Reporter: Dea Chadiza Syafina | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
JAKARTA. Pemerintah berencana menerapkan penggunaan kartu untuk pembelian Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi pada Oktober mendatang. Industri perbankan menyambut baik aturan pembayaran elektronik atau non tunai ini.
Harsya Denny Suryo, Sekretaris Perusahaan PT CIMB Niaga bilang, penggunaan alat pembayaran dengan menggunakan kartu (APMK) merupakan ide yang bagus. Pihaknya akan melihat sejauh mana industri perbankan akan ikut serta dalam aturan baru ini.
Senada, Sekretaris Perusahaan PT Bank Rakyat Indonesia (BRI) Muhammad Ali mengungkapkan, industri perbankan siap dengan aturan baru ini. Menurutnya, mekanisme penggunaan kartu untuk pembelian BBM bersubsidi amat mudah bagi industri perbankan. Perbankan hanya harus menambah satu fitur lagi dalam APMK-nya.
"Tambah satu fitur lagi yang diisi, selesai. Sama dengan payroll, setiap gajian tanggal 25 jam 00.01 gajinya sudah masuk. Semua melalui sistem," kata Ali di Jakarta, Kamis (26/9) malam.
Menurut Ali, kesanggupan menggunakan APMK untuk membeli BBM bersubsidi sudah dimiliki oleh industri perbankan yang telah memiliki produk berkartu. Menurut Ali, selain hanya tinggal menambahkan satu fitur pembayaran pada APMK, kebijakan ini menunggu penentuan kuota BBM bersubsidi untuk masing-masing masyarakat.
"Penentuan kuota untuk masing-masing individu itu adalah hal teknis. Detail kebijakan yang akan mengatur. Saya kira semudah itu," ucap Ali.
Menurut Ali, industri perbankan sudah lama telah melakukan diskusi secara ketat dengan pihak-pihak terkait. Dia menyebut metode pembelian BBM bersubsidi dengan menggunakan kartu ini, telah berlaku di banyak negara, semisal Iran dan China.
Di kedua negara itu, sistem pembelian BBM bersubsidi menggunakan kartu memiliki metode seperti metode perbankan. Ali mencontohkan, jika masyarakat mendapat subsidi sebanyak 100 liter BBM, maka dalam APMK masyarakat seperti terisi 100 liter. Diangka 100 liter tersebut, masyarakat dapat membeli BBM dengan harga subsidi. Namun ketika jatah tersebut habis dan terdapat kelebihan pembelian, maka jumlah nominal BBM yang dibeli itu harus dibayarkan dengan harga normal.
"Jika mendapat subsidi 100 liter, maka akan tertera 100. Tapi jika habis dan tertera angka 101, maka liter yang pertama itu dengan harga normal. Lebih dari subsidi yang ditetapkan, maka harus dengan harga normal," jelasnya.
Meski begitu, Ali belum mengetahui metode seperti apa yang akan diterapkan di Indonesia. Menurutnya perbankan hanya bersiap diri dan menyambut baik kebijakan baru ini, karena bisa mendorong transaksi non tunai di masyarakat. "Selain itu juga membantu subsidi akan lebih terkontrol," ujarnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News