Reporter: Nina Dwiantika, Issa Almawadi | Editor: A.Herry Prasetyo
JAKARTA. Di tengah likuiditas nan mengetat dan kenaikan biaya dana, perbankan mengupayakan berbagai langkah antisipasi agar likuiditas bank bisa tetap encer.
Bank Danamon, misalnya, memilih menahan laju pertumbuhan kredit sembari meningkatkan pertumbuhan dana pihak ketiga (DPK). Vera Eve Lim, Direktur Keuangan Danamon, mengatakan pihaknya menjalankan kedua strategi tersebut sekaligus untuk menurunkan rasio pinjaman terhadap simpanan atau loan to deposit ratio (LDR).
Cara tersebut tampaknya cukup ampuh. Per September 2013, LDR Danamon menurun dari 103,5% pada September 2012 menjadi 99%. Penurunan LDR tersebut lantaran DPK tumbuh lebih tinggi ketimbang penyaluran kredit. Hingga September 2013, penyaluran kredit Danamon hanya tumbuh 14% sementara DPK meningkat 16%.
Danamon juga mencatat rasio total pendanaan alias loan to funding ratio (LFR) yang memperhitungkan DPK dan dana jangka panjang per September 2013 turun di level 88,4% ketimbang posisi sebelumnya di level 89,5%.
Vera mengakui, upaya menurunkan LDR tak bisa dilakukan secara cepat. Sebab, tak mudah menggaet sumber dana saat kondisi likuiditas bank mengetat. "Sampai akhir tahun ini kami menjaga rasio LDR pada kisaran 99%," kata Vera.
Sementara, Bank Tabungan Pensiunan Nasional (BTPN) memilih meningkatkan DPK tanpa harus mengerem penyaluran kredit. Per September 2013, DPK bank ini tumbuh 15% dibandingkan periode sama tahun sebelumnya. Meskipun, penyaluran kredit melesat lebih tinggi sebesar 22%.
Likuiditas aman
Menurut Arief Harris, Direktur Keuangan BTPN, meski kredit tumbuh lebih cepat, likuiditas BTPN saat ini cukup untuk menopang target pertumbuhan kredit. LDR BTPN sebesar 92% masih memenuhi batas ideal yang ditetapkan Bank Indonesia. "Kalaupun LDR naik di atas 92% juga tak masalah karena rasio kecukupan modal (CAR) kami sebesar 23%," katanya.
Selain dari DPK, BTPN memenuhi kebutuhan likuiditas dari obligasi dan pinjaman jangka panjang. Jika memperhitungkan kedua sumber pendanaan tersebut, LFR BTPN berada di level 81%. Dengan kondisi seperti itu, Arief yakin BTPN memiliki ruang cukup untuk bertumbuh.
Bank Negara Indonesia (BNI) memilih strategi meningkatkan dana murah untuk mengantisipasi likuiditas yang mengetat. Per September 2013, dana murah di BNI tumbuh 22,8% menjadi Rp 34,9 triliun ketimbang September 2012. Sementara, total DPK meningkat 15,4%.
Lantaran tumbuh lebih tinggi, porsi dana murah terhadap DPK juga ikut meningkat dari 64% menjadi 68%. Per September 2013, LDR BNI berada di level 84,7%. "LDR dalam rupiah 90% sementara LDR valas 46%," kata Gatot Suwondo, Direktur Utama BNI.
Gatot optimistis likuiditas BNI masih aman. Apalagi, BNI memiliki obligasi Rp 2,4 triliun yang jatuh tempo dalam satu tahun terakhir. Dalam lima tahun ke depan, BNI akan mencairkan obligasi senilai Rp 20 triliun. "Kalau cair, dana bisa dilempar ke pinjaman sekaligus alat untuk ekspansi kredit," ujarnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News