pengalihan kepemilikan atau meninjau ulang atau membatalkan, hingga mengakhiri atau mengubah kontrak yang mengikat dengan pihak ketiga.

"Beberapa poin-poin penting yang diusulkan kami itu mekanismenya hampir mirip dengan resolusi terhadap bank yang bermasalah," ucap Ogi.

Ogi menambahkan usulan mekanisme tersebut juga berlandaskan kajian dan praktik yang terjadi di luar negeri, seperti Korea Selatan dan Malaysia. Dengan demikian, industri asuransi bisa mengedepankan juga perlindungan terhadap konsumen. 

Baca Juga: AAUI Optimistis Prospek Asuransi Logistik Tetap Positif pada Sisa 2025

Selanjutnya: IHSG Terus Menguat di Tengah Pelemahan Rupiah, Ini Sentimen Pendorongnya

Menarik Dibaca: Suka Lari Sendirian? Ini 7 Manfaat Solo Running untuk Kesehatan

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Business Contract Drafting GenAI Use Cases and Technology Investment | Real-World Applications in Healthcare, FMCG, Retail, and Finance

[X]
×