Reporter: Nina Dwiantika, Emma Ratna Fury, Issa Almawadi | Editor: Roy Franedya
JAKARTA. Kebijakan Bank Indonesia (BI) menaikkan Giro Wajib Minimum (GWM) sekunder atau secondary reserve dari 2,5% menjadi 4% akan dapat menyerap kelebihan (ekses) likuiditas perbankan. Namun kebijakan ini perlu ditempuh guna meningkatkan manajemen likuiditas bank.
Dalam risetnya, analis DBS Vickers, Lim Sue Lin dan Chininta Satar, menghitung kebijakan kenaikan GWM sekunder akan menyedot ekses likuditas perbankan hingga Rp 40 triliun. Besarnya dana yang diserap ini lantaran sebagian besar perbankan memiliki GWM di bawah 4%.
Menurut Lim, dampak terbesar kebijakan ini akan dirasakan oleh Bank Tabungan Negara (BTN), Bank Danamon dan Bank Panin. Pasalnya, ketiga bank ini memiliki rasio intermediasi atau loan to deposit ratio (LDR) di atas 92%. Rasio ini menandakan likuiditas di tiga bank itu sudah mengetat.
Alhasil, bank-bank tersebut harus menghimpun dana pihak ketiga (DPK) dalam jumlah besar. "Kami memprediksikan pertumbuhan kredit akan tumbuh di level 20%," ujarnya, pekan lalu.
Sekadar informasi, kenaikan GWM sekunder akan dilakukan bertahap. Setiap bulan GWM sekunder naik 0,5% hingga mencapai 4% pada November nanti. Berbeda dengan GWM primer yang dibayar dengan uang tunai, GWM sekunder dibayar dalam bentuk surat berharga, surat treasury, Sertifikat Bank Indonesia atau kelebihan pencadangan.
BI memang perlu menaikkan GWM demi menyerap kelebihan likuiditas bank. Jika tidak diserap, kelebihan likuiditas bisa memacu laju inflasi dan melemahkan nilai tukar karena banyak bank menggunakan kelebihan dana untuk menumpuk valuta asing.
Sementara kebijakan BI menurunkan batas atas LDR-GWM dari 100% menjadi 92% otomatis akan memperlambat laju penyaluran kredit. BI juga sudah memanggil 10 bank besar yang memiliki target kredit tinggi dan meminta mereka merevisi target kredit menjadi 18% -20%.
Tak masalah
Meski menyerap likuiditas dalam jumlah besar, beberapa bank mengaku kebijakan ini tidak akan mengetatkan likuiditas bank. Direktur Distribusi dan Jaringan Bank Mutiara, Benny Purnomo, mengatakan ekses likuiditas Bank Mutiara tidak terpengaruh kebijakan tersebut. Pasalnya, GWM sekunder Bank Mutiara sudah di atas 4%. Per Juni 2013, GWM sekunder bank ini sudah mencapai 5,35% atau setara Rp 746 miliar. "Jadi kami tidak perlu menambah GWM. Tetapi tambahan dana harus disesuaikan jika DPK bertambah," ujarnya, Selasa (20/8).
Chief Business Risk Officer Bank Negara Indonesia Sutirta Budiman mengungkapkan hal yang sama. Menurutnya, GWM sekunder BNI sudah di atas 4% karena mereka memiliki kelebihan likuiditas yang besar. "Semester kedua ini kami memiliki rencana menempatkan dana pada GWM sekunder," ujarnya.
Direktur Keuangan Bank BTN Saut Pardede mengatakan BTN tidak terpengaruh dengan kenaikan GWM sekunder. Sebab, BTN masih memiliki likuiditas yang berasal dari penerbitan obligasi dan sekuritisasi aset "BTN tidak bisa hanya mengandalkan DPK," ujarnya. n
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News