Reporter: Ferrika Sari | Editor: Khomarul Hidayat
Sebelumnya, Burhanuddin menyatakan dari hasil penyidikan sementara hingga Agustus 2019, potensi kerugian negara mencapai Rp 13,7 triliun dari pelanggaran tata kelolaan investasi produk Saving Plan Jiwasraya. Sayangnya ia belum mau mengungkapkan berapa potensi kerugian hingga penyidikan saat ini.
“Soal yang pasti, jumlah kerugian negara nanti diinformasikan setelah perhitungan tahap akhir,” ujarnya.
Asal tahu saja, berdasarkan penyidikan Kejagung ditemukan dugaan bahwa manajemen Jiwasraya melakukan pelanggaran prinsip kehati-hatian dalam berinvestasi. Jiwasraya telah melakukan investasi pada aset-aset dengan risiko tinggi untuk mengejar keuntungan tinggi.
Baca Juga: Kejagung cekal 10 orang terkait kasus Jiwasraya, berikut daftar lengkapnya
Pertama, Burhanuddin menyebut, Jiwasraya menempatkan 22,4% atau senilai Rp 5,7% aset finansial di saham. Dari jumlah tersebut, 2% diantaranya ditempatkan pada saham dengan kinerja baik dan 95% dana ditempatkan di saham yang berkinerja buruk.
Kedua, penempatan di reksadana dengan porsi sebanyak 59,1% dari aset finansial atau senilai Rp 14,9 triliun. Dari jumlah tersebut cuma 2% diantaranya dikelola oleh manajer investasi dengan kinerja baik dan sebanyak 98% dikelola manajer investasi dengan kinerja buruk.
Akibat transaksi tersebut, Jiwasraya menanggung kerugian negara sebesar Rrp 13,7 triliun, serta tidak mampu membayarkan klaim jatuh tempo nasabah pengguna produk JS Saving Plan.
Baca Juga: Mantan Direksi Jiwasraya dan Pemain Kakap di Pasar Saham dibidik Kejaksaan Agung
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News