kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45919,51   10,20   1.12%
  • EMAS1.350.000 0,52%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Kian Mesra Gaet Pinjol dan E-commerce, Bank Harus Perhatikan Perlindungan Data


Selasa, 11 Januari 2022 / 20:32 WIB
Kian Mesra Gaet Pinjol dan E-commerce, Bank Harus Perhatikan Perlindungan Data
ILUSTRASI. Perlindungan data nasabah


Reporter: Maizal Walfajri | Editor: Yudho Winarto

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Era digital membuat pelaku sektor keuangan semakin erat menjajalkan produknya satu sama lain. Lewat Open Application Programming Interface (API), bank gemar melakukan kerja sama dengan perusahaan teknologi seperti pinjaman online dan ecommerce.

Di sisi lain, Yayasan Perlindungan Konsumen Indonesia (YLKI) mencatat telah menerima 535 aduan dari masyarakat sepanjang 2021. Ketua YLKI Tulus Abadi menyatakan kebanyakan menyangkut masalah ekonomi digital yang terfragmentasi pada pinjaman online dan e-commerce.

Banyaknya pengaduan di bidang jasa finansial juga menurutnya menyangkut masalah literasi finansial masyarakat Indonesia dan juga rendahnya literasi digital konsumen yang notabene literasi digitalnya masih rendah.

Baca Juga: Terkait Rencana Penerbitan POJK Tentang Ukuran Bank Digital, Begini Saran Pengamat

Dengan adanya masalah tersebut, YLKI merekomendasikan pemerintah dan DPR segera melakukan penguatan regulasi dengan mempercepat disahkannya Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi (UU PDP).

“Juga perlunya penguatan pengawasan, market control oleh regulator misalnya OJK untuk masalah finansial, dan juga satgas investasi. Literasi digital juga jadi kunci. Ini PR bagi pemerintah dan kita semua agar kita tidak terombang-ambing ekonomi digital,” terangnya.

Senior Faculty Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia (LPPI) Trioksa Siahaan menyatakan, idealnya hubungan bank dengan ecommerce dan pelaku digital lainnya berupa hubungan kerja sama bisnis.

“Untuk pertukaran data nasabah karena ada peraturan mengenai kerahasiaan data nasabah maka tidak diperbolehkan memberikan data nasabah tanpa seijin nasabah. Untuk itu, sebelum memberikan data atau referensi harus mendapat izin dari nasabah,” ujar Trioksa pada Kontan.co.id pada Selasa (11/1).

Lanjut ia, bank maupun mitranya tidak diperbolehkan memberikan data yang berpotensi merugikan nasabah. Lanjutnya, peran dari pengawas sangat penting disini untuk menjaga kerahasiaan data nasabah sehingga nasabah dapat tetap percaya ke bank.

Sebenarnya, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah merilis pedoman untuk kerja sama antar bank dengan mitra digital beserta perlindungan data pribadi nasabah. Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Heru Kristiyana menyatakan pedoman ini akan dijadikan Peraturan OJK (POJK). 

“Blueprint transformasi keuangan digital ini memang baru pedoman, nanti itu akan kita segera kita keluarkan Peraturan OJK (POJK)nya. Sebelumnya, Juli 2022 POJK-nya sudah ada. Sehingga tidak jadi pedomanan lagi, tapi menjadi suatu keharusan,” kata Heru kepada Kontan.co.id.

Baca Juga: Semua Fintech Lending Sudah Berstatus Berizin, Akankah Moratorium Dicabut?

Regulator menjelaskan pertukaran data akan semakin marak dilakukan seiring perkembangan open banking dengan memanfaatkan teknologi API. Namun demikian, perbankan perlu berhati-hati terhadap data nasabah yang dimilikinya.

Sejumlah elemen krusial terkait data yaitu perlindungan data, pengaturan pertukaran data dan tata kelola data pada perbankan menjadi hal-hal yang penting. Adapun aturan perlindungan data mencakup pengumpulan, pemrosesan dan penyimpanan data nasabah.

Dalam perlindungan data nasabah, terdapat beberapa asas yang perlu diperhatikan antara lain asas perlindungan, asas kepastian hukum, asas kemanfaatan, asas kepentingan umum, asas pertanggungjawaban, asas keseimbangan, dan asas kehati-hatian.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Success in B2B Selling Omzet Meningkat dengan Digital Marketing #BisnisJangkaPanjang, #TanpaCoding, #PraktekLangsung

[X]
×