Reporter: Ferry Saputra | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat kinerja ekspor Indonesia pada Februari 2025 meningkat 14,05% secara tahunan (YoY).
Mengenai hal itu, Pengamat Asuransi sekaligus Ketua Umum Komunitas Penulis Asuransi Indonesia (KUPASI) Wahyudin Rahman menilai meningkatnya ekspor Indonesia bisa menjadi sinyal positif bagi lini asuransi marine cargo.
Wahyudin menjelaskan meningkatnya volume pengiriman barang internasional berpotensi mendorong permintaan proteksi pengangkutan, baik dari eksportir maupun pemilik kargo.
Baca Juga: Tugu Insurance Nilai Naiknya Ekspor Jadi Sinyal Positif bagi Asuransi Marine Cargo
"Hal itu bisa berdampak langsung pada kenaikan pendapatan premi, terutama untuk komoditas dengan nilai tinggi atau pengiriman ke rute-rute berisiko. Namun, efektivitas kenaikannya juga bergantung pada stabilitas biaya logistik dan risiko global," ujarnya kepada Kontan, Minggu (23/3).
Untuk tahun ini, Wahyudin menyampaikan prospek lini asuransi marine cargo cenderung dinamis meski sudah terlihat adanya kenaikan ekspor pada Februari 2025.
Dia menerangkan kinerja asuransi marine cargo bisa saja meningkat ke depannya apabila eksportir tetap agresif mencari pasar alternatif, volume perdagangan tetap terjaga, bahkan beralih ke destinasi baru yang bisa memperluas kebutuhan asuransi marine cargo.
Namun, Wahyudin mengatakan hal sebaliknya bisa saja terjadi. Menurutnya, kinerja asuransi marine cargo bisa saja negatif apabila perang tarif menekan volume perdagangan atau memaksa pengalihan rute yang lebih panjang dan berisiko, tentu saja bisa terjadi kenaikan klaim.
Baca Juga: Tugu Insurance Catatkan Kinerja Positif Lini Asuransi Marine Cargo per Februari 2025
Misalnya, disebabkan kerusakan barang, penundaan, maupun risiko geopolitik. "Oleh karena itu, perusahaan asuransi harus siap menyesuaikan pricing dan cakupan polis agar tetap kompetitif dan menjaga profitabilitas," kata Wahyudin.
Secara spesifik, Wahyudin menyampaikan setidaknya ada 4 tantangan utama yang akan dihadapi lini asuransi marine cargo pada tahun ini.
Pertama, dia menyebut adanya risiko geopolitik dan perang tarif. Ketidakpastian di wilayah perairan strategis, seperti Laut Merah atau Selat Hormuz, bisa meningkatkan risiko perampokan laut (piracy), penahanan kargo, dan re-routing yang memengaruhi ketepatan waktu pengiriman.
Kedua, Wahyudin berpendapat fluktuasi biaya pengiriman, seperti lonjakan biaya logistik, termasuk bunker fuel dan biaya kanal, bisa memengaruhi nilai pertanggungan dan ketentuan underwriter.
Baca Juga: Great Eastern: Konflik Timur Tengah Berdampak Buruk Terhadap Asuransi Marine Cargo
Ketiga, adanya perubahan regulasi. Dia menjelaskan pengetatan aturan terkait standar pengiriman internasional dan aspek lingkungan bisa menambah kompleksitas proses klaim dan underwriting.
Keempat, terkait dengan teknologi dan inovasi. Menurut Wahyudin, adopsi teknologi dalam pelacakan kargo dan blockchain dalam pengelolaan dokumen berpotensi mengubah cara polis dan klaim.
Dengan demikian, dia mengatakan perusahaan asuransi yang lamban beradaptasi bisa kehilangan daya saing.
Berdasarkan data Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI), pendapatan premi asuransi marine cargo industri mencapai Rp 5,31 triliun pada 2024. Nilai itu meningkat 4,2%, jika dibandingkan periode sama tahun sebelumnya.
Selanjutnya: Sumber Tani Agung (STAA) Catat Produksi Tandan Buah Segar 1,04 Juta Ton di Tahun 2024
Menarik Dibaca: Cove Bagi Tips Jalani Puasa ala Anak Kostan
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News