kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45845,50   -13,12   -1.53%
  • EMAS1.344.000 -0,22%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Kepemilikan Pemda di BPR Wajib Dialihkan ke BPD, Ini Syarat Yang Diinginkan Oleh BPD


Senin, 27 Mei 2024 / 19:33 WIB
Kepemilikan Pemda di BPR Wajib Dialihkan ke BPD, Ini Syarat Yang Diinginkan Oleh BPD
ILUSTRASI. Pemda tidak boleh memiliki BPR secara langsung, namun kepemilikannya harus melalui Bank Pembangunan Daerah (BPD)


Reporter: Adrianus Octaviano | Editor: Anna Suci Perwitasari

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Arah Konsolidasi Bank Perekonomian Rakyat (BPR) yang dicanangkan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) kini turut menyasar BPR milik pemerintah daerah (Pemda), baik kabupaten/kota maupun provinsi.

Pemda kini tak boleh memiliki BPR secara langsung, namun harus melalui Bank Pembangunan Daerah (BPD).

Di OJK sendiri, klasifikasi BPR milik Pemda ada tiga jenis klasifikasi, antara lain Perseroda, Perumda, dan Perusahaan Daerah (PD). Per Desember 2023, total yang tercatat di OJK ada sekitar 141 BPR milik Pemda yang terdiri dari 83 perseroda, 37 perumda, dan 21 PD.

Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Dian Ediana Rae mengungkapkan kewajiban pengalihan kepemilikan tersebut tujuannya untuk penguatan BPR secara lebih sederhana. Sebab, ia melihat selama ini BPR miliki Pemda ini hanya mengandalkan dana dari Pemda dan rumit karena harus melalui putusan DPRD.

Baca Juga: BPR Universal Berkomitmen Terus Perkuat Daya Saing

“Sementara beberapa BPR itu kan sudah tidak bisa lagi menunggu waktu itu. Kita sudah bicara dengan pemerintah daerah, jadi ke depan itu memang akan lebih sederhana di daerah itu,” ujar Dian.

Ia mengungkapkan bahwa hal tersebut juga sudah terjadi di BPR-BPR milik swasta yang mulai berkonsolidasi. Di mana, tidak boleh lagi ada pemegang saham yang memiliki banyak BPR dan itu harus dilebur.

Terkait kewajiban tersebut, Direktur Pemasaran dan Usaha Syariah Bank BPD DIY Agus Trimurjanto mengungkapkan bahwa tentu ada beberapa opsi yang akan dilakukan. Namun, saat ini pihaknya masih akan menunggu kejelasan dari aturan POJK-nya terlebih dahulu.

Seperti diketahui, POJK baru terkait BPR/S yang tertuang dalam POJK 7/2024 hanya mengungkapkan bahwa BPR atau BPR Syariah dalam kepemilikan dan/atau pengendalian saham yang sama dalam satu wilayah pulau atau kepulauan utama wajib melakukan konsolidasi melalui skema Penggabungan atau Peleburan.

Dalam hal ini, Agus bilang pihaknya akan melihat beberapa ketentuan, antara lain melihat pemenuhan regulasi BPR terkait modal, lalu kedudukan BPR ini akan menjadi anak perusahaan atau kantor cabang khusus mikro, dan bagaimana penyempurnaan sistem informasi/IT/SDM dan budaya perusahaan.

“Nanti kami akan susun rencana strategisnya dan kami akan konsultasikan atau putuskan di RUPS dengan pemegang saham,” ujarnya.

Untu pandangan awal, Agus menyebutkan akan ada dua hingga tiga opsi yang mungkin dilakukan saat pengalihan tersebut dilakukan. Akuisisi lebur menjadi bagian BPD, menjadi anak perusahaan dengan usaha segmen khusus mikro, atau menjadi cabang dari unit usaha syariah menuju spin off.

Baca Juga: BPR Tutup Bertambah lagi, LPS Siapkan Pembayaran Simpanan Nasabah

Di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), setidaknya ada lima BPR yang dimiliki oleh Pemda. Tiga di antaranya berbentuk perseroda dan dua sisanya berbentuk perumda.

Di provinsi tersebut PT BPR Bank Sleman (Perseroda) menjadi yang terbesar dari sisi aset yag tercatat Rp 959,4 miliar pada kuartal I-2024. Namun, di periode yang sama, laba bersih dari BPR tersebut turun 30,64% YoY menjadi Rp 3,01 miliar.

Jika melihat dari kinerja laba, PT BPR Bank Bantul (Perseroda) mencatatkan kenaikan laba yang impresif di periode yang sama. Tak main-main, Bank Bantul mencatat laba bersih naik hingga 407% YoY menjadi Rp 1,63 miliar.

“Saya rasa ada manfaat bagi BPD kami untuk bermain di mikro dengan lebih dahulu meningkatkan capacity building dari SDM dan budaya risikonya,” ujar Agus.

Sementara itu, Direktur Utama Bank BJB Yuddy Renaldi mengungkapkan bahwa pengalihan pengelolaan BPR agar langsung di bawah BPD menjadi salah satu langkah dalam memperkuat BPR. 

Namun, ada beberapa langkah lainnya yang perlu dilakukan, khususnya untuk BPR yang memerlukan penyehatan. Di antaranya adalah melakukan penyehatan terlebih dahulu agar saat pengalihannya dapat memperkuat BPD yang juga sama-sama dimiliki oleh daerah.

Bukan tanpa alasan, Yuddy bilang saaat ini beberapa BPD i sedang mengejar pemenuhan modal inti minimum Rp 3 triliun di akhir tahun 2024 atau diturunkan menjadi BPR. Bagi BPD yang lebih besar pun harus mengalokasikan sebagian modalnya untuk penyertaan kepada BPD yang akan ber-KUB untuk menjadi anggotanya.

“Dengan adanya rencana ini ,kompleksitas BPD pun semakin tinggi, selain adanya KUB, BPR, juga anak anak usaha lainnya seperti perbankan syariah,” ujar Yuddy.

Baca Juga: BPR Sudah Boleh IPO, Tapi Jumlahnya Masih Minim Lantaran Terganjal Syarat Modal Inti

Ketua Umum Perhimpunan Bank Perekonomian Rakyat Indonesia (Perbarindo) Teddy Alamsyah berpendapat ini merupakan upaya untuk memperkuat kelembagaan dari BPR yang khususnya yang dimiliki oleh Pemerintah Daerah. 

Menurutnya, ini akan memperkuat bisnis dari BPR. Ia bilang apa yang dimiliki oleh BPD tentu akan di share ke BPR baik dari layanan maupun produknya. 

“Adanya hal ini diharapkan dapat pemetaan pasar yang baik antara BPD dengan BPRnya, sehingga masing-masing dapat optimal menggarap pangsa pasarnya,” ujar Teddy.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Omzet Meningkat dengan Digital Marketing #BisnisJangkaPanjang, #TanpaCoding, #PraktekLangsung Negotiation For Everyone

[X]
×