kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45906,47   7,72   0.86%
  • EMAS1.318.000 -0,68%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Kasus mis-selling produk asuransi masih ada, pengawasan ketat diperlukan


Minggu, 10 Oktober 2021 / 16:09 WIB
Kasus mis-selling produk asuransi masih ada, pengawasan ketat diperlukan
ILUSTRASI. Ribut-ribut terkait produk asuransi jiwa terkhusus yang dikaitkan dengan investasi atau sering dikenal unitllink cukup ramai.


Reporter: Adrianus Octaviano | Editor: Khomarul Hidayat

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Ribut-ribut terkait produk asuransi jiwa terkhusus yang dikaitkan dengan investasi atau sering dikenal unitllink cukup ramai beberapa waktu belakangan. Adanya faktor mis-selling menjadi penyebab beberapa nasabah merasa tidak mendapatkan hasil yang sesuai dengan produk ini ketika ditawarkan.

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pernah mencatat bahwa sepanjang 2020, jumlah pengaduan konsumen mengenai unitlink kepada OJK telah mencapai 593 pengaduan. Mayoritas aduan terkait adanya kasus mis-selling.

Di lain sisi, OJK juga mencatat bahwa pendapatan premi tertinggi hingga Juli 2021 berasal dari produk unitlink yang mencapai Rp 52,03 triliun yang berarti berkontribusi 48,35% dari keseluruhan total premi yang didapatkan.

Dari kondisi dua hal tersebut, Kepala Departemen Pengawasan Industri Keuangan Non-Bank (IKNB) 2A OJK, Ahmad Nasrullah pernah menyampaikan, OJK tidak bisa langsung menghilangkan langsung produk unitlink ini mengingat kontribusinya yang cukup tinggi.

Baca Juga: Ada kasus kesalahan penjualan produk unitlink, ini tanggapan PAAI

Hanya saja, OJK pun tidak juga menutup mata bahwa ada beberapa kasus yang melibatkan produk tersebut. Oleh karenanya, OJK saat ini sedang  mengatur regulasi untuk memperketat pengaturan penjualan produk unitlink ini.

Ada beberapa aspek yang menjadi perhatian OJK untuk mengatur bisnis unitlink, mulai dari persyaratan untuk perusahaan asuransi yang bisa memasarkan unitlink. Kemudian peninjauan spesifik produk untuk menghindari masalah klaim asuransi.

Tak hanya itu, akan ada peningkatan persyaratan bagi nasabah yang bisa membeli produk unitlink. Ditambah dengan transparansi produk, seperti penjelasan biaya-biaya produk pada awal penjualan polis.

“Kami tidak mungkin bisa mengakomodasi masukan-masukan dari semua pihak untuk tujuan akhir. Artinya kami ambil masukan-masukan itu dan diskusikan. Kalau nanti implementasinya sulit, ya kami coba dulu,” ujar Ahmad.

Perencana keuangan Risza Bambang pun sependapat bahwa tidak ada yang salah dengan produk unitlink meskipun ada kelebihan dan kekurangan yang dimiliki oleh produk ini. Mengingat, ada segmen nasabah yang cocok dengan karakteristik produk unitlink.

“Salah satunya yang cocok ialah jenis nasabah yang prefer simplifikasi, kepraktisan, dan tidak punya waktu untuk melakukan investasi sendiri,” ujar Rizsa.

Menurut Risza, salah satu upaya yang bisa dilakukan oleh OJK ialah memiliki standar training wajib untuk memastikan agen memahami produk dan ilmu asuransi, serta harus lulus ujian. “Bukan dari asosiasi,” ujarnya.

Selain itu, pengawasan dan pembinaan dari OJK juga perlu dilakukan secara ketat. Misalnya, ada batas maksimal pelanggaran baik untuk nama agen, grup, hingga perusahaan asuransinya lalu hal tersebut juga disampaikan kepada publik.

Ia menambahkan, perusahaan asuransi harus bertanggung jawab atas kesalahan agen yang dimilikinya. Kecuali, perusahaan bisa membuktikan bahwa nasabah secara sengaja memang melanggar.

Sementara, perencana Keuangan Eko Endarto mengatakan, nasabah juga perlu mendapatkan literasi yang mendalam terkait produk unitlink ini. Jadi, Eko mengingatkan kalau nasabah ini membeli produk unitlink yang diutamakan ialah proteksinya, bukan hal lain yang sebenarnya hanya manfaat tambahan.

“Tapi yang pasti adalah tidak boleh mengharapkan keuntungan dari asuransi, karena itu bukan karakter dari asuransi,” ujar Eko.

Di lapangannya sendiri, Henny E. Dondocambey, Founder Perkumpulan Agen Asuransi Indonesia (PAAI) sekaligus Ketua Bidang Investasi dan Pajak PAAI mengakui, ada beberapa agen yang memang tidak terbuka dalam memasarkan produknya atau tidak mengerti betul terkait produk tersebut.

“Perusahaan asuransi selalu memberi training agar agennya transparan, namun kembali ke agen itu menangkapnya bagaimana.Tergantung motivasinya apa,” ujar Henny.

Tak hanya itu, Henny pun menambahkan, sejatinya bisnis asuransi merupakan bisnis kepercayaan sehingga kebanyakan nasabah membeli dari agen asuransi yang sudah dikenal dekat. Oleh karenanya, ada kemungkinan nasabah ketika dijelaskan langsung percaya dengan apa yang dijanjikan oleh agen tanpa mengetahui secara detail produk tersebut.

Melihat kondisi tersebut, regulasi baru OJK untuk memperketat pengawasan produk ini terutama dalam hal pemasaran memang sangat diperlukan. Harapannya, tidak ada pihak-pihak yang kembali dirugikan oleh produk asuransi, secara khusus produk unitlink ke depannya.

Selanjutnya: Nasabahnya merugi akibat produk unitlink, perusahaan asuransi pun buka suara

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
EVolution Seminar Practical Business Acumen

[X]
×