Reporter: Ferry Saputra | Editor: Tri Sulistiowati
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) tengah mengusut kasus dugaan kartel bunga di industri pinjaman online (pinjol) atau fintech peer to peer (P2P) lending. Dalam waktu dekat, KPPU juga akan menyidangkan dugaan pelanggaran kartel suku bunga di industri pinjol dalam Sidang Majelis Pemeriksaan Pendahuluan.
Menanggapi adanya dugaan tersebut, Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) memberikan klarifikasi dan membantah atas tuduhan praktik kartel bunga. Sekretaris Jenderal AFPI periode 2019–2023 Sunu Widyatmoko menerangkan penyesuaian batas bunga maksimum fintech lending pertama kali diterbitkan dalam Code of Conduct pada 2018 sebesar 0,8%, sekarang sudah dicabut dan tidak berlaku lagi.
Sunu bilang penyesuaian bunga yang dilakukan pada saat itu tidak pernah dimaksudkan untuk menyeragamkan harga antarplatform fintech lending. Dia menyebut upaya itu dilakukan untuk menurunkan bunga yang saat itu sangat tinggi, sekaligus membedakan layanan pinjaman legal (fintech lending) dari praktik pinjol ilegal yang tidak diawasi oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
“Waktu itu, bunga pinjaman fintech lending bisa mencapai di atas 1% per hari, bahkan ada yang dua hingga tiga kali lipat. Batas bunga maksimum justru ditujukan agar platform legal tidak ikut-ikutan mengenakan bunga mencekik. Hal itu menjadi bagian dari perlindungan konsumen,” ungkapnya dalam konferensi pers, Rabu (14/5).
Baca Juga: Kasus Dugaan Kartel Bunga Pinjol Dinilai Berpengaruh Bagi Industri Fintech Lending
Sekretaris Jenderal AFPI saat ini, Ronald Andi Kasim, menuturkan bahwa batas bunga maksimum yang dibuat saat itu adalah batas atas, bukan harga tetap.
"Kenyataannya, ada platform yang menetapkan bunga di bawah batas bunga maksimum, seperti 0,6%, 0,5%, bahkan 0,4% per hari,” ungkapnya.
Lebih lanjut, Ronald menekankan bahwa bunga ditentukan secara individual oleh masing-masing platform berdasarkan risiko, jenis pinjaman (multiguna, produktif, atau syariah), serta kesepakatan antara pemberi pinjaman (lender) dan peminjam (borrower). Jadi, dia menyampaikan tidak ada paksaan harga seragam dalam praktik industri fintech lending.
Setelah Undang-Undang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UUP2SK) disahkan dan OJK menerbitkan Surat Edaran OJK (SEOJK) Nomor 19 Tahun 2023 yang secara jelas mengatur bunga pinjaman fintech lending, Ronald mengatakan AFPI segera mencabut batas bunga maksimum tersebut dan menyelaraskan sepenuhnya dengan ketentuan regulator.
“Kami ingin borrower mendapatkan bunga yang lebih ringan, tanpa menurunkan minat lender yang menyalurkan dana. Apabila bunga ditekan terlalu rendah dan risiko tidak sebanding, tentu lender akan pergi. Justru borrower yang akan kesulitan akses dana,” kata Ronald.
Ronald menyampaikan AFPI berkomitmen untuk terus mendukung terbentuknya ekosistem pendanaan digital yang sehat, adil, dan sesuai dengan arah kebijakan OJK. Selain itu, terus berupaya membedakan antara fintech lending yang legal dan transparan dengan pinjol ilegal yang merugikan masyarakat.
Sebelumnya, Ketua KPPU Fanshurullah Asa mengatakan langkah KPPU yang meneruskan ke tingkat persidangan menandai eskalasi serius atas temuan indikasi pengaturan bunga secara kolektif di kalangan pelaku usaha pinjaman berbasis teknologi.
Fanshurullah menerangkan penyelidikan KPPU mengungkap adanya dugaan pelanggaran Pasal 5 Undang-undang (UU) Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Dia menyampaikan sebanyak 97 penyelenggara layanan pinjaman online atau fintech lending yang ditetapkan sebagai Terlapor diduga menetapkan plafon bunga harian yang tinggi secara bersama-sama melalui kesepakatan internal (eksklusif) yang dibuat asosiasi industri, AFPI.
Fanshurullah mengatakan pihaknya menemukan bahwa mereka menetapkan tingkat bunga pinjaman (yang meliputi biaya pinjaman dan biaya-biaya lainnya) yang tidak boleh melebihi suku bunga flat 0,8% per hari, dihitung dari jumlah aktual pinjaman yang diterima oleh penerima pinjaman yang kemudian besaran tersebut diubah menjadi 0,4% per hari pada 2021.
“Kami menemukan adanya pengaturan bersama mengenai tingkat bunga di kalangan pelaku usaha yang tergabung dalam asosiasi selama 2020 hingga 2023. Hal itu dapat membatasi ruang kompetisi dan merugikan konsumen," ungkap Fanshurullah dalam keterangan tertulis, Selasa (29/4).
Dalam melakukan penyelidikan, Fanshurullah menyampaikan KPPU telah mendalami model bisnis, struktur pasar, hingga pola keterkaitan antarpelaku di industri pinjol. Dia bilang model bisnis pinjaman online di Indonesia mayoritas menggunakan pola peer to peer (P2P) lending, yang mana menghubungkan pemberi dan penerima pinjaman melalui platform digital.
Dia bilang agenda sidang itu bertujuan menyampaikan dan menguji validitas temuan, serta membuka ruang pembuktian lebih lanjut.
"Jika terbukti melanggar, para pelaku usaha dapat dikenakan sanksi administratif berupa denda hingga 50% dari keuntungan berdasarkan pelanggaran atau hingga 10% dari penjualan di pasar bersangkutan dan selama periode pelanggaran," kata Fanshurullah.
Baca Juga: Kasus Dugaan Kartel Bunga Pinjol Masuk Tahap Persidangan, Ini Respon AFPI
Selanjutnya: Ahmed al-Sharaa, Eks Komandan al-Qaeda, Bertemu Trump Setelah Jadi Pemimpin Suriah
Menarik Dibaca: Promo Alfamart Noodle Fair sampai 15 Mei 2025, Aneka Mi Korea Harga Spesial
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News