Reporter: Ferry Saputra | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) membeberkan pengusutan kasus dugaan kartel bunga pinjaman online (pinjol) atau fintech peer to peer (P2P) lending naik ke tahap pemberkasan dari tahap penyelidikan. Mengenai hal itu, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) juga turut angkat bicara.
Deputi Komisioner Pengawas Perilaku Pelaku Usaha Jasa Keuangan dan Pelindungan Konsumen OJK Rizal Ramadhani mengatakan pihaknya mendukung langkah yang dilakukan KPPU perihal kasus tersebut.
"Kami support. Kalau dahulu, memang belum diatur, terserah pasar. Kami (OJK) memang tak masuk ke pasar karena ranahnya menyangkut pasar antara penawaran sama permintaan," ujarnya saat ditemui di kawasan Jakarta Pusat, Selasa (11/3).
Baca Juga: KPPU: Kasus Dugaan Kartel Bunga Pinjol Berlanjut ke Persidangan
Namun, Rizal menerangkan pada akhirnya OJK mengatur bunga fintech lending. Dia bilang per Januari 2025, bunga yang dikenakan juga sudah disesuaikan.
Sebagai informasi, OJK mengatur bunga untuk sektor konsumtif dengan tenor kurang dari 6 bulan menjadi sebesar 0,3% per hari. Adapun tenor lebih dari 6 bulan menjadi sebesar 0,2% per hari.
Untuk pembiayaan produktif sektor mikro dan ultra mikro, tenor kurang dari 6 bulan ditetapkan bunga menjadi 0,275% per hari, sedangkan tenor lebih dari 6 bulan menjadi sebesar 0,1% per hari.
Untuk pembiayaan produktif sektor kecil dan menengah, tenor kurang dari 6 bulan dan lebih dari 6 bulan bunga yang ditetapkan menjadi 0,1% per hari.
Dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan Nomor 19/SEOJK.05/2023 tentang Penyelenggaraan Layanan Pendanaan Bersama Berbasis Teknologi Informasi (SEOJK 19/2023) juga dijelaskan bahwa penetapan batas maksimum manfaat ekonomi dapat dilakukan evaluasi secara berkala sesuai kebijakan yang ditetapkan oleh OJK dengan mempertimbangkan, di antaranya kondisi perekonomian dan perkembangan industri fintech lending.
Mengenai kasus dugaan kartel bunga pinjol, Kepala Biro Humas dan Kerja Sama KPPU Deswin Nur mengatakan yang menjadi terlapor adalah para anggota yang tergabung dalam Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI).
Baca Juga: KPPU: Kasus Dugaan Kartel Bunga Pinjol Naik dari Penyelidikan ke Pemberkasan
Dia bilang cukup banyak anggota yang menjadi terlapornya, kemungkinan bisa mencapai puluhan anggota. Deswin juga menjelaskan asosiasi bukan masuk definisi pelaku usaha, tetapi perusahaan yang tergabung di dalamnya termasuk definisi pelaku usaha.
"Kalau kesepakatan di asosiasi, anggota yang menjalankan yang bisa menjadi terlapor," tuturnya.
Secara rinci, Deswin mengatakan setelah pemberkasan selesai, tinggal menerapkan penjadwalan sidang perdana. Dia memperkirakan sidang kemungkinan sudah berjalan pada awal Mei 2025.
"Awal Mei 2025 kemungkinan sudah masuk sidang, tetapi nanti akan disampaikan infonya lebih lengkap," katanya.
Lebih lanjut, Deswin menyampaikan proses yang dilakukan KPPU untuk mengusut kasus tersebut sudah berjalan sejak awal 2024. Namun, untuk praktiknya oleh para penyelenggara telah dilakukan sebelum pengusutan oleh KPPU.
Untuk hukuman, Deswin mengatakan akan dikenakan sesuai dengan undang-undang yang berlaku. Hukumannya bisa tindakan administratif berupa perintah, pembatalan perjanjian, atau denda. Dia juga mengatakan kasus tetap akan berjalan meski sudah ada aturan baru terkait bunga yang dikeluarkan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Sementara itu, Deswin menerangkan kasus tersebut bermula dari temuan KPPU terkait dengan adanya perilaku yang diindikasikan melanggar UU Nomor 5 Tahun 1999 yang dilakukan oleh para pelaku usaha pemberi layanan pinjam-meminjam uang berbasis teknologi informasi atau sering dikenal dengan pinjaman online atau fintech lending.
Atas indikasi adanya pelanggaran UU Nomor 5 Tahun 1999 tersebut, dia menyampaikan KPPU telah melakukan serangkaian tindakan penegakan hukum mulai dari penyelidikan awal dan penyelidikan sejak 2023.
Dalam rangkaian kegiatan penyelidikan awal dan penyelidikan tersebut, Deswin mengatakan KPPU telah melakukan pemanggilan dan pemeriksaan terhadap berbagai pihak yang terkait, seperti para pelaku usaha pemberi layanan atau fintech lending yang keseluruhannya tergabung dalam AFPI.
Baca Juga: Kasus Pinjol Ilegal Mendominasi Pengaduan Di OJK, Catat Pinjol Legal OJK Maret 2025
KPPU juga telah meminta data dan keterangan beberapa lembaga terkait, seperti Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Selanjutnya, disimpulkan telah diperoleh bukti yang cukup adanya dugaan pelanggaran ketentuan Pasal 5 UU Nomor 5 Tahun 1999.
Dengan peningkatan status itu, Deswin menyebut KPPU akan mempersiapkan kelayakan seluruh alat bukti guna dilakukan Sidang Majelis Pemeriksaan Pendahuluan dengan menetapkan para pelaku usaha yang tergabung dalam AFPI sebagai Terlapor atas dugaan pelanggaran ketentuan Pasal 5 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999.
Sebelumnya mengenai dugaan kartel bunga pinjol, Deswin Nur mengatakan bahwa perusahaan pinjol diduga membuat atau melaksanakan perjanjian penetapan harga atau bunga yang dikenakan ke konsumennya sebesar 0,8% di pedoman asosiasi, kemudian menjadi 0,4% pada 2021.
Menurutnya, perusahan pinjol dalam menetapkan suku bunga sebaiknya secara independen. Selain itu, penetapan bunga juga seharusnya tak dilakukan oleh asosiasi. Dia bilang pengaturan atas industri pinjol seharusnya bisa dilakukan pemerintah atau regulator.
Selanjutnya: Permintaan Pay Later Meningkat Jelang Lebaran 2025, Risiko Kredit Macet Juga Naik
Menarik Dibaca: Ini Tips Liburan Hemat Saat Lebaran ala Tiket.com
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News