Reporter: Ferrika Sari | Editor: Herlina Kartika Dewi
Dana penjualan saham tersebut, salah satunya untuk pembayaran klaim jatuh tempo nasabah. Nantinya Jiwasraya lebih memprioritaskan pembayaran nilai pokok klaim nasabah lebih dulu dan tidak termasuk bunga pokok.
Adapun total liabilitas produk JS Saving Plan per November 2019 sebesar Rp 15,75 triliun.
“Jadi total pokok uang yang dibutuhkan Rp 15,75 triliun yang akan kembali ke para nasabah,” tambahnya.
Dari Rapat Dengar Pendapat DPR dan Manajemen Jiwasraya Kamis (16/12) terkuak penyebab gagal bayar Jiwasraya ke nasabah.
Direktur Utama Jiwasraya, Hexana Tri Sasongko menjelaskan penyebab gagal bayar tersebut karena adanya kesalahan startegi investasi dari manajemen lama.
Manajemen lama lebih banyak investasi ke instrumen yang berisiko tinggi dan tidak likuid demi mengejar imbal hasil tinggi tanpa mempertimbangkan risiko.
Baca Juga: Kementerian BUMN menargetkan hasil penjualan Jiwasraya Putra mencapai Rp 3 triliun
Pada Desember 2017, 52,68% investasi ke saham dan reksadana saham. Sedangkan obligasi dan reksadana tetap hanya 18,12%.
“Investasi saat itu tidak memenuhi ketentuan portofolio yang diwajibkan OJK dalam mempertimbangkan kualitas aset secara tinggi. Pada Desember 2017 mestinya investasi 30% dalam bentuk government bond, tapi ini malah lari ke saham semua jadi tidak memenuhi ketentuan,” keluh Hexana.
Sialnya lagi, portofolio investasi saat itu ditaruh ke saham berkualitas rendah tapi tidak dilengkapi manajemen investasi yang memadai.
Menurut Hexana, dalam laporan keuangan 2017 Jiwasraya mencatatkan laba Rp 2,4 triliun namun setelah diaudit terdapat kekurangan cadangan mencapai Rp 13 triliun.
“KAP PWC belum melihat secara detil melihat dari sisi aset, sehingga ada pos-pos anggaran yang tidak bisa dijelaskan,” katanya.
Artinya, opini PWC menunjukkan bahwa ada cadangan dan pos-pos yang belum dijelaskan secara memadai sesuai standar asuransi sehingga harus diperbaiki pada tahun berikutnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News